Jumat, 02 Desember 2011

SEBAB BANGKRUT DI AKHIRAT

Bangkrut? Kok di hari kiamat manusia bisa bangkrut sih? Padahal, di hari itu gak berlaku lagi yang namanya dinar, dirham, dollar, poundsterling, bahkan rupiah. Jadi, gimana bisa bangkrut? Kata orang Palembang, bangkrut itu “utang banyak, duet dak katek”. Eits, belum tentu. Lagipula apa hubungannya dengan lisan? Bukankah lisan adalah anugrah Allah yang agung? Dengannya seseorang bisa berinteraksi, berkomunikasi, bahkan berdakwah ilallah. Ketimbang kita bertanya-tanya, alangkah baiknya kita simak baik-baik artikel sederhana ini.

Apa sih dua bagian tubuh terkecil yang terdapat pada tiap insan dan memiliki peran yang sangat penting? Yaps, betul. Itu adalah hati dan lisan. Hendaknya kita, terutama remaja, memperbaiki hati kita terlebih dahulu sebelum kita bersungguh-sungguh memperbaiki lisan kita, sehingga kita nanti akan memperoleh kebaikan yang sangat banyak. Lisan itu bisa menjadi alat yang mengantarkan kita kepada kebinasaan. Bahkan ia layaknya seekor hewan yang sangat buas yang dapat melukai, bahkan menerkam siapa saja. Jika kita bisa menjaganya, maka kita akan selamat. Tapi, jika kita melepaskannya begitu saja, ia dapat memangsa kita dan mencabik-cabik tubuh kita. Mengerikan, bukan? Karena itu, yang mesti dipenjara dalam waktu yang sangat lama bukanlah koruptor atau apalah. Tetapi ia adalah lisan kita.

Orang yang adil adalah yang memperlakukan secara adil dua telinganya dari lisannya. Dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Karena dijadikan dua telinga dan satu lisan untuk kita agar kita lebih banyak mendengar daripada berbiara. Sebagian orang mengatakan itulah sebabnya lisan berada di antara dua telinga, karena telinga adalah penjaganya. Jika telinga tidak bisa menjaga lisan, maka rusaklah ia. Orang yang berakal adalah dia yang menghitung-hitung perkataannya, apakah sesuai dengan apa yang dia amalkan apakah tidak dan dia akan sedikit berkata dari apa yang tidak bermanfaat untuknya. Hati mereka ada di ujung lisan, jadi ketika dia akan berbicara, maka hatinya akan menilai apakah hal ini bermanfaat ataukah tidak. Sehingga dia hanya berkata apa yang bermanfaat baginya. Sedangkan orang yang bodoh adalah dia yang hatinya ada di belakang lisannya sehingga dia mengatakan semua yang terbenak dalam hatinya tanpa tahu apa akibatnya. Karena betapa banyaknya orang yang menyesal dalam berkata dan betapa sedikitnya orang yang menyesal karena memilih diam.

Telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits bahwa orang yang bangkrut itu adalah dia yang datang pada hari kiamat dengan pahala sholat, puasa, dan zakat. Akan tetapi, dia pernah mencela fulan, menuduh fulan, maka akan diambil pahalanya untuk diberikan kepada fulan dan kepada fulan. Apabila pahalanya telah habis sebelum ia melunasinya, maka akan diambil dosa fulan dan dosa fulan. Lalu diberikan kepadanya. Sehingga ia dilemparkan ke dalam api neraka.” Na’udzu billahi min dzalika.

Maka hendaklah kita, wahai anak muda, agar berhati-hati dalam perkataan yang dapat menggelincirkan lisan kita. Kebanyakan manusia berbicara dengan suatu perkataan yang mereka anggap remeh namun hal tersebut mengundang murka Allah dan membuat mereka di dalam neraka. Dan hendaklah kita berhati-hati dari mencela, berkata dusta, mengadu domba dan menggunjing orang lain. Karena mencela seorang muslim adalah kefasikan dan berkata dusta adalah dosa yang membawa kita ke dalam neraka. Sesungguhnya pengadu domba membawa perkataan di tengah manusia untuk membuat mereka saling mengibarkan bendera permusuhan dan memecah belah mereka serta menimbulkan perselisihan di antara mereka. Mereka tidak akan masuk surga tanpa hisab. Sedangkan orang-orang yang suka mengghibah (menggunjing), mereka membicarakan orang lain yang orang tersebut tidak suka jika hal tersebut diketahui orang lain. Mereka itu ibarat memakan bangkai saudaranya sendiri. Sangat menjijikkan!! Perkataan mereka sekiranya dimasukkan ke dalam lautan, maka berubahlah rasanya. Akan tetapi, yang lebih kejam dari itu adalah menuduh. Mereka membicarakan seseorang dengan apa yang tidak ada pada orang tersebut. Sesungguhnya orang yang paling jelek di sisi Allah Ta’ala adalah dia yang manusia menjauhinya lantaran takut dengan perbuatan jeleknya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari hari akhir hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. Jadi selama kita bisa berbicara baik, maka berbicaralah. Karena itu lebih baik bagi kita. Akan tetapi, jika kita tidak bisa, maka diam adalah pilihan yang terbaik.

Jika seseorang tidak bisa menjaga lisannya, maka dia akan menjadi orang yang bangkrut di hari kiamat kelak. Namun, apabila dia sanggup menjaganya dengan baik, maka dia akan sukses di hari kiamat. Sukses di hari kiamat, siapa sih yang gak mau??

Roni Nuryusmansyah Al-Falimbany

Mahasiswa STDI Imam Syafi’i, Jember

Dalihbahasakan secara bebas dari teks Kitab Durusun fii al-Qiro’ah (al-Mustawa ats-Tsalits) dengan banyak penambahan

BERPEGANG TEGUH PADA AL-QUR'AN DAN SUNNAH

Wajib atas setiap muslim untuk mengikuti sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum, serta menjauhi berbagai macam bentuk perkara-perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya perkara baru dalam agama adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah ijma’ (bersepakat) bahwa barangsiapa yang menjelaskan sunnah dari Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan hadits Nabi tersebut karena perkataan seorangpun.”

Wajib atas kita untuk kembali berpedoman dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para sahabat dan para tabi’in, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyaksikan mereka berupa kebaikan. Ketika sebagian kaum muslimin meninggalkan hal tersebut, maka tampaklah di tengah mereka perkara baru yang banyak dan firqah yang bermacam-macam. Agama ini hanyalah apa yang datang dari sisi Allah, tidak ditempatkan kepada hawa nafsu seseorang pun di antara manusia. Barangsiapa mengikuti hawa nafsu dan akalnya (dalam perkara ini-pent), maka dia telah keluar dari Islam. Imam Malik rahimahullah berkata, “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama Islam dan dia memandangnya baik, maka sungguh dia telah mengklaim bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhianati risalah.”

Hendaknya seorang penuntut ilmu memperingatkan manusia dari membantah ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, dan keluar dari dalil-dalil apabila hal tersebut menyelisihi madzhab imam mereka, serta dari mengedepankan perkataan seseorang di atas nash-nash syar’i. Karena seorang alim pun terkadang bisa salah dan itu hal yang pasti. Ketahuilah, bahwa tidak ada seorang pun yang ma’shum (murni dari dosa) selain Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak diperbolehkan untuk berijtihad dalam dalil-dalil dan beristinbath dalam hukum-hukum kecuali ahli ijtihad. Bagi para ahli ijtihad diperbolehkan mengambil suatu madzhab yang tetap dalam suatu masalah yang tetap pula apabila dia lemah di dalam ijtihadnya mengenai perkara tersebut. Diperbolehkan bagi orang awam yang tidak mengetahui hukum untuk taqlid, berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya, “..Maka bertanyalah kepada ahlu adz-dzikr (orang yang berilmu), jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43). Dan hendaklah taqlid kepada siapa yang paling afdhal keilmuan dan kehati-hatiannya.

Translator: Roni Nuryusmansyah
Artikel: kristalilmu.com
Dialihbahasakan secara bebas dari teks dalam kitab durusun fii al-qiro’ah, muqoror i’dad lughawy jami’ah Islamiyah Madinah

HUKUM TATTO DI TUBUH


Oleh: Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta

Pertanyaan:
Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : "Apa hukum mentatto bagian tubuh, apakah keberadaan tato tersebut merupakan halangan baginya untuk melaksanakan ibadah haji?"

Jawaban:
Diharamkan mentatto bagian tubuh, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya ia bersabda.

"Artinya : Dilaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta untuk disambungkan rambutnya, wanita yang mentato dan wanita yang meminta untuk di tatto"

Termasuk tatto yang dilakukan di pipi, bibir dan tubuh lainnya, dengan mengubah warnanya menjadi biru, hijau atau hitam.

Bertato tidak menjadikan halangan untuk melaksanakan ibadah haji.

HUKUM ORANG YANG TIDAK TAHU HARAMNYA TATTO

Peretanyaan.
Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : "Ibu saya berkata, bahwa di masa jahiliyah, sebelum tersebarnya ilmu, ia pernah menggambar lingkaran (membuat tahi lalat) di dagunya, tapi bukan tato yang sebenarnya. Namun ia melakukannya karena kebodohan dan tidak tahu apakah perbuatan tersebut haram atau halal. Saat ini kami ketahui bahwa orang yang meminta untuk di tato itu terlaknat. Mohon diberi pengertian, semoga Allah memberi anda kebaikan".

Jawaban.
Diharamkan mentato diseluruh tubuh, baik tatto sempurna maupun yang tidak sempurna. Hendaknya ibumu membuang tato tersebut jika tidak membahayakan dan bertaubat serta istighfar atas apa yang telah diperbuatnya dahulu.

[Fatawa Lanjah Ad-Daimah, 5/198. Lihat, Zinatul Mar'ah, karya Syaikh Abdullah Al-Fauzan hal.103]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Maratil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 3, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Zaenal Abidin Syamsuddin, Penerbit Darul Haq]

HUKUM TATTO

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum tatto ? Bila perempuan ditatto waktu kecil, apakah dia menanggung beban dosa ? Saya mengharapkan penjelasan, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan

Jawaban:
Tatto termasuk hal terlarang, bahkan tergolong dosa besar. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Allah melaknat pemberi dan peminta tatto. Bila ketika kecil anak perempuan di tatto dan ia tidak mampu menolak, maka ia tidak menanggung dosa, sebaliknya beban dosa dipikul oleh pelakunya. Sebab Allah tidak memberikan beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya, sedangkan anak tersebut tidak mampu berbuat. Sehingga perbuatan itu dipikul oleh pelakunya. Tetapi jika memungkinkan untuk dihilangkan tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya, maka sebaiknya dihilangkan. Semoga Allah memberi taufik.

[Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa Manarul Islam 3/829]

[Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa’id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilm]