Senin, 17 Januari 2011

RUKUN-RUKUN SHALAT

Oleh: Hafiz Achmed

Rukun – rukun shalat adalah ucapan dan perbuatan yang darinya tersusun hakikat dan inti shalat. Jika salah satu rukun tidak terpenuhi, berarti belum dikatakan shalat dan belum disebut shalat secara syar’i serta tidak bisa digant...i dengan melakukan sujud sahwi.


Barangsiapa meninggalkan rukun shalat dengan sengaja, maka shalatnya batal atau tidak sah menurut kesepakatan ulama (Ibnu Abidin I/297, ad Dasuqi I/239 dan Kayfu al Qanna I/385).

Rukun – rukun shalat adalah sebagai berikut :

(1) Takbiratul Ihram
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Miftaahush shalaatith thaHuuru watahriimuHat takbiiru wa tahliiluHat tasliimu” yang artinya “Kunci Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam” (HR. Ibnu Majah no. 270, Abu Dawud no. 61 dan at Tirmidzi no. 3, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih Sunan Ibni Majah no. 222)

Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda kepada orang yang buruk shalatnya,

“Idzaa qumta ilash shalaati fakabbir” yang artinya “Jika engkau hendak shalat maka bertakbirlah” (HR. Muslim 2/11 dan no. 282 pada Ringkasan Shahih Muslim)

Takbir yang dimaksud disini adalah takbir yang sudah dimaklumi dan telah diwarisi umat ini dari generasi ke generasi, dari generasi salaf ke generasi khalaf, dari Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bahwa beliau mengucapkan, “AllaHu akbar” pada seluruh shalatnya. Beliau tidak pernah mengucap kalimat yang lainnya walaupun hanya sekali (Tahdzib as Sunan I/49, oleh Ibnul Qayyim)

(2) Berdiri bagi yang mampu
Allah Ta’ala berfirman,

“ …Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’” (QS. Al Baqarah : 238)

Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam memerintahkan Imran bin Hushain untuk mengerjakan shalat sambil berdiri,

“Shalatlah sambil berdiri. Jika engkau tidak bisa, maka sambil duduk. Jika tidak bisa maka dengan (tidur) miring” (HR. al Bukhari no. 1117, Abu Dawud no. 939 dan at Tirmidzi no. 369)

(3) Membaca al Faatihah pada setiap rakaat
Dari ‘Ubadah bin ash Shamit radhiyallaHu ‘anHu, Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Laa shalaata liman lam yaqra’ bifaatihatil kitaabi” yang artinya “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca al Faatihah” (HR. al Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394)

(4) Ruku’
Sabda Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam kepada orang yang buruk shalatnya,

“Tsummarka’ hatta tathma-inna raaki’an” yang artinya “Kemudian ruku’lah hingga kamu ruku’ dengan tenang” (HR. Muslim 2/11 dan no. 282 pada Ringkasan Shahih Muslim)

(5) Thuma’ninah ketika ruku’
Dalilnya adalah pada rukun shalat no. 4. Praktik thuma’ninah ialah bersikap tenang hingga seluruh persendian tenang dan lurus. Dan menurut jumhur ulama, thuma’ninah merupakan salah satu dari rukun ruku’ dan sujud (al Mabsuth I/21, al Mudawwanah I/71, al Majmu’ III/407 dan al Mughni I/360)

(6) I’tidal
Sabda Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam kepada orang yang buruk shalatnya,

“Tsumarfa’ hatta ta’tadila qaa-iman” yang artinya “Kemudian bangunlah sehingga kamu berdiri tegak” (HR. Muslim 2/11 dan no. 282 pada Ringkasan Shahih Muslim)

(7) Thuma’ninah ketika I’tidal
Dalilnya ada pada rukun shalat no. 6.

(8) Sujud
Sabda Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam kepada orang yang buruk shalatnya,

“Tsumasjud hatta tathma-inan saajidan” yang artinya “Kemudian sujudlah hingga kamu sujud dengan tenang” (HR. Muslim 2/11 dan no. 282 pada Ringkasan Shahih Muslim)

Dari Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu, Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Aku diperintah untuk bersujud di atas tujuh tulang, di atas dahi sambil menunjuk ke arah hidungnya, kedua tangan, kedua lutut serta ujung jari – jemari kedua kaki” (HR. al Bukhari, Muslim dan an Nasa-i II/209)

Juga dari Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Tidak (sempurna) shalat orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah sebagaimana menempelkan dahinya” (HR. ad Daruquthni I/348, Syaikh al Albani menyebutkan dalam Shifatu ash Shalah hal. 123)

(9) Thuma’ninah ketika sujud.
Dalilnya pada rukun shalat no. 8, lihat juga rukun shalat no. 5.

(10) Duduk diantara dua sujud
Sabda Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam kepada orang yang buruk shalatnya,

“Tsummarfa’ hatta tathma-inna jaalisan” yang artinya “Kemudian bangunlah sehingga kamu duduk dengan tenang” (HR. Muslim 2/11 dan no. 282 pada Ringkasan Shahih Muslim)

(11) Thuma’ninah diantara dua sujud
Dalilnya pada rukun shalat no. 10.

Imam Syafi’i dan Ahmad menetapkan duduk diantara dua sujud yang disertai thuma’ninah sebagai rukun shalat (al Umm I/100, al Majmu’ III/412, al Mugni I/375 dan lainnya).

(12) Membaca tasyahhud akhir
Duduk dan membaca tasyahhud akhir merupakan salah satu rukun shalat dan shalat menjadi batal bila hal ini ditinggalkan, baik sengaja maupun tidak disengaja.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallaHu ‘anHu berkata, “Sebelum diwajibkan tasyahhud kepada kami, kami biasa membaca …” (HR. an Nasai III/40 dan al Baihaqi II/138, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam al Irwa’ no. 319)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa bacaan tasyahhud tadinya tidak wajib hingga akhirnya diwajibkan.

Asy Syafi’i dan Ahmad menganggap tasyahhud sebagai rukun karena Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam senantiasa melakukannya. Menurut madzhab Malik, tasyahhud adalah sunnah dan tidak termasuk rukun shalat kecuali bagian tasyahhud yang ada salamnya (as Sailul Jarar I/219 dan Nailul Authar II/309)

Adapun salah satu bacaan tasyahhud adalah bacaan yang diajarkan oleh Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam kepada Abdullah bin Mas’ud radhiyallaHu ‘anHu,

“Attahiyyatu lillaHi wash shalawaatu waththayyibaat, assalaamu’alaika ayyuHan nabiyyu warahmatullaHi wabarakatuH assalaamu ‘alaynaa wa ‘alaa ‘ibaadillaHish shaalihiin, asyHadu anlaa ilaaHa illallaHu wa asyHadu anna muhammadan ‘abduHu warasuuluh” (HR. al Bukhari no. 6265 dan Muslim no. 402)

Inilah bacaan tasyahhud yang paling shahih dan ini adalah pendapat Abu Hanifah serta murid – muridnya, ats Tsauri, Ahmad, Ishaq dan jumhur ulama lainnya (al Ausath III/207 dan al Muhalla oleh Ibnu Hazm)

(13) Mengucapkan salam
Jumhur ulama berpendapat bahwa mengucapkan salam merupakan salah satu rukun shalat berdasarkan sabda Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam,

“Miftaahush shalaatith thaHuuru watahriimuHat takbiiru wa tahliiluHat tasliimu” yang artinya “Kunci Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam” (HR. Ibnu Majah no. 270, Abu Dawud no. 61 dan at Tirmidzi no. 3, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih Sunan Ibni Majah no. 222)

Madzhab asy Syafi’i dan Maliki serta jumhur ulama berpendapat bahwa yang termasuk rukun shalat hanya salam yang pertama saja dan salam yang kedua adalah sunnah. Ibnu Mundzir berkata, “Semua ulama yang menghafal hadits Rasulullah menyatakan sah shalat bagi yang hanya mengucapkan satu salam saja dan mensunnahkan mengucapkan dua salam”. Imam an Nawawi berkata, “Para ulama yang dipegang pendapatnya bersepakat bahwa tidak wajib kecuali satu salam saja” (al Umm I/121, al Majmu’ III/425, ad Dasuqi I/241, Kasyaf al Qanna’ I/361 dan al Ausath III/223)

Maraji’ :
Panduan Fiqih Lengkap Jilid 1, Syaikh Abdul Azhim bin Badawi Al Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
Shahih Fiqh Sunnah Jilid 1, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, Pustaka at Tazkia

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

ADAKAH PACARAN DALAM ISLAM ?

Kecintaan terhadap lawan jenis merupakan fitrah yang ada pada setiap manusia yang sempurna. Inilah hikmah diciptakannya manusia dengan jenis yang berbeda, berupa laki-laki dan wanita.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pi...lihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)“. (Q.S. Ali Imran: 14).

Namun kecintaan kepada lawan jenis, harus diletakkan pada tempatnya sesuai aturan syari’at. Jika tidak, maka di sinilah manusia akan hidup seperti binatang, bahkan lebih keji lagi. Cara dan tipsnya yang syar’i, bina dan tumbuhkan cinta ini dalam rumah tangga melalui gerbang nikah, bukan sebelum berumah tangga, karena ini terlarang dalam agama kita.

Kecintaan terhadap lawan jenis inilah yang menjadi alasan dua anak manusia terjerumus dalam perkara haram, hina dan keji dengan menjalin hubungan, memadu kasih, mengukir kisah asmara dan berjanji setia sehidup dan semati, atau lebih akrab disebut dengan istilah “pacaran” !!!

Betapa banyak harta yang terbuang karenanya, betapa banyak manusia menjadi gila karena ulahnya, betapa banyak kemaksiatan yang terjadi karena melakukannya, dan jiwapun melayang disebabkan olehnya. Namun sangat sedikit manusia yang mau mengambil pelajaran.

Lalu kenapa produk barat yang bermerek “pacaran” ini masih menjadi “virus” yang menjangkiti hampir semua kalangan, mulai dari Sekolah Dasar, SMP, SMA, sampai di bangku kuliahan. Mereka merasa malu, bila masih sendiri alias belum punya pacar. Semua ini disebabkan karena hawa nafsu yang sudah berkuasa pada diri seseorang, kurangnya perhatian orang tua, dan jauhnya mereka dari agama.

Berbagai macam dalih dan beribu merek alasan yang sering dilontarkan untuk menghalalkan produk haram ini. Yah, “alasanya mengikuti perkembangan zaman“, “cara untuk mencari dan memilih pasangan hidup, agar bisa saling mengenal karakter dan sifat masing-masing sebelum menjalani bahtera kehidupan rumah tangga”. Ini adalah jerat-jerat setan. Lalu sampai di mana kalian akan saling mengenal pasangan? Apakah sampai harus melanggar batasan-batasan Allah !!? Ini adalah pintu kebinasaan yang akan menghinakan dirimu.

Dalil Haramnya Pacaran

Allah -Azza wa Jalla- Yang Maha Penyayang kepada hamba-Nya telah menutup segala celah yang bisa membinasakan hamba-Nya, di antaranya adalah zina, dan segala pengantar menuju zina. Allah –Azza wa Jalla- berfirman:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk“. (QS. Al-Isra’ : 32)

Allah telah melarang hamba-Nya untuk mendekati perzinaan, karena zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. Maka segala hal yang bisa mengantarkan kepada bentuk perzinaan telah diharamkan pula oleh Allah. Sedangkanpacaran adalah sebesar-besar perkara yang bisa mengantarkan ke pintu perzinaan !!! Data dan realita telah membuktikan; tak perlu kita sebutkan satu-persatu kisah buruk dan menjijikkan, dua insan yang dimabuk asmara.

Jika Allah dalam ayat ini mengharamkan pengantar menuju zina (diantaranya pacaran), maka tentunya Allah mengharamkannya karena hal itu akan menimbulkan mafsadah (kerusakan) di atas permukaan bumi, seperti kerusakan nasab, harga diri, rumah tangga, dunia, dan akhirat.

Para Pembaca yang budiman, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menjelaskan firman Allah di atas, kenapa Allah mengharamkan pacaran? Jawabnya, berdasarkan hadits-hadits yang ada, bahwa pacaran mengandung beberapa perkara maksiat lainnya; satu dengan lainnya saling mengundang, seperti:

Memandang Lawan Jenis yang Bukan Mahram

Saling memandang antara satu dengan yang lainnya sudah menjadi perkara yang lumrah bagi dua insan yang dimabuk cinta. Sementara memandang lawan jenis bisa membangkitkan syahwat apalagi bila sang wanita berpakaian ketat yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya. Oleh karena itu “bohong” bila seorang laki-laki tidak tergiur dengan penampilan wanita yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya, apa lagi sang wanita tergila-gila kepadanya dan tiap hari berada di sisinya. Sebenarnya sang laki-laki bejat tinggal menunggu waktu dan kesempatan saja untuk bisa melampiaskan nafsu setannya. Setelah itu terjadilah apa yang terjadi… naudzu billahi min dzalik.

Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim menjaga matanya dari memandang perkara-perkara yang diharamkan untuk dilihat. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya (dari hal yang haram); yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya (dari yang haram)“. (QS. An-Nur: 30-31).

Jarir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhuma- berkata,

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفَجْأَةِ ؟ فَقَالَ: اِصْرِفْ بَصَرَكَ

“Aku bertanya kepada Rasulallahi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda, “Palingkan pandanganmu“. [HR. Muslim (2159), Abu Dawud (2148), At-Tirmidziy (2776)]

Memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang (bukan mahram), meskipun tanpa syahwat, maka ia adalah zina mata. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ اَدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذلِكَ لَا مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Telah ditulis bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah (lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara qalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkan (merealisasikan) hal itu atau mendustakannya“. [HR. Al-Bukhoriy (5889) dari Ibnu Abbas, dan Muslim (2657) dari Abu Hurairah]

Saling Merayu, dan Menggoda dengan Suara Lembut

Lalu bagaimana lagi jika yang dilakukan bukan hanya sekedar memandang, tapi juga dibumbui dengan cumbu rayu, berbalut suara yang mengundang syahwat dan sejuta godaan dusta!! Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,

“Maka janganlah kamu tunduk (bersuara lembut) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik“. (QS. Al-Ahzab:32).

Al-Hafizh Ibnu Katsir-rahimahullah- berkata menafsirkan ayat ini, “Maknanya hal ini, seorang wanita berbicara (di balik tirai dan penghalang, -pent) dengan orang lain dengan ucapan yang di dalamnya tak terdapat kemerduan suara, yakni seorang wanita tidak berbicara dengan orang lain sebagaimana ia berbicara dengan suaminya (dengan penuh kelembutan)”. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (3/636)]

Jadi, seorang lelaki atau wanita terlarang untuk saling menggoda, merayu, dan bercumbu dengan ucapan-ucapan yang membuat salah satu lawan jenis tergoda, dan terbuai sehingga pada gilirannya membuka jalan menuju zina, baik itu zina kecil (seperti memandang, saling memikirkan, dan lainnya), maupun zina besar !!

Menemui Wanita Tanpa Mahram, dan Tanpa Pembatas

Sehari bagaikan sepekan, sepekan bagaikan sebulan, dan sebulan bagaikan setahun bila sepasang anak manusia yang sedang dimabuk cinta tidak bertemu. Ketika mereka bertemu, pastilah berduaan. Sang pria berusaha sebisa mungkin menemui si wanita, tanpa ada mahram, dan tanpa pembatas berupa tirai yang melindungi mereka dari pandangan syahwat. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

إَيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ ألْحَمْوَ؟ قَالَ : الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita”. Seorang lelaki dari kalangan Ashar berkata, “Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami?” Maka Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Mereka adalah kematian (kebinasaan)“. [HR. Al-Bukhoriy (5232), Muslim (2172), dan At-Tirmidziy (1171)]

Berduaan antara Pria dan Wanita

Lebih para lagi, jika pria dan wanita yang berpacaran ini saling berduaan, karena setan sudah hampir berhasil menjerumuskan keduanya dalam zina. Makanya, kasus zinanya orang yang berpacaran, itu terjadi di saat mereka berduaan; saat mereka bebas mengungkap isi hatinya, dan syahwatnya yang bergejolak kepada lawan jenisnya. Sebab itu, kedua pasangan yang haram ini berusaha mencari tempat yang tersembunyi, dan jauh dari jangkauan manusia; ada yang pergi ke daerah wisata Malino, Bantimurung, tepi pantai; ada yang lebih elit lagi sewa hotel, villa, dan lainnya. Untuk apa? Agar bebas berduaan melampiaskan birahinya yang keji !!! Di lain sisi, sebagian wanita tak sadar jika ia akan dihinakan dengan perbuatan itu, karena hanya sekedar janji-janji muluk dan dusta. Sadarlah wahai kaum wanita, jika seorang lelaki yang mengungkapkan cintanya kepadamu, tanpa melalui pintu nikah, maka ketahuilah bahwa itu adalah “cinta palsu“, dan “janji dusta“

Seorang dilarang berduaan dengan lawan jenisnya yang bukan mahramnya, karena hal itu akan membuat setan lebih leluasa menggoda dan menjerumuskan seseorang dalam zina, dan pengantarnya. Rasulllah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Jangan sekali-sekali salah seorang di antara kalian (kaum pria) berduan dengan seorang wanita, karena setan adalah pihak ketiganya“. [HR. At-Tirmidziy (2165), dan Ahmad (114). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (6/215)]

Memegang dan Menyentuh Pacar

Pacaran tidaklah lepas dari bersentuhan, entah dengan cara berjabat tangan, berboncengan di atas kendaraan, atau berpegangan, berpelukan, berciuman dan lainnya. Ketahuilah bahwa memegang dan menyentuh wanita yang bukan mahram kita adalah perbuatan yang diharamkan dalam agama kita. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ

“Andaikan kepala seseorang di cerca dengan jarum besi, itu lebih baik (ringan) baginya dibandingkan menyentuh seorang wanita yang tak halal baginya“. [HR. Ar-Ruyaniy dalam Al-Musnad (227/2), dan Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (486, & 487)]

Al-Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy-rahimahullah- berkata setelah menguatkan sanad hadits diatas dalam Ash-Shohihah (1/1/448), “Dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tak halal baginya. Jadi, di dalamnya juga ada dalil yang menunjukkan haramnya berjabat tangan dengan para wanita (yang bukan mahram), karena berjabat tangan dicakup oleh kata “menyentuh”, tanpa syak. Perkara seperti ini telah menimpa kebanyakan kaum muslimin di zaman ini. (Namun sayang), di antara mereka ada yang berilmu andaikan ia ingkari dalam hatinya, maka masalahnya sedikit agak ringan. Cuman mereka ini berusaha menghalalkannya dengan berbagai jalan, dan takwil. Telah sampai suatu berita kepada kami bahwa ada seorang tokoh besar di Al-Azhar telah disaksikan oleh sebagian orang sedang berjabat tangan dengan para wanita !! Hanya kepada Allah tempat kita mengadu dari keterasingan Islam“.

Nasihat bagi Orang Tua

Suatu perkara yang membuat kita sedih, orang tua tidak peduli lagi dengan anak gadisnya ketika keluar rumah bersama laki-laki yang bukan mahramnya. Keluar dengan berpakaian serba ketat, kemudian dibonceng,. Tidak tahu kemana anak gadisnya dibawa pergi. Lalu terjadilah apa yang terjadi. Si gadis terkadang pulang larut malam, namun orang tua hanya membiarkan kemungkaran terjadi di dalam rumah tangga, dan keluarganya. Inilah Dayyuts yang diharamkan baginya jannah (surga). Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ : مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَ الْعَاقُّ وَ الدَّيُّوْثُ الَّذِيْ يُقِرُّ فِيْ أَهْلِهِ الْخُبْثَ

“Ada tiga golongan yang sungguh Allah haramkan baginya surga: pecandu khomer, orang yang durhaka (kepada orang tuanya), dan dayyuts yang membiarkan perbuatan keji dalam keluarganya“. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/69/no. 5372). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ (3047)]

Jika kita melirik ke arah yang lain, ternyata ada juga wanita yang berbusana muslimah dan pria memakai gamis jatuh ke dalam jerat setan ini. Mereka sebut dengan istilah “pacaran islami“. Tentunya ini justru lebih berbahaya karena jalan menuju perzinaan yang telah dibungkus dengan label “islami”. Padahal sungguh agama Islam yang suci ini telah berlepas diri dari perbuatan ini.

Pacaran yang merupakan pos dan gerbang menuju zina ini, jika dianggap “islami” -padahal itu haram berdasarkan ayat yang lalu-, maka kami khawatirkan akan muncul generasi yang akan menghalalkan perkara-perkara haram lainnya, karena dipoles dan dihiasi dengan label “islami” sehingga mereka nantinya akan membuat istilah “musik islami”, “khomer islami”, “mencuri islami”, “riba islami”, “judi islami”, dan lain sebagainya. Padahal musik, khomer, mencuri, riba, dan judi adalah perkara-perkara haram, namun dihalalkan oleh mereka hanya karena permaiman kata yang licik. Na’udzu billah min dzalik !!

Akhirnya kami nashihatkan kepada kaum yang dilanda asmara agar segera bertaubat kepada Allah sebelum nyawa meregang. Hentikan pacaran yang akan menjatuhkan kalian dalam jurang kenistaan. Jagalah kehormatan kalian yang suci dengan tameng ketaqwaan kepada Allah -Ta’ala-

Artikel terkait dengan masalah ini, dapat di lihat pada artikel dengan judul :

TA'ARUF SYAR'I, SOLUSI PENGGANTI PACARAN

[Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 67 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel.]


JUAL BELI DENGAN SISTEM KREDIT (CICILAN)



Oleh : Al Ustadz Luqman Ba'abduh

Jual beli dengan sistem kredit (cicilan), yang ada di masyarakat digolongkan menjadi dua jenis:
Jenis pertama, kredit dengan bunga. Ini hukumnya haram dan tidak ada keraguan dalam hal keharamannya, karena jelas-jelas mengandung riba.

Jenis kedua, kredit tanpa bunga. Para fuqaha mengistilahkan kredit jenis ini dengan Bai’ At Taqsiith. Sistem jual beli dengan Bai’ At Taqsiith ini telah dikaji sejumlah ulama, di antaranya:

As-Syaikh Nashirudin Al Albani
Dalam kitab As-Shahihah jilid 5, terbitan Maktabah Al Ma’arif Riyadh, hadits no. 2326 tentang “Jual Beli dengan Kredit”, beliau menyebutkan adanya tiga pendapat di kalangan para ulama. Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang tidak memperbolehkan menjual dengan kredit apabila harganya berbeda dengan harga kontan (yaitu lebih mahal, red). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh An Nasa’i dan At Tirmidzi, bahwa Rasulullah melarang transaksi jual beli (2 harga) dalam satu transaksi jual beli.

As Syaikh Al Albani menjelaskan, maksud larangan dalam hadits tersebut adalah larangan adanya dua harga dalam satu transaksi jual beli, seperti perkataan seorang penjual kepada pembeli: Jika kamu membeli dengan kontan maka harganya sekian, dan apabila kredit maka harganya sekian (yakni lebih tinggi).

Hal ini sebagaimana ditafsirkan oleh Simaak bin Harb dalam As Sunnah (karya Muhammad bin Nashr Al Marwazi), Ibnu Sirin dalam Mushonnaf Abdir Rozaq jilid 8 hal. 137 no. 14630, Thoowush dalam Mushonnaf Abdir Rozaq jilid 8 no. 14631, Ats Tsauri dalam Mushonnaf Abdir Rozaq jilid 8 no. 14632, Al Auza’i sebagaimana disebutkan oleh Al Khaththaabi dalam Ma’alim As Sunan jilid 5 hal. 99, An Nasa’i, Ibnu Hibban dalam Shahih Ibni Hibban jilid 7 hal. 225, dan Ibnul Atsir dalam Ghariibul Hadits.

Demikian pula dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf, Al Hakim dan Al Baihaqi, dari Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menjual dengan 2 harga dalam 1 transaksi jual beli, maka baginya harga yang lebih murah dari 2 harga tersebut, atau (jika tidak) riba.”

Misalnya seseorang menjual dengan harga kontan Rp 100.000,00, dan kredit dengan harga Rp 120.000,00. Maka ia harus menjual dengan harga Rp 100.000,00. Jika tidak, maka ia telah melakukan riba.

Atas dasar inilah, jual beli dengan sistem kredit (yakni ada perbedaan harga kontan dengan cicilan) dilarang, dikarenakan jenis ini adalah jenis jual beli dengan riba.

As-Syaikh Muqbil bin Hadi Al Waadi’i
Dalam kitabnya Ijaabatus Saailin hal. 632 pertanyaan no. 376, beliau menjelaskan bahwa hukum jual beli seperti tersebut di atas adalah dilarang, karena mengandung unsur riba. Dan beliau menasehatkan kepada setiap muslim untuk menghindari cara jual beli seperti ini.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh An Nasa’i dan At Tirmidzi, bahwa Rasulullah melarang transaksi jual beli (2 harga) dalam satu transaksi jual beli.

Namun beliau menganggap lemahnya hadits Abu Hurairah sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf, Al Hakim dan Al Baihaqi, dari Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menjual dengan 2 harga dalam 1 transaksi jual beli, maka baginya harga yang lebih murah dari 2 harga tersebut, atau (jika tidak) riba.”

Hal ini sebagaimana disebutkan beliau dalam kitabnya Ahaadiitsu Mu’allah Dzoohiruha As Shahihah, hadits no.369.

Dalam perkara jual beli kredit ini, kami nukilkan nasehat As-Syaikh Al Albani:
“Ketahuilah wahai saudaraku muslimin, bahwa cara jual beli yang seperti ini yang telah banyak tersebar di kalangan pedagang di masa kita ini, yaitu jual beli At Taqsiith (kredit), dengan mengambil tambahan harga dibandingkan dengan harga kontan, adalah cara jual beli yang tidak disyari’atkan. Di samping mengandung unsur riba, cara seperti ini juga bertentangan dengan ruh Islam, di mana Islam didirikan atas pemberian kemudahan atas umat manusia, dan kasih sayang terhadap mereka serta meringankan beban mereka, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan Al Imam Al Bukhari :
“Allah merahmati seorang hamba yang suka memberi kemudahan ketika menjual dan ketika membeli…”

Dan kalau seandainya salah satu dari mereka mau bertakwa kepada Allah, menjual dengan cara kredit dengan harga yang sama sebagaimana harga kontan, maka hal itu lebih menguntungkan baginya, juga dari sisi keuntungan materi. Karena dengan itu menyebabkan sukanya orang membeli darinya, dan diberkahinya oleh Allah pada rejekinya, sebagaimana firman Allah:

Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki-Nya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath Thalaq: 2-3)

Demikian nasehat dari As-Syaikh Al Albani. Sebagai kesimpulan, kami nasehatkan kepada kaum Muslimin, hendaknya memilih cara kontan jika menghadapi sistem jual beli semacam ini.
Wallahu a’lamu bisshawaab.

Sumber : http://asysyariah.com/

Read more: http://www.abuayaz.co.cc/2010/05/jual-beli-dengan-sistem-kredit.html#ixzz1AnDeUTm1