Kamis, 27 Januari 2011

BISNIS MULTI LEVEL



Oleh : Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali

Banyak pertanyaan seputar bisnis yang banyak diminati oleh khalayak ramai. Yang secara umum gambarannya adalah mengikuti program piramida dalam system pemasaran, dengan setiap anggota harus mencari anggota-anggota baru dan demikian terus selanjutnya. Setiap anggota membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat bonus, semakin banyak anggota dan semakin banyak memasarkan produknya maka akan semakin banyak bonus yang dijanjikan.

Sebenarnya kebanyakan anggota Multi Level Marketing [MLM] ikut bergabung dengan perusahaan tersebut adalah karena adanya iming-iming bonus tersebut dengan harapan agar cepat kaya dengan waktu yang sesingkat mungkin dan bukan karena dia membutuhkan produknya. Bisnis model ini adalah perjudian murni, karena beberapa sebab berikut ini, yaitu :
[1]. Sebenarnya anggota Multi Level Marketing [MLM] ini tidak menginginkan produknya, akan tetapi tujuan utama mereka adalah penghasilan dan kekayaan yang banyak lagi cepat yan akan diperoleh setiap anggota hanya dengan membayar sedikit uang.

[2]. Harga produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30% dari uang yang dibayarkan pada perusahaan Multi Level Marketing [MLM].

[3]. Bahwa produk ini biasa dipindahkan oleh semua orang dengan biaya yang sangat ringan, dengan cara mengakses dari situs perusahaan Multi Level Marketing [MLM] ini di jaringan internet.

[4]. Bahwa perusahaan meminta para anggotanya untuk memperbaharui keanggotaannya setiap tahun dengan diiming-imingi berbagai program baru yang akan diberikan kepada mereka.

[5]. Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Up Line) sedangkan level bawah (Down Line) selalu memberikan nilai point pada yang berada di level atas mereka.

Berdasarkan ini semua, maka system bisnis semacam ini tidak diragukan lagi keharamannya, karena beberapa sebab yaitu :

[1]. Ini adalah penipuan dan manipulasi terhadap anggota
[2]. Produk Multi Level Marketing [MLM] ini bukanlah tujuan yang sebenarnya. Produk itu hanya bertujuan untuk mendapatkan izin dalam undang-undang dan hukum syar'i.
[3]. Banyak dari kalangan pakar ekonomi dunia sampai pun orang-orang non muslim meyakini bahwa jaringan piramida ini adalah sebuah permainan dan penipuan, oleh karena itu mereka melarangnya karena bisa membahayakan perekonomian nasional baik bagi kalangan individu maupun bagi masyarakat umum

Berdasarkan ini semua, tatkala kita mengetahui bahwa hukum syar'i didasarkan pada maksud dan hakekatnya serta bukan sekedar polesan lainnya. Maka perubahan nama sesuatu yang haram akan semakin menambah bahayanya karena hal ini berarti terjadi penipuan pada Allah dan RasulNya [1], oleh karena itu system bisnis semacam ini adalah haram dalam pandangan syar'i.

Kalau ada yang bertanya : Bahwasanya bisnis ini bermanfaat bagi sebagian orang. Jawabnya ; Adanya manfaat pada sebagian orang tidak bisa menghilangkan keharamannya, sebagaimana di firmankan oleh Allah Ta'ala.

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah : “Pada hakekatnya itu terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya" [Al-Baqarah : 219]

Tatkala bahaya dari khamr dan perjudian itu lebih banyak daripada menfaatnya, maka keduanya dengan sangat tegas diharamkan.

Kesimpulannya : Bisnis Multi Level Marketing [MLM] ini adalah alat untuk memancing orang-orang yang sedang mimpi di siang bolong menjadi jutawan. Bisnis ini adalah memakan harta manusia dengan cara yang bathil, juga merupakan bentuk spekulasi. Dan spekulasi adalah bentuk perjudian.

[Diterjemahkan dari situs www.alhelaly.com]
______________________________________

FATWA MARKAZ IMAM AL-ALBANI TENTANG MULTI LEVEL MARKETING [MLM]

Berikut ini adalah teks fatwa Markaz Imam Al-Albani, yang ditanda tangani oleh para masyayaikh murid-murid Imam Al-Albani :

Banyak pertanyaan yang datang kepada kami dari berbagai penjuru tentang hukum bergabung dengan PT perusahaan bisnis dan perusahaan modern semisalnya yang menggunakan system piramida. Yang mana bisnis ini secara umum dijalankan dengan cara menjual produk tertentu serta membayar uang dalam jumlah tertentu tiap tahun untuk bisa tetap menjadi anggotanya. Yang mana karena dia telah mempromosikan system bisnis ini maka kemudian pihak perusahaan akan memberikan uang dalam jumlah tertentu yang terus bertambah sesuai dengan hasil penjualan produk dan perekrutan anggota baru.

Jawaban
Bergabung menjadi anggota PT semacam ini untuk mempromosikannya yang selalu terkait dengan pembayaran uang dengan menunggu bisa merekrut anggota baru serta masuk dalam system bisnis piramida ini hukumnya haram, karena seorang anggota jelas-jelas telah membayar uang tertentu demi memperoleh uang yang masih belum jelas dalam jumlah yang lebih besar.

Dan ini tidak bisa diperoleh melainkan secara kebetulan ia sedang bernasib baik, yang mana sebenarnya tidak mampu diusahakan oleh si anggota tersebut. Ini adalah murni sebuah bentuk perjudian berdasarkan beberapa kaedah para ulama. Wallahu Al-Muwaffiq.

Amman al-Balqo' Yordania
26 Sya'ban 1424H

Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi
Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman

[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 11 Tahun III/Jumadi Tsani 1425. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Redaksi Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik-Jatim]
_________
Foote Note
[1]. Beliau mengisyaratkan pada sebuah hadits. : "Dari Abu Malik Al-Asy'ari Radhiayallahu 'anhu berkata : Rasulullah Shallallahu alaih wa sallam bersabda : Sungguh sebagian manusia dari ummatku akan minum khamr dan mereka menamakannya dengan nama lain serta dimainkan musik dan para biduanita pada mereka. Sungguh Allah akan membuat mereka tertelan bumi serta menjadikan mereka sebagai kera dan babi [Hadits Riwayat Abu Dawud 3688, Ibnu Majah 4020 dengan sanad shahih, lihat As-Shahihah I/138]

Sumber : Hukum Syar'i Bisnis Multi Level Marketing [MLM]
http://www.almanhaj.or.id/content/1489/slash/0

Jumat, 21 Januari 2011

KEWAJIBAN MENTAATI ULIL AMRI/PENGUASA

Oleh : Abu Mushlih Arie Wahyudi

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu adalah yang terbaik untuk kalian dan paling bagus dampaknya.” (QS. an-Nisaa’: 59)

Ayat yang mulia ini mengandung pelajaran:


  1. Terdapat perbedaan penafsiran mengenai makna ulil amri. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu sebagaima diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dengan sanad sahih, beliau berkata, “Mereka -yaitu ulil amri- adalah para pemimpin/pemerintah.” Penafsiran serupa juga diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dan yang lainnya. Sedangkan Jabir bin Abdullah berkata bahwa mereka itu adalah para ulama dan pemilik kebaikan. Mujahid, Atha’, al-Hasan, dan Abul Aliyah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah para ulama. Mujahid juga mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah para sahabat. Pendapat yang dikuatkan oleh Imam asy-Syafi’i adalah pendapat pertama, yaitu maksud ulil amri adalah para pemimpin/pemerintah (lihat Fath al-Bari [8/106] pdf). Oleh sebab itu an-Nawawi rahimahullah membuat judul bab untuk hadits Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma mengenai tafsir ayat ini dengan judul ‘Kewajiban taat kepada pemerintah selama bukan dalam kemaksiatan dan diharamkannya hal itu dalam perbuatan maksiat’. Kemudian beliau menukilkan ijma’/konsensus para ulama tentang wajibnya hal itu (lihat Syarh Muslim [6/467]). Adapun pendapat yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa kandungan ayat ini mencakup kedua kelompok tersebut; yaitu ulama maupun umara/pemerintah. Dikarenakan kedua penafsiran ini sama-sama terbukti sahih dari para sahabat (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [2/235 dan 238] pdf)



  2. Wajibnya menaati pemerintah muslim selama bukan dalam rangka maksiat. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau bersabda, “Wajib atasmu untuk mendengar dan taat, dalam kondisi susah maupun mudah, dalam keadaan semangat ataupun dalam keadaan tidak menyenangkan, atau bahkan ketika mereka itu lebih mengutamakan kepentingan diri mereka di atas kepentinganmu.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [6/469])



  3. Ketaatan kepada pemerintah muslim ini dibatasi dalam hal ketaatan/perkara ma’ruf saja, sedangkan dalam perkara maksiat maka tidak diperbolehkan. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib atas setiap individu muslim untuk selalu mendengar dan patuh dalam apa yang dia sukai ataupun yang tidak disukainya, kecuali apabila dia diperintahkan untuk melakukan maksiat. Maka apabila dia diperintahkan untuk melakukan maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh patuh.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [6/470]). Demikian juga hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada ketaatan dalam rangka bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara ma’ruf.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [6/471])



  4. Kewajiban untuk mendengar dan taat kepada pemerintah muslim ini juga dibatasi selama tidak tampak dari mereka kekufuran yang nyata. Apabila mereka melakukan kekufuran yang nyata maka wajib untuk mengingkarinya dan menyampaikan kebenaran kepada mereka. Adapun memberontak atau memeranginya -sezalim atau sefasik apapun mereka- maka tidak boleh selama dia masih muslim/tidak kafir (lihat Syarh Muslim [6/472-473], Fath al-Bari [13/11]). Dalilnya adalah hadits Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kecuali apabila kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti kuat dari sisi Allah atas kesalahannya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [6/473]). al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan ‘kalian memiliki bukti kuat dari sisi Allah atas kesalahannya itu’ adalah adanya dalil tegas dari ayat atau hadits sahih yang tidak menerima ta’wil. Konsekuensinya, tidak boleh memberontak kepada mereka apabila perbuatan mereka itu masih mengandung kemungkinan ta’wil.” (Fath al-Bari [13/10]). Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “… kecuali apabila kaum muslimin telah melihat kekafiran yang nyata yang mereka memiliki bukti kuat dari sisi Allah tentangnya, maka tidak mengapa melakukan pemberontakan kepada penguasa ini untuk menyingkirkannya dengan syarat apabila mereka mempunyai kemampuan yang memadai. Adapun apabila mereka tidak memiliki kemampuan itu maka janganlah mereka memberontak. Atau apabila terjadi pemberontakan maka -diduga kuat- akan timbul kerusakan yang lebih dominan, maka mereka tidak boleh memberontak demi memelihara kemaslahatan masyarakat luas. Hal ini berdasarkan kaidah syari’at yang telah disepakati menyatakan bahwa; ‘tidak boleh menghilangkan keburukan dengan sesuatu yang -menimbukkan akibat- lebih buruk dari keburukan semula, akan tetapi wajib menolak keburukan itu dengan sesuatu yang benar-benar bisa menyingkirkannya atau -minimal- meringankannya.’…” (al-Ma’lum Min Wajib al-’Alaqah baina al-Hakim wa al-Mahkum, hal. 9-10)



  5. Wajib bagi orang-orang yang mampu -dari kalangan ulama atau yang lainnya- untuk menasehati penguasa muslim yang melakukan penyimpangan dari hukum Allah dan Rasul-Nya. Namun hal itu -menasehati penguasa- dilakukan tanpa menyebarluaskan aib-aib mereka di muka umum. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Iyadh bin bin Ghunm radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin menasehati penguasa maka janganlah dia menampak hal itu secara terang-terangan/di muka umum, akan tetapi hendaknya dia memegang tangannya seraya menyendiri bersamanya -lalu menasehatinya secara sembunyi-. Apabila dia menerima nasehatnya maka itulah -yang diharapkan-, dan apabila dia tidak mau maka sesungguhnya dia telah menunaikan kewajiban dirinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad sahih, lihat al-Ma’lum, hal. 23, lihat juga perkataan asy-Syaukani dalam kitabnya as-Sail al-Jarar yang dikutip dalam kitab ini hal. 44).



  6. Wajibnya bersabar dalam menghadapi penguasa muslim yang zalim kepada rakyatnya. Dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada para pemimpin/penguasa setelahku yang mengikuti petunjuk bukan dengan petunjukku dan menjalankan sunnah namun bukan sunnahku. Dan akan ada di antara mereka orang-orang yang memiliki hati laksana hati syaitan yang bersemayam di dalam raga manusia.” Maka Hudzaifah pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kulakukan jika aku menjumpainya?” Beliau menjawab, “Kamu harus tetap mendengar dan taat kepada pemimpin itu, walaupun punggungmu harus dipukul dan hartamu diambil. Tetaplah mendengar dan taat.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [6/480]). Dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan muncul para penguasa yang kalian mengenali mereka namun kalian mengingkari -kekeliruan mereka-. Barangsiapa yang mengetahuinya maka harus berlepas diri -dengan hatinya- dari kemungkaran itu. Dan barangsiapa yang mengingkarinya -minimal dengan hatinya, pent- maka dia akan selamat. Akan tetapi yang berdosa adalah orang yang meridhainya dan tetap menuruti kekeliruannya.” Mereka -para sahabat- bertanya, Apakah tidak sebaiknya kami memerangi mereka?. Maka beliau menjawab, “Jangan, selama mereka masih menjalankan sholat.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [6/485]). Faedah: an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485])
Catatan Penting:
Sebagian orang terjerumus dalam kesalahan dalam menyikapi penguasa muslim yang melakukan kekeliruan. Mereka menganggap demokrasi adalah haram, bahkan termasuk kemusyrikan. Karena di dalam konsep Demokrasi rakyat menjadi sumber hukum dan kekuasaan ditentukan oleh mayoritas. Di satu sisi mereka telah benar yaitu mengingkari demokrasi yang hal itu termasuk dalam bentuk kekafiran dan kemusyrikan, penjelasan lebih lengkap bisa dibaca dalam kitab Tanwir azh-Zhulumat karya Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Imam -hafizhahullah-. Namun, di sisi lain mereka telah melakukan kekeliruan yang sangat besar yaitu serampangan dalam menjatuhkan vonis kafir kepada orang. Biasanya mereka berdalil dengan ayat (yang artinya), “Barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS. al-Ma’idah: 44). Anggaplah demikian, bahwa mereka -yaitu pemerintah- telah berhukum dengan selain hukum Allah -meskipun sebenarnya pernyataan ini harus dikaji lebih dalam-, namun ada satu hal penting yang perlu diingat -dan perkara inilah yang mereka lalaikan- bahwa tidak semua orang yang berhukum dengan selain hukum Allah itu dihukumi kafir! Mereka juga berdalih dengan ucapan para ulama yang menyatakan ’setiap orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah maka dia adalah thaghut’ (lihat al-Qaul al-Mufid [2/74]). Berdasarkan itulah mereka menyebut pemerintah negeri ini sebagai rezim thaghut dan kafir. Kemudian, sebagai imbas dari keyakinan tersebut mereka pun mencaci-maki penguasa dan menuduh orang-orang yang menyerukan ketaatan kepada penguasa sebagai kelompok penjilat -sebagaimana tuduhan itu juga ditujukan kepada saya-, bahkan mereka pun tidak segan-segan menggelari para ulama dengan julukan ulama salathin, alias kaki tangan pemerintah, Allahul musta’aan.

Maka untuk menjawab kerancuan ini -dengan memohon taufik dari Allah- berikut ini kami ringkaskan penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ketika menjelaskan isi Kitab at-Tauhid: Yang dimaksud dengan berhukum dengan selain hukum Allah yang dihukumi kafir dan murtad -sehingga layak untuk disebut sebagai thaghut- adalah dalam tiga keadaan: [1] Apabila dia meyakini bahwa berhukum dengan selain hukum Allah -yang bertentangan dengan hukum Allah- itu boleh, seperti contohnya: meyakini bahwa zina dan khamr itu halal. [2] Apabila dia meyakini bahwa selain hukum Allah itu sama saja (sama baiknya) dengan hukum Allah. [3] Apabila dia meyakini bahwa selain hukum Allah lebih bagus daripada hukum Allah. Lalu, dia bisa dihukumi zalim -yang tidak sampai kafir- apabila dia masih meyakini hukum Allah lebih bagus dan wajib diterapkan namun karena kebenciannya kepada orang yang menjadi objek hukum maka dia pun menerapkan selain hukum Allah. Demikian juga ia dikatakan fasik -yang tidak kafir- apabila dia menggunakan selain hukum Allah dengan keyakinan bahwa hukum Allah yang benar, namun dia melakukan hal itu -berhukum dengan selain hukum Allah- karena faktor dorongan hawa nafsu, suap, nepotisme dsb. Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa tindakan orang yang mengganti syari’at dengan undang-undang buatan manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk kekafiran akbar -yang saya dengar dari ceramah Syaikh Abdul Aziz ar-Rays beliau telah rujuk dari pendapat ini sebelum wafatnya-. Meskipun demikian, orang yang memberlakukan undang-undang ini tidak serta merta dikafirkan. Seperti misalnya, apabila dia menyangka bahwa sistem yang diberlakukannya itu tidak bertentangan dengan Islam, atau dia menyangka bahwa hal itu termasuk urusan yang diserahkan oleh Islam kepada manusia, atau dia tidak mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu termasuk kekafiran (lihat al-Qaul al-Mufid [2/68-69 dan 71]).

Dengan menyimak keterangan beliau di atas jelaslah bagi kita bahwa tindakan sebagian orang yang dengan mudahnya mengkafirkan penguasa negeri ini -semoga Allah membimbing mereka- serta menjuluki mereka sebagai rezim thaghut adalah sebuah tindakan serampangan dan tidak dibangun di atas ilmu yang benar. Bahkan, kalau diteliti lebih jauh ternyata mereka itu telah terjangkiti virus pemikiran Khawarij gaya baru yang menebar kekacauan berkedok jihad, subhanallah.

Sumber : http://abumushlih.com/kewajiban-menaati-ulil-amri.html/

Read more: http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/kewajiban-mentaati-ulil-amripenguasa.html#ixzz1BoxHAfs2

BER DO'A DENGAN MENGANGKAT KEDUA TANGAN


Oleh : Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih

Mengangkat tangan dalam berdoa merupakan etika yang paling agung dan memiliki keutamaan mulia serta penyebab terkabulnya doa.

Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Sesungguhnya Rabb kalian Maha Hidup lagi Maha Mulia, Dia malu dari hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya (meminta-Nya) dikembalikan dalam keadaan kosong tidak mendapat apa-apa". [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Doa 2/78 No.1488, Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 13/68. Musnad Ahmad 5/438. Dishahihkan Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud].

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa lafazh hayyun berasal dari lafazh haya' yang bermakna malu. Allah memiliki sifat malu yang sesuai dengan keagungan dzat-Nya kita beriman tanpa menggambarkan sifat tersebut. Lafazh kariim yang berarti Maha Memberi tanpa diminta dan dihitung atau Maha Pemurah lagi Maha Memberi yang tidak pernah habis pemberian-Nya, Dia dzat yang Maha Pemurah secara mutlaq. Lafazh an yarudahuma shifron artinya kosong tanpa ada sesuatu. [Mur'atul Mafatih 7/363]

Dari Anas Radhiyalahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berdoa dengan mengangkat tangan kecuali dalam shalat Istisqa. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa' 2/12. Shahih Muslim, kitab Istisqa' 3/24].

Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa hadits tersebut tidak menafikan berdoa dengan mengangkat tangan akan tetapi menafikan sifat dan cara tertentu dalam mengangkat tangan pada saat berdoa, artinya mengangkat tangan dalam doa istisqa' memiliki cara tersendiri mungkin dengan cara mengangkat tangan tinggi-tinggi tidak seperti pada saat doa-doa yang lain yang hanya mengangkat kedua tangan sejajar dengan wajah saja.

Berdoa dengan mengangkat tangan hingga sejajar dengan kedua pundak tidaklah bertentangan dengan hadits di atas sebab beliau pernah berdoa mengangkat tangan hingga kelihatan putih ketiaknya, maka boleh mengangkat tangan dalam berdoa hingga kelihatan ketiaknya, akan tetapi di dalam shalat istisqa dianjurkan lebih dari itu atau mungkin pada shalat istisqa kedua telapak tangan diarahkan ke bumi dan dalam doa selainnya kedua telapak tangan diarahkan ke atas langit.

Imam Al-Mundziri mengatakan bahwa jika seandainya tidak mungkin menyatukan hadits-hadits diatas, maka pendapat yang menyatakan berdoa dengan mengangkat tangan lebih mendekati kebenaran sebab banyak sekali hadits-hadits yang menetapkan mengangkat tangan dalam berdoa, seperti yang telah disebut Imam Al-Mundziri dan Imam An-Nawawi dalam Syarah Muhadzdzab dan Imam Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad. Adapun hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari 'Amarah bin Ruwaibah bahwa dia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat tangan dalam berdoa, lalu mengingkarinya kemudian berkata : "Saya melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak lebih dari ini sambil mengisyaratkan jari telunjuknya. Imam At-Thabari meriwayatkan dari sebagian salaf bahwa disunnahkan berdoa dengan mengisyaratkan jari telunjuk. Akan tetapi hadits di atas terjadi pada saat khutbah Jum'at dan bukan berarti hadits tersebut menafikan hadits-hadits yang menganjurkan mengangkat tangan dalam berdoa. [Fathul Bari 11/146-147].

Akan tetapi dalam masalah ini terjadi kekeliruan, sebagian orang ada yang berlebihan dan tidak pernah sama sekali mau meninggalkan mengangkat tangan, dan sebagian yang lainnya tidak pernah sama sekali mengangkat tangan kecuali waktu-waktu khusus saja, serta sebagian yang lain di antara keduanya, artinya mengangkat tangan pada waktu berdoa yang memang dianjurkan dan tidak mengangkat tangan pada waktu berdoa yang tidak ada anjurannya. Imam Al-'Izz bin Abdussalam berkata bahwa tidak dianjurkan mengangkat tangan pada waktu membaca doa iftitah atau doa diantara dua sujud. Tidak ada satu haditspun yang shahih yang membenarkan pendapat tersebut.

Begitupula tidak disunahkan mengangkat tangan tatkala membaca doa tasyahud dan tidak dianjurkan berdoa mengangkat tangan kecuali waktu-waktu yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengangkat tangan. [Fatawa Al-Izz bin Abdussalam hal. 47].

Syaikh Bin Bazz berkata bahwa dianjurkan berdoa mengangkat tangan karena demikian itu menjadi penyebab terkabulnya doa, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Sesungguhnya Tuhan kalian Maha Hidup lagi Maha Mulia, Dia malu kepada hamba-Nya yang mengankat kedua tangannya (meminta-Nya), Dia kembalikan dalam keadaan kosong tidak mendapat apa-apa". [Hadits Riwayat Abu Dawud].

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Sesungguhnya Allah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti memerintahkan kepada para rasul, Allah berfirman.

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah". [Al-Baqarah : 172].

Dan firman Allah : "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [Al-Mukminuun : 51]

Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang lusuh mengangkat kedua tangannya ke arah langit berdoa : 'Ya Rabi, ya Rabbi tetapi makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram serta darah dagingnya tumbuh dari yang haram, bagaimana doanya bisa dikabulkan .?" [Shahih Muslim, kitab Zakat 3/85-86]

Tidak dianjurkan berdoa mengangkat tangan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengangkat kedua tangannya pada waktu berdoa seperti berdoa pada waktu sehabis salam dari shalat, membaca doa di antara dua sujud dan membaca doa sebelum salam dari shalat serta pada waktu berdoa dalam khutbah Jum'at dan Idul fitri, tidak pernah ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat tangan pada waktu waktu tersebut.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah panutan kita dalam segala hal, apa yang ditinggalkan dan apa yang dilaksanakan semuanya suatu yang terbaik buat umatnya, akan tetapi jika dalam khutbah Jum'at khatib membaca doa istisqa', maka dianjurkan mengangkat tangan dalam berdoa sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallah 'alaihi wa sallam. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa', bab Jamaah Mengangkat Tangan Bersama Imam 2/21].

Dianjurkan mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat sunnah tetapi lebih baik jangan rutin melakukannya karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak rutin melakukan perbuatan tersebut dan seandainya demikian, maka pasti kita menemukan riwayat dari beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terlebih para sahabat selalu menyampaikan segala tindakan dan ucapan beliau baik dalam keadaan mukim atau safar.

Adapun hadits yang berbunyi :

"Shalat adalah ibadah yang membutuhkan khusyu' dan berserah diri, maka angkatlah kedua tanganmu dan ucapkanlah : Ya Rabbi, ya Rabbi". [Hadits Dhaif, Fatawa Muhimmmah hal. 47-49].

Dan tidak dianjurkan mengangkat tangan dalam membaca doa thawaf sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkali-kali melakukan thawaf tidak ada satu riwayatpun yang menjelaskan bahwa beliau berdoa mengangkat tangan pada saat thawaf.

Sesuatu yang terbaik adalah mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan sesuatu yang terburuk adalah mengikuti perbuatan bid'ah.

Cara Mengangkat Tangan Dalam Berdoa.

Ibnu Abbas berpendapat bahwa cara mengangkat tangan dalam berdoa adalah kedua tangan diangkat hingga sejajar dengan kedua pundak, dan beristighfar berisyarat dengan satu jari, adapun ibtihal (istighasah) dengan mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. [Sunan Abu Daud, bab Witir, bab Doa 2/79 No. 14950. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud].

Imam Al-Qasim bin Muhammad berkata bahwa saya melihat Ibnu Umar berdoa di Al-Qashi dengan mengangkat tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya dan kedua telapak tangannya dihadapkan ke arah wajahnya. [Dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/147. Dinisbatkan kepada AL-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad tetapi tidak ada].

Ketahuilah Bahwa Doa Istisqa' Memiliki Dua Cara

Pertama.
Mengangkat kedua tangan dan mengarahkan kedua telapak tangan ke wajah, berdasarkan dari Umair Maula Abi Al-Lahm bahwa dia melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa istisqa di Ahjari Zait dekat dengan Zaura' sambil berdiri mengangkat kedua telapak tangannya tidak melebihi di atas kepalanya dan mengarahkan kedua telapak tangan ke arah wajahnya. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Raf'ul Yadain fil Istisqa' 1/303 No. 1168. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 1/226 No. 1035].

Kedua
Mengangkat tagan tinggi-tinggi dan mengarahkan luar telapak tangan ke arah langit dan dalam telapak tangan ke arah bumi. Dari Anas bahwa beliau melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa saat istisqa dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi dan mengarahkan telapak tangan sebelah dalam ke arah bumi hingga terlihat putih ketiaknya. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Raf'ul Yadain fil Istisqa' 1/303 No. 1168. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 1/226 No. 1035].


[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdoa oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 61-69 terbitan Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin Lc]
_________________________________

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanyakan, “Bagaimanakah kaedah (dhobith) mengangkat tangan ketika berdo’a?
Beliau –rahimahullah- menjawab dengan rincian yang amat bagus :

Mengangkat tangan ketika berdo’a ada tiga keadaan :
Pertama, ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Kondisi ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat tangan ketika berdo’a. Contohnya adalah ketika berdo’a setelah shalat istisqo’ (shalat minta diturunkannya hujan). Jika seseorang meminta hujan pada khutbah jum’at atau khutbah shalat istisqo’, maka dia hendaknya mengangkat tangan. Juga contoh hal ini adalah mengangkat tangan ketika berdo’a di Bukit Shofa dan Marwah, berdo’a di Arofah, berdo’a ketika melempar Jumroh Al Ula pada hari-hari tasyriq dan juga Jumroh Al Wustho.

Oleh karena itu, ketika menunaikan haji ada enam tempat untuk mengangkat tangan :
[1] ketika berada di Shofa,
[2] ketika berada di Marwah,
[3] ketika berada di Arofah,
[4] ketika berada di Muzdalifah setelah shalat shubuh,
[5] Di Jumroh Al Ula di hari-hari tasyriq,
[6] Di Jumroh Al Wustho di hari-hari tasyriq.

Kondisi semacam ini tidak diragukan lagi bagi seseorang untuk mengangkat tangan ketika itu karena adanya petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini.

Kedua, tidak ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Contohnya adalah do’a di dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a istiftah : Allahumma ba’id baini wa baina khothoyaya kama ba’adta bainal masyriqi wal maghribi …; juga membaca do’a di antara dua sujud : Robbighfirli; juga berdo’a ketika tasyahud akhir; namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan pada semua kondisi ini. Begitu juga dalam khutbah Jum’at. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a namun beliau tidak mengangkat kedua tangannya kecuali jika meminta hujan (ketika khutbah tersebut).

Barangsiapa mengangkat tangan dalam kondisi-kondisi ini dan semacamnya, maka dia telah terjatuh dalam perkara yang diada-adakan dalam agama (alias bid’ah) dan melakukan semacam ini terlarang.

Ketiga, tidak ada dalil yang menunjukkan mengangkat tangan ataupun tidak. Maka hukum asalnya adalah mengangkat tangan karena ini termasuk adab dalam berdo’a.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesunguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya , lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa..[1]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menceritakan seseorang yang menempuh perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan penuh debu, lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya mengatakan : “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Padahal makanannya itu haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dari yang haram. Bagaimana mungkin do’anya bisa dikabulkan?[2]

Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mengangkat kedua tangan sebagai sebab terkabulnya do’a.

Inilah pembagian keadaan dalam mengangkat tangan ketika berdo’a. Namun, ketika keadaan kita mengangkat tangan, apakah setelah memanjatkan do’a diperbolehkan mengusap wajah dengan kedua tangan?

Yang lebih tepat adalah tidak mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sehabis berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if)[3] yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). Apabila kita melihat seseorang membasuh wajahnya dengan kedua tangannya setelah selesai berdo’a, maka hendaknya kita jelaskan padanya bahwa yang termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak mengusap wajah setelah selesai berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if).
[Liqo’at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin, kaset no. 51]


Muhammad Abduh Tuasikal

Selasa, 18 Januari 2011

Bismillah,

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kesembuhan bisa diperoleh dengan tiga cara: Dengan meminum madu, dengan pembekaman, dengan Kayy (besi panas), dan aku melarang umatku (menggunakan) pengobatan dengan besi panas.” (HR: Al Bukhari no. 5683, Ahmad, Ibnu Majah dan Al Bazzar).

KEUTAMAAN AL QUR’AN :

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…” (QS. Al Isra’: 82). “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada…” (QS. Yunus : 57).

Al Qur’an merupakan penyembuh yang sempurna diantara seluruh obat hati dan juga obat fisik, sekaligus sebagai obat bagi seluruh penyakit dunia dan akhirat. Tidak semua orang mampu dan punya kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan Al Qur’an. Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit, dengan didasari kepercayaan dan keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, terpenuhi syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakitpun yang mampu melawan Al Qur’an untuk selamanya.

Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu akan menentang dan melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika (firman-firman itu) turun ke gunung, maka ia akan memporak-porandakan gunung-gunung tersebut, atau jika turun ke bumi niscaya ia akan membelahnya. Oleh karena itu, tidak ada satu penyakit hati dan penyakit fisikpun melainkan di dalam Al Qur’an terdapat jalan penyembuhannya, sebab kesembuhan, serta pencegahan terhadapnya bagi orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah terhadap Kitab-Nya.

Al Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata :

“Barangsiapa yang tidak dapat disembuhkan oleh Al Qur’an, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak dicukupkan oleh Al Qur’an, maka Allah tidak akan memberikan kecukupan kepadanya.” (Lihat Zaadul Ma’aad karya Ibnul Qayyim, IV/6, IV/352).

KEUTAMAAN RUQYAH :

Pengobatan dengan cara ruqyah juga merupakan pengobatan yang sangat mujarab. Karena, sebuah doa jika tidak ada hal-hal yang menghalangi terkabulnya menjadi sarana yang cocok untuk menolak sesuatu yang kita benci dan mendatangkan apa yang kita harapkan.

Doa juga merupakan obat yang sangat mujarab, apalagi bila disertai ilhah (rengekan agar permintaannya dikabulkan). Doa yang disertai ilhah akan mampu menolak dan menghilangkan musibah atau setidak-tidaknya dapat meringankan. (Lihat kitab Al Jawab Al Kafi, hal 22-25).

Ruqyah juga memiliki khasiat medis yang tidak bisa diabaikan. Penyakit yang diderita seseorang bukan hanya disebabkan oleh sesuatu yang bersifat lahir, namun juga sesuatu yang bersifat tersembunyi. Maka pengobatan ruqyah merupakan cara terbaik untuk membersihkan tubuh seseorang dari segala pengaruh buruk yang timbul akibat gangguan setan, sihir, ‘ain (pandangan mata jahat), kesurupan jin, sengatan binatang berbisa, dll.

KEUTAMAAN MADU :

Allah Azza Wa Jalla berfirman:

“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS. An Nahl: 69).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat: madu dan Al Qur’an.” (HR: Ibnu Majah dan Al Hakim dalam Shahih-nya).

Manfaat Madu :

- Mengobati perut melilit atau buang-buang air (HR: Al Bukhari, Muslim),

- membaguskan hafalan (Ibnul Jarir, Az Zuhri),

- menghilangkan kotoran pada usus dan pembuluh darah,

- menetralisir kelembaban tubuh

- Mencuci lambung,

- membersihkan lever,

- memperlancar buang air kecil dan mengobati batuk berdahak (Ibnul Qayyim).

- Juga dapat menyembuhkan Osteoporosis (tulang kropos),

- gangguan pencernaan,

- radang tenggorokan,

- migraine,

- pembersih muka (masker),

- jantung,

- pertumbuhan gigi,

- sulit tidur,

- luka bakar,

- anemia,

- meningkatkan daya tahan tubuh,

- keputihan,

- gatal-gatal/alergi,

- menambah nafsu makan,

- sariawan,

- menguatkan kandungan ibu hamil,

- melancarkan buang air kecil,

- menguatkan fungsi ginjal,

- menormalkan tekanan darah,

- menyuburkan peranakan, dll.

KEUTAMAAN HABBATUS SAUDA’ :

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Hendaknya kalian mengkonsumsi Habbatus sauda’ (jintan hitam). Karena Habbatus sauda’ mengandung obat untuk segala jenis penyakit, kecuali As Saam (kematian).” (HR: Al Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Hibban).

Menurut Ibnul Qayyim al Jauzi, manfaat Habbatus Sauda' : Dapat membunuh bakteri, menghilangkan penyakit alopecia, kusta, demam, batuk berdahak, maag, nyeri haid, ASI tidak normal, dll. Selain itu juga dapat menyembuhkan penyakit liver, Ginjal, Tumor, Asam Urat, Kanker , Sakit gigi, Diabetes, Keputihan, ostereoporosis (Rapuh tulang), Paru-paru Rheumatik, penguat system kekebalan tubuh, membuang racun dalam tubuh, menghilangkan/mengurangi alergi, asma, bronchitis, memecah batu ginjal, memacu pertumbuhan rambut dan mencegah kerontokan, memperlambat proses penuaan sel, menormalkan tekanan darah, memperkuat daya konsentrasi, menyembuhkan impotensi, menyeimbangkan hormone, dll.

Kandungan Habbatus Sauda :

Crystalline Nigellone dan Arginine, Asam Alfa Linolenic dan Asam Linoleic, Karotin, 15 macam asam amino Protein, Karbohidrat, minyak Olatile, Kalsium, Sodium, Potasium, Magnesium, Selenium, Zat Besi, Vitamin A, B1, B2, B6, C, E, dan Niacin.

KEUTAMAAN AIR ZAM-ZAM :

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Air Zamzam itu penuh berkah. Ia merupakan makanan yang mengenyangkan (dan obat bagi penyakit).” (HR: Muslim IV/1922 no. 2473, Al Bazzar, Al Baihaqi dan Ath Thabrani).

“Air Zamzam tergantung kepada tujuan diminumnya.” (HR: Ahmad III/357, 372, Ibnu Majah no.3062 dan lainnya).

Sesungguhnya rasa dahaga di hari kiamat/padang mahsyar sangat dahsyat. Doa Abdullah ibnu Al Mubarak (wafat 181 H/798 M) ketika minum air zam-zam : "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari rasa haus/dahaga di hari qiamat nanti" [HASAN SHAHIH. diriwayatkan oleh Al Baihaqi, dalam As Syu'ab (4128)]

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah membawa air zamzam (didalam tempat-tempat air) dan ghirbah (tempat air dari kulit binatang), beliau menyiramkan dan meminumkannya kepada orang-orang yang sakit.” (HR: At Tirmidzi dan Baihaqi, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahihah no. 883).

KEUTAMAAN BEKAM ( HIJAMAH ) :

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian lakukan untuk mengobati penyakit adalah dengan melakukan bekam.” (HR: Abu Dawud no. 3857, Ibnu Majah no. 3476, Al Hakim IV/410, Ahmad II/342 dari Abu Hurairah r.a).

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan ketika beliau di Isra’kan, tidaklah beliau melewati sekumpulan Malaikat, melainkan mereka meminta kami, “Perintahkanlah ummatmu untuk berbekam.” (HR: At Tirmidzi).

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa berbekam pada hari ketujuhbelas, sembilan belas, dan dua puluh satu (tahun Hijriyyah), maka ia akan sembuh dari segala macam penyakit.” (Shahih Sunan Abi Dawud, II/732).

Manfaat Bekam :

Dapat menyembuhkan Rabun mata dan Vertigo, penyakit yang berhubungan dengan otak, gemetaran, ketakutan dalam tidur, konjungtivitis, katarak, kudis, mata berair, mata bengkak, luka sariawan, koreng bintik-bintik, exophthalmos, pelebaran pupil mata, koreng di kepala, mengompol, mimisan, telinga bengkak, bisul, sinusitis, sakit gigi dan linu gigi geraham, pendarahan di rahim, encok, rambut rontok, rabies, dll.

KEUTAMAAN SIWAK :

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Kalau bukan karena memberatkan ummatku, pasti sudah kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR: Al Bukhari dan Muslim).

“Bersiwak itu adalah cara mensucikan mulut dan mendapatkan keridhaan Allah.” (HR: Al Bukhari).

Manfaat Siwak :

Mengharumkan mulut, menguatkan gusi, menghilangkan dahak, mempertajam pandangan mata, menghilangkan gigi keropos, menyehatkan lambung, menjernihkan suara, membantu pencernaan, mempermudah bicara, memberi semangat dalam membaca, berdzikir dan shalat, mengusir kantuk , membuat Allah ridha, mengagumkan para Malaikat dan memperbanyak amal kebaikan. (Ibnul Qayyim).

KEUTAMAAN MINYAK ZAITUN :

Allah Azza wa Jalla berfirman : “…yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon Zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api…” (QS. An Nur:35).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Konsumsilah minyak Zaitun dan gunakan sebagai minyak rambut, karena minyak Zaitun dibuat dari pohon yang penuh dengan berkah.” (HR: At Tirmidzi dan Ibnu Majah).

“Gunakanlah minyak Zaitun sebagai lauk dan gunakanlah sebagai minyak rambut karena ia berasal dari pohon yang penuh dengan berkah.” (HR: Al Baihaqi dan Ibnu Majah).

Manfaat minyak Zaitun :

Mempercepat penyembuhan luka bakar, melindungi luka dari bakteri, mencegah rontoknya rambut, menghilangkan gatal-gatal, menurunkan kolesterol, menguatkan kandung empedu, menurunkan kadar gula/diabetes, menurunkan asam lambung, menghilangkan flek dan kerut wajah, melindungi dari bakteri, mencegah rontoknya rambut, memberikan vitamin pada kulit, mencegah kulit kering, melembutkan, menghaluskan, mengencangkan kulit, dll.

KEUTAMAAN CELAK ( BATU ITSMID ) :

Dari Salim, dari ayahnya secara marfu’:

“Gunakanlah Itsmid, karena Itsmid bisa menjernihkan pandangan mata dan menumbuhkan bulu mata.” (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Hakim, shahih dan disepakati oleh Adz Dzahabi).

Sementara dalam kitab Abu Nu’aim ada tambahan “…menghilangkan kotoran.” (Riwayat Ath Thabrani dan Ibnu Abi Ashim dari Ali, dan sanadnya hasan).

Dari Ibnu Abbas secara marfu’, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Celak yang terbaik bagi kalian adalah itsmid. Karena itsmid dapat menjernihkan penglihatan dan menumbuhkan rambut.” (HR: At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Hakim. Dihasankan oleh Tirmidzi).

Manfaat Celak :

Menjaga kesehatan mata, memperkuat cahaya penglihatan, menjernihkan mata, memperlembut materi busuk yang ada dalam mata serta memaksannya keluar, penghias mata. Bila dipakai sebelum tidur, dapat menyelimuti kelopak mata, menenangkan mata dan memelihara kealamiannya. (Lihat Thibbun Nabawi oleh Ibnul Qayyim).

KEUTAMAAN PARFUM ( WANGI-WANGIAN ) :

“Bahwasanya Rasulullah tidak pernah menolak wangi-wangian.” (Shahih Al Bukhari).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang ditawari wewangian, janganlah ia menolaknya. Karena wewangian itu semerbak baunya namun ringan dibawa kemana-mana.” (Shahih Muslim).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Dari dunia kalian, yang kusukai adalah wanita dan minyak wangi. Namun yang menjadi tambatan hatiku adalah shalat.”

Manfaat wewangian :

Disukai malaikat dan dibenci setan, disukai oleh ruh yang baik dan dibenci oleh ruh yang jelek, mengikuti sunah Rasulullah dan para Nabi, dapat membersihkan otak, jantung serta seluruh organ tubuh bagian dalam, menggembirakan hati, menyenangkan jiwa, memberi kesegaran ruhani, melambangkan kebersihan dan keindahan, dll.

KEUTAMAAN GURAH :

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Cara pengobatan yang terbaik buat kalian adalah bekam dan qisth laut. Janganlah kalian menyiksa anak-anak kalian dengan membiarkan mereka terkena penyakit udzrah.” (Hadits Shahih, dalam Thibbun Nabawi oleh Ibnul Qayyim).

“Celaka kalian. Janganlah kalian bunuh anak-anak kalian. Wanita manapun yang anaknya terkena penyakit udzrah atau sakit di kepalanya hendaknya mencari qisth India, dicampur dengan air lalu digunakan sebagai gurah.” (HR: Ahmad, Hakim, Abu Ya’la, dan Al Bazzar. Rawi-rawinya shahih).

Qisth laut ada dua macam, Qisth India dan Qisth Cina.

Jenis ini merupakan obat kuno yang senantiasa dipergunakan di India hingga saat ini untuk mengobati pusing, flu dan sebagian penyakit asma dengan cara menggurah.

Udzrah adalah sejenis penyakit yang menyerang tenggorokan akibat darah yang bergejolak.

Gurah adalah sejenis obat yang diteteskan ke dalam hidung. Terkadang berasal dari satu jenis dan terkadang merupakan ramuan. Baru kemudian digunakan bila diperlukan.

Caranya adalah dengan dicekokkan ke dalam hidung seseorang dengan berbaring, sehingga obat gurah itu bisa langsung masuk ke otak, lalu penyakitnya akan dikeluarkan melalui bersin atau semburan hidung. (Lihat kitab Thibbun Nabawi oleh Ibnul Qayyim).

Manfaat Gurah :

Dapat mengeluarkan lendir kotor, kuman penyakit, racun (kopi, rokok, alcohol,nikotin, dll), membersihkan saluran pernafasan, pencernaan dan darah, membuat suara menjadi keras, nyaring, panjang, merdu, halus, bersih, dll. Juga dapat menambah volume paru-paru, memanjangkan nafas, menyembuhkan penyakit TBC, Asma, sesak nafas, mengguk, sakit kepala, migraine, pusing, stress, Flu, pilek, alergi debu, dll.

KEUTAMAAN KURMA ( AJWAH ) :

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Barangsiapa yang mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah di pagi hari (dalam riwayat lain : tujuh butir kurma Al Aliyyah), pada hari itu ia tidak akan terganggu oleh racun ataupun sihir.” (Hadits Shahih riwayat Al Bukhari dan Muslim).

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Kurma Ajwa itu berasal dari surga. Ia adalah obat dari racun, seperti jamur truffle, airnya adalah obat penyakit mata.” (HR: An Nasa’i, dan ibnu Majah dari Jabir dan Abu Said).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Rumah yang tidak ada kurma di dalamnya,akan membikin lapar penghuninya.” (Hadits Shahih, lihat kitab Thibbun Nabawi oleh Ibnul Qayyim).

Manfaat Kurma :

Memiliki kandungan hormonoxotosine yang dapat membantu proses persalinan, mengandung hormone extrogene yang memiliki fungsi krusial untuk membantu kerja khusus setiap anggota tubuh yaitu : tulang, payudara, kulit, mulut rahim, horman FSH, pembentukan tubuh yang yang mengurangi kerapuhan tulang, menyeimbangkan ion dan garam dalam tubuh, membantu produksi spermatozoid bagi laki-laki, menyeimbangkan kolesterol, membersihkan rahim, dll.

KEUTAMAAN SUSU / ASI :

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. An Nahl: 66).

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya…” (QS. Muhammad : 15).

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh…” (QS. Al Baqarah: 233).

Keutamaan ASI daripada air susu lainnya :

ASI lebih bersih dan steril, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas, tidak rusak meski disimpan dalam waktu yang cukup lama (dalam tetek ibunya), sesuai lambung sang anak yang menyusu, memberikan antibody bagi anak, mencegah kegemukan bagi anak dan ibunya, menumbuhkan ikatan batin dan kasih sayang antara anak dan ibunya, dll. Keutamaan susu kambing, sapi dan unta : Mengandung vitamin A, vitamin D, Choline, Calcium, Phosphate. Bahan tersebut sangat berguna bagi pertumbuhan fisik dan kesehatan badan.

KEUTAMAAN HINNA ( INAI / PACAR ) :

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Abu Dawud, bahwa setiap kali ada orang yang datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan sakit di kepalanya, pasti beliau bersabda : “Bekamlah!” Dan setiap kali orang menceritakan sakit di kakinya kepada beliau, beliau berkata: “Gunakan inai untuk membalutnya.” (HR: Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Al Hakim, Al Bukhari dalam Tarikh-nya).

Nabi pernah terkena penyakit pusing sehingga terpaksa melumuri kepalanya dengan inai. Beliau bersabda: “Insya Allah, obat ini berkhasiat menghilangkan pusing.” (HR: Ibnu Majah, masih disangsikan keshahihannya).

Manfaat inai:

Memperindah, mengkilatkan, mewarnai jari-jari, kuku, rambut, kulit, menumbuhkan dan menguatkan rambut, menghilangkan jerawat di kaki, betis dan seluruh tubuh, menyembuhkan koreng, cacar air, sakit pinggang, luka bakar, pusing/sakit kepala, migraine, dll.

KEUTAMAAN JAHE ( JANZABIL ) :

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe.” (QS. Insan: 17). Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa ia menceritakan: “Raja Romawi pernah menghadiahkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam satu karung jahe. Beliau memberikan kepada setiap orang satu potong untuk dimakan, dan aku juga mendapatkan satu potong untuk kumakan.” (HR: Abu Nu’aim dalam kitab Ath Thibb An Nabawi).

Manfaat Jahe: Dapat menghangatkan tubuh, membantu pencernaan, melunakkan makanan, mengatasi penyumbatan lever, mengatasi angin duduk, menambah hormone, menghilangkan dahak, menambah daya hafal, mengharumkan bau mulut, meningkatkan gairah seksual, menghambat ejakulasi dini, menguatkan fungsi paru-paru, menghilangkan pegel dan linu-linu, menghilangkan mual dan kembung, mencegah batuk, pilek, asma dingin, melancarkan buang air besar/kecil.

By: Maktabah Salman, Bojong Gede, Bogor

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=382533681711

Read more: http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/keajaiban-pengobatan-nabi-thibbun.html#ixzz1BL5c4fpK

KEBOHONGAN TUDUHAN WAHABI TERHADAP DAKWAH AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH

بسم الله الرحمن الرحيم

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسانٍ إلى يوم الدين.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ...وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فإن أصدقَ الحديث كتاب الله وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم وشرَّ الأمور محدثاتها وكلَّ محدثة بدعة وكلَّ بدعة ضلالة وكلَّ ضلالة في النار، أما بعد ؛

Pertama dan utama sekali kita ucapkan puji syukur kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga pada kesempatan yang sangat berbahagia ini kita dapat berkumpul dalam rangka menambah wawasan keagamaan kita sebagai salah satu bentuk aktivitas ‘ubudiyah kita kepada-Nya. Kemudian salawat beserta salam buat Nabi kita Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah bersusah payah memperjuangkan agama yang kita cintai ini, untuk demi tegaknya kalimat tauhid di permukaan bumi ini, begitu pula untuk para keluarga dan sahabat beliau beserta orang-orang yang setia berpegang teguh dengan ajaran beliau sampai hari kemudian.

Selanjutnya tak lupa ucapan terima kasih kami aturkan untuk para panitia yang telah memberi kesempatan dan mempercayakan kepada kami untuk berbicara di hadapan para hadirin semua pada kesempatan ini, serta telah menggagas untuk terlaksananya acara tabliq akbar ini dengan segala daya dan upaya semoga Allah menjadikan amalan mereka tercatat sebagai amal saleh di hari kiamat kelak, amiin ya Rabbal ‘alamiin.

Dalam kesempatan yang penuh berkah ini, panitia telah mempercayakan kepada kami untuk berbicara dengan topik: Apa Wahabi Itu?, semoga Allah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut.

Pertanyaan yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang, jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:

  • Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan wahabi.
  • Kepada siapa ditujukan tuduhan wahabi tersebut diarahkan?.
  • Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap sebagai wahabi.
  • Bukti kebohongan tuduhan wahabi terhadap dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
  • Ringkasan dan penutup.

Keadaan yang Melatar Belakangi Munculnya Tuduhan Wahabi

Para hadirin yang kami hormati, dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut, sekaligus kita akan mengerti apa yang melatarbelakanginya. Yang ingin kita tinjau di sini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum, aspek aqidah secara khusus.

Dari segi aspek politik Jazirah Arab berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah, terlebih khusus daerah Nejd, perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu, sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama.

Para penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata, jadi mereka sangat marah bila ada kekuatan atau dakwah yang dapat akan menggoyang kekuasaan mereka, begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka, akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti tentang aqidah dan agama dengan benar, dari sini mereka sangat hati-hati bila ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau agama yang benar.

Dari segi aspek agama, pada abad (12 H / 17 M) keadaan beragama umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam itu sendiri, terutama dalam aspek aqidah, banyak sekali di sana sini praktek-praktek syirik atau bid’ah, para ulama yang ada bukan berarti tidak mengingkari hal tersebut, tapi usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas, atau hilang ditelan oleh arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang karena jumlah mereka yang begitu banyak di samping pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syirik dan bid’ah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu, sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di tengah-tengah sebagian umat Islam, barangkali negara kita masih dalam proses ini, di mana aliran-aliran sesat dijadikan segi batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik.

Pada saat itu di Nejd sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sangat menonjol hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa di masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah, dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum muslimin, sehingga praktek-praktek syirik terjadi di sana sini seperti meminta ke kuburan wali-wali, atau meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sesajian, atau mempercayai dukun, tukang tenung dan peramal. Salah satu daerah di Nejd, namanya kampung Jubailiyah di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab (saudara Umar bin Khaththab) yang syahid dalam perperangan melawan Musailamah Al Kadzab, manusia berbondong-bondong ke sana untuk meminta berkah, untuk meminta berbagai hajat, begitu pula di kampung ‘Uyainah terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan, para manusia juga mencari berkah ke situ, termasuk para kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta ke sana.

Adapun daerah Hijaz (Mekkah dan Madinah) sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut ilmu. Di sini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah, menembok serta membangun kubah-kubah di atas kuburan serta berdoa di sana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dsb (lihat pembahasan ini dalam kitabRaudhatul Afkar karangan Ibnu Qhanim). Begitu pula halnya dengan negeri-negeri sekitar hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut, ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi dari apa yang terjadi di Jazirah Arab.

Hal ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya al-Qawa’id Arba’: “Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu, kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, akan tetapi mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya, sedangkan kesyirikan pada zaman kita senantiasa pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya.” Dalilnya firman Allah:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Maka apabila mereka menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama padanya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, seketika mereka kembali berbuat syirik.” (QS. al-Ankabut: 65)

Dalam ayat ini Allah terangkan bahwa mereka ketika berada dalam ancaman bencana yaitu tenggelam dalam lautan, mereka berdoa hanya semata kepada Allah dan melupakan berhala atau sesembahan mereka baik dari orang sholeh, batu dan pepohonan, namun saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat syirik. Tetapi pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat.

Dalam keadaan seperti di atas Allah membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin kepada Agama yang benar, bersih dari kesyirikan dan bid’ah.

Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:

« إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا »

“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat ini agamanya.” (HR. Abu Daud no. 4291, Al Hakim no. 8592)

Pada abad (12 H / 17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejd, yaitu: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Dari Kabilah Bani Tamim.

Yang pernah mendapat pujian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: “Bahwa mereka (yaitu Bani Tamim) adalah umatku yang terkuat dalam menentang Dajjal.” (HR. Bukhari no. 2405, Muslim no. 2525)

tepatnya tahun 1115 H di ‘Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga ulama, kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang terkemuka di negeri Nejd, belum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal al-Qur’an, ia memulai pertualangan ilmunya dari ayah kandungnya dan pamannya, dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi beliau berpetualang ke berbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah Basrah dan Hijaz, sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu yang mana mereka membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan dakwah.

Hal ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya Ushul Tsalatsah: “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah; pertama Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal nabinya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil”. Kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah, beliau sebutkan ungkapan Imam Bukhari: “Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal, dalilnya firman Allah yang berbunyi:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

“Ketahuilah sesungguhnya tiada yang berhak disembah kecuali Allah dan minta ampunlah atas dosamu.” Maka dalam ayat ini Allah memulai dengan perintah ilmu sebelum berbicara dan beramal”.

Setelah beliau kembali dari pertualangan ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung Huraimilak di mana ayah kandung beliau menjadi Qadhi (hakim). Selain berdakwah, beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri, setelah ayah beliau meninggal tahun 1153, beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid, ternyata kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk dakwah, selanjut beliau berpindah ke ‘Uyainah, ternyata penguasa ‘Uyainah saat itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa, namun akhirnya penguasa ‘Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak, akhirnya beliau berpindah lagi dari ‘Uyainah ke Dir’iyah, ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau, termasuk sebagian di antara murid beliau keluarga penguasa Dir’iyah, akhirnya timbul inisiatif dari sebagian dari murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’yah tentang kedatangan beliau, maka dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat di mana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menumpang, maka di situ terjalinlah perjanjian yang penuh berkah bahwa di antara keduanya berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah. Dengan mendengar adanya perjanjian tersebut mulailah musuh-musuh Aqidah kebakaran jenggot, sehingga mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad bin Saud, dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah tauhid.

Kepada Siapa Dituduhkan Gelar Wahabi Tersebut

Karena hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar mereka para musuh dakwah tidak mampu lagi untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Diantar fitnah yang tersebar adalah sebutan wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan onak duri dalam menelapaki perjalanan dakwah.

Sebagaimana telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau Kasyfus Syubuhaat: “Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah subhaanahu wa ta’ala, tidak diutus seorang nabi pun dengan tauhid ini, melainkan Allah menjadikan baginya musuh-musuh, sebagaimana firman Allah:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah sebagai tipuan.” (QS. al-An-’am: 112)

Bila kita membaca sejarah para nabi tidak seorang pun di antara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya, bahkan di antara mereka ada yang dibunuh, termasuk Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dari tanah kelahirannya, beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir dan penyair, begitu pula pera ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjarakan, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka di hadapan manusia, supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.

Hal ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim: “Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian, saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim (seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian, lalu sebagian di antara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis, yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya, bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku, seperti tuduhannya:

  • Bahwa saya mengingkari kitab-kitab mazhab yang empat.
  • Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu.
  • Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
  • Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana.
  • Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang saleh (yang masih hidup -ed).
  • Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang ada di atas kuburan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Bahwa saya pernah berkata, jika saya mampu saya akan ganti pancuran ka’bah dengan pancuran kayu.
  • Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
  • Bahwa saya mengkafirkan orang bersumpah dengan selain Allah.
  • Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah: sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata. Lalu beliau tutup dengan firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepada kamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kalian tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan.” (QS. al-Hujuraat: 6) (baca jawaban untuk berbagai tuduhan di atas dalam kitab-kitab berikut, 1. Mas’ud an-Nadawy, Muhammad bin Abdul Wahab Muslih Mazlum, 2. Abdul Aziz Abdul Lathif, Da’awy Munaawi-iin li Dakwah Muhammad bin Abdil Wahab, 3. Sholeh Fauzan, Min A’laam Al Mujaddidiin, dan kitab lainnya)

Pokok-Pokok Landasan Dakwah yang Dicap Sebagai Wahabi

Pokok landasan dakwah yang utama sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran syirik dan bid’ah, terutama dalam mengkultuskan para wali, dan kuburan mereka, hal ini akan nampak jelas bagi orang yang membaca kitab-kitab beliau, begitu pula surat-surat beliau (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kita Majmu’ Muallafaat Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3).

Dalam sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim, beliau paparkan aqidah beliau dengan jelas dan gamblang, ringkasannya sebagaimana berikut: “Saya bersaksi kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada anda semua:

  • Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dari beriman kepada Allah dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada takdir baik dan buruk.
  • Termasuk dalam beriman kepada Allah adalah beriman dengan sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya tanpa tahriif (mengubah pengertiannya) dan tidak pula ta’tiil (mengingkarinya). Saya berkeyakinan bahwa tiada satupun yang menyerupai-Nya. Dan Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk (Musabbihah atau Mujassimah))
  • Saya berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu adalah kalamullah yang diturunkan, ia bukan makhluk, datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
  • Saya beriman bahwa Allah itu berbuat terhadap segala apa yang dikehendaki-Nya, tidak satupun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya, tiada satupun yang keluar dari kehendak-Nya.
  • Saya beriman dengan segala perkara yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah mati, saya beriman dengan azab dan nikmat kubur, tentang akan dipertemukannya kembali antara ruh dan jasad, kemudian manusia dibangkit menghadap Sang Pencipta sekalian alam, dalam keadaan tanpa sandal dan pakaian, serta dalam keadaan tidak bekhitan, matahari sangat dekat dengan mereka, lalu amalan manusia akan ditimbang, serta catatan amalan mereka akan diberikan kepada masing-masing mereka, sebagian mengambilnya dengan tangan kanan dan sebagian yang lain dengan tangan kiri.
  • Saya beriman dengan telaga Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Saya beriman dengan shirat (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahanam, manusia melewatinya sesuai dengan amalan mereka masing-masing.
  • Saya beriman dengan syafa’at Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Dia adalah orang pertama sekali memberi syafa’at, orang yang mengingkari syafa’at adalah termasuk pelaku bid’ah dan sesat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
  • Saya beriman dengan surga dan neraka, dan keduanya telah ada sekarang, serta keduanya tidak akan sirna.
  • Saya beriman bahwa orang mukmin akan melihat Allah dalam surga kelak.
  • Saya beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah penutup segala nabi dan rasul, tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengan kenabiannya dan kerasulannya. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengaku sebagai nabi atau tidak memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. bahkan beliau mengarang sebuah kitab tentang sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdengan judul Mukhtashar sirah Ar Rasul, bukankah ini suatu bukti tentang kecintaan beliau kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.)
  • Saya mencintai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula para keluarga beliau, saya memuji mereka, dan mendoakan semoga Allah meridhai mereka, saya menutup mulut dari membicarakan kejelekan dan perselisihan yang terjadi antara mereka.
  • Saya mengakui karamah para wali Allah, tetapi apa yang menjadi hak Allah tidak boleh diberikan kepada mereka, tidak boleh meminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari karamah atau tidak menghormati para wali)
  • Saya tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan muslim yang melakukan dosa, dan tidak pula menguarkan mereka dari lingkaran Islam. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau mengkafirkan kaum muslimin, atau berfaham khawarij, baca juga Manhaj syeikh Muhammad bin Abdul Wahab fi masalah at takfiir, karangan Ahmad Ar Rudhaiman)
  • Saya berpandangan tentang wajibnya taat kepada para pemimpin kaum muslimin, baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim, selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menganut faham khawarij (teroris))
  • Saya berpandangan tentang wajibnya menjauhi para pelaku bid’ah, sampai ia bertaubat kepada Allah, saya menilai mereka secara lahir, adapun amalan hati mereka saya serahkan kepada Allah.
  • Saya berkeyakinan bahwa iman itu terdiri dari perkataan dengan lidah, perbuatan dengan anggota tubuh dan pengakuan dengan hati, ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Bukti Kebohongan Tuduhan Wahabi Tehadap Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah

Dengan membandingkan antara tuduhan-tuduhan sebelumnya dengan aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kita sebutkan di atas, tentu dengan sendirinya kita akan mengetahui kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut.

Tuduhan-tuduhan bohong tersebut disebar luaskan oleh musuh dakwah Ahluss sunnah ke berbagai negeri Islam, sampai pada masa sekarang ini, masih banyak orang tertipu dengan kebohongan tersebut. sekalipun telah terbukti kebohongannya, bahkan seluruh karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan tersebut.

Kita ambil contoh kecil saja dalam kitab beliau “Ushul Tsalatsah” kitab yang kecil sekali, tapi penuh dengan mutiara ilmu, beliau mulai dengan menyebutkan perkataan Imam Syafi’i, kemudian di pertengahannya beliau sebutkan perkataan Ibnu Katsir yang bermazhab syafi’i jika beliau tidak mencintai para imam mazhab yang empat atau hanya berpegang dengan mazhab Hambali saja, mana mungkin beliau akan menyebutkan perkataan mereka tersebut.

Bahkan beliau dalam salah satu surat beliau kepada salah seorang kepala suku di daerah Syam berkata: “Saya katakan kepada orang yang menentangku, sesungguhnya yang wajib atas manusia adalah mengikuti apa yang diwasiatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bacalah buku-buku yang terdapat pada kalian, jangan kalian ambil dari ucapanku sedikitpun, tetapi apabila kalian telah mengetahui perkataan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam kitab kalian tersebut maka ikutilah, sekalipun kebanyakan manusia menentangnya.” (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafaat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3)

Dalam ungkapan beliau di atas jelas sekali bahwa beliau tidak mengajak manusia kepada pendapat beliau, tetapi mengajak untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Para ulama dari berbagai negeri Islam pun membantah tuduhan-tuduhan bohong tersebut setelah mereka melihat secara nyata dakwah yang beliau tegakkan, seperti dari daerah Yaman Imam Asy Syaukani dan Imam As Shan’any, dari India Syekh Mas’ud An-Nadawy, dari Irak Syaikh Muahmmad Syukri Al Alusy.

Syaikh Muhammad Syukri Al Alusy berkata setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebar oleh musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya: “Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah dan dusta semata dari musuh-musuh mereka, dari golongan pelaku bid’ah dan kesesatan, bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua.” (al Alusy, Tarikh Nejd, hal: 40)

Begitu pula Syaikh Mas’ud An-Nadawy dari India berkata: “Sesungguhnya kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdu Wahhab adalah penamaannya dengan wahabi, tetapi orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di luar Islam, lalu Inggris dan turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan, yang mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka, mereka lalu menghubungkannya dengan wahabi, sekalipun keduanya saling bertentangan.”(Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhluum, hal: 165)

Begitu pula Raja Abdul Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jamaah haji tgl 11 Mei 1929 M dengan judul “Inilah Aqidah Kami”: “Mereka menamakan kami sebagai orang-orang wahabi, mereka menamakan mazhab kami wahabi, dengan anggapan sebagai mazhab khusus, ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, dan kami bukanlah pengikut mazhab dan aqidah baru, Muhammad bin Abdul Wahab tidak membawa sesuatu yang baru, aqidah kami adalah aqidah salafus sholeh, yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan salafus sholeh. Kami memuliakan imam-imam yang empat, kami tidak membeda-bedakan antara imam-imam; Malik, Syafi’i , Ahmad dan Abu Hanifah, seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah fikih berpegang dengan mazhab hambaly.” (al Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz, hal: 216)

Dari sini terbukti lagi kebohongan dan propaganda yang dibuat oleh musuh Islam dan musuh dakwah Ahlussunnah bahwa teroris diciptakan oleh wahabi. Karena seluruh buku-buku aqidah yang menjadi pegangan di kampus-kampus tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris (Khawarij dan Mu’tazilah). Begitu pula tuduhan bahwa Mereka tidak menghormati para wali Allah atau dianggap membikin mazhab yang kelima. Pada kenyataannya semua buku-buku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah buku-buku para wali Allah dari berbagai mazhab. Pembicara sebutkan di sini buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah.

  • Untuk mata kuliah Aqidah: kitab “Syarah Aqidah Thawiyah” karangan Ibnu Abdil ‘iz Al Hanafi, “Fathul Majiid” karangan Abdurahman bin Hasan Al hambaly. Ditambah sebagai penunjang, “Al Ibaanah karangan Imam Abu Hasan Al Asy’ari, “Al Hujjah” karangan Al Ashfahany Asy Syafi’i, “Asy Syari’ah”karangan Al Ajurry, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Khuzaimah, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Mandah, dll.
  • Untuk mata kuliyah Tafsir: Tafsir Ibnu Katsir Asy Syafi’i, Tafsir Asy Syaukany. Ditambah sebagai penunjang: Tafsir At Thobary, Tafsir Al Qurtuby Al Maliky,Tafsir Al Baghawy As Syafi’i, dan lainnya.
  • Untuk mata kuliyah Hadits: Kutub As Sittah beserta Syarahnya seperti: “Fathul Bary” karangan Ibnu Hajar Asy Syafi’i, “Syarah Shahih Muslim” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, dll.
  • Untuk mata kuliyah fikih: “Bidayatul Mujtahid” karangan Ibnu Rusy Al maliky,“Subulus Salam” karangan Ash Shan’any. Ditambah sebagai penunjang: “al Majmu’” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, kitab “Al Mughny” karangan Ibnu Qudamah Al Hambali, dll. Kalau ingin untuk melihat lebih dekat lagi tentang kitab-kitab yang menjadi panduan mahasiswa di Arab Saudi silakan berkunjung ke perpustakaan Universitas Islam Madinah atau perpustakaan mesjid Nabawi, di sana akan terbukti segala kebohongan dan propaganda yang dibikin oleh musuh Islam dan kelompok yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah seperti tuduhan teroris dan wahabi.

Selanjutnya kami mengajak para hadirin semua apabila mendengar tuduhan jelek tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, atau membaca buku yang menyebarkan tuduhan jelek tersebut, maka sebaiknya ia meneliti langsung dari buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau buku-buku ulama yang seaqidah dengannya, supaya ia mengetahui tentang kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut, sebagaimana perintah Allah kepada kita:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bila seorang fasik datang kepadamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kamu tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan, sehingga kamu menjadi menyesal terhadap apa yang kamu lakukan.”

Karena buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bisa didapatkan dengan sangat mudah terlebih-lebih pada musim haji dibagikan secara gratis, di situ akan terbukti bahwa beliau tidak mengajak kepada mazhab baru atau kepercayaan baru yang menyimpang dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah, namun semata-mata ia mengajak untuk beramal sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, meneladani Rasulullah dan para sahabatnya serta generasi terkemuka umat ini, serta menjauhi segala bentuk bid’ah dan khurafat.

Ringkasan Dan Penutup

Ringkasan:

  • Seorang da’i hendaklah membekali dirinya dengan ilmu yang cukup sebelum terjun ke medan dakwah.
  • Seorang da’i hendaklah memulai dakwah dari tauhid, bukan kepada politik, selama umat tidak beraqidah benar selama itu pula politik tidak akan stabil.
  • Seorang da’i hendaklah sabar dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantang dalam menegakkan dakwah.
  • Seorang da’i yang ikhlas dalam dakwahnya harus yakin dengan pertolongan Allah, bahwa Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya.
  • Tuduhan wahabi adalah tuduhan yang datang dari musuh dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dengan tujuan untuk menghalangi orang dari mengikuti dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
  • Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sebagai pembawa aliran baru atau ajaran baru, tetapi seorang yang berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
  • Perlunya ketelitian dalam membaca atau mendengar sebuah isu atau tuduhan jelek terhadap seseorang atau suatu kelompok, terutama merujuk pemikiran seseorang tersebut melalui tulisan atau karangannya sendiri untuk pembuktian berbagai tuduhan dan isu yang tersebar tersebut.

Penutup

Sebagai penutup kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini, semua itu adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki, semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi hadirin semua, semoga Allah memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar, kemudian menuntun kita untuk mengikuti kebenaran itu, dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah, dan menjauhkan kita dari mengikuti yang salah itu.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت وأستغفرك وأتوب إليك.

*) Penulis adalah Rektor Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur

***

Disampaikan dalam tabligh Akbar 21 Juli 2005 di kota Jeddah, Saudi Arabia

Oleh: Ustadz DR. Ali Musri SP *