Senin, 01 Maret 2010

TAUBAT (Bag. 3)


Dari 'Abdullah bin Ka'b bin Malik, dia adalah panglima Ka'b ra., dari anaknya ketika ia buta, dimana dia berkata: "Saya mendengar Ka'b bin Malik ra. menceritakan tentang peristiwa tertinggalnya dari Rasulullah SAW dalam peperangan Tabuk, dimana Ka'b berkata: "Saya tidak pernah tertinggal dari Rasulullah SAW dalam satu peperangan pun kecuali dalam peperangan Tabuk hanya saja saya tertinggal dalam peperangan Badr, namun tidak ada seorang pun yang disalahkan waktu tertinggal dalam perang Badr karena Rasulullah SAW keluar hanya untuk menghadang kafilah Quraisy namun Allah Ta'ala mempertemukan mereka dengan musuhnya tanpa terduga sebelumnya. Saya telah menyaksikan bersama-sama dengan Rasulullah SAW pada malam 'Aqabah ketika kami berba'iat untuk masuk islam, dan saya tidak senang kalau malam 'Aqabah itu dipersamakan dengan seperti perang Badr walaupun perang Badr itu banyak disebut-sebut orang.

Kemudian cerita tentang ketertinggalanku dari Rasulullah SAW dalam perang Tabuk yaitu bahwasannya saya belum pernah merasa lebih kuat dan lebih mampu sebagaimana keadaan saya sewaktu tertinggal (tidak ikut) dalam perang Tabuk. Demi Allah, sebelumnya saya tidak pernah menyediakan dua kendaraan untuk berperang kecuali menjelang peperangan Tabuk itu; dan sudah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW bila akan berperang beliau menyamarkan dengan tujuan lain. Namun didalam perang Tabuk ini Rasulullah SAW tidak menyamar-nyamarkannya karena Rasulullah SAW akan berperang dalam musim yang sangat panas dan akan menempuh perjalanan yang sangat jauh serta akan menghadapi musuh yang sangat besar. Oleh karenanya Rasulullah SAW menekankan perintahnya kepada kaum muslimin untuk benar-benar siap dan bersungguh-sungguh didalam mereka berperang. Beliau menjelaskan kepada mereka tujuan yang sebenarnya. Kaum muslimin yang mengikuti Rasulullah SAW didalam peperangan itu sangat banyak sehingga tidak ada seorang penulis pun yang berkeinginan untuk mencatat nama-nama mereka. Ka'b mengatakan, seandainya seseorang berkehendak untuk tidak ikut dalam peperangan itu ia pasti akan mengira bahwa hal itu tidak akan diketahui selama tidak ada wahyu dari Allah Ta'ala yang menjelaskan hal itu.

Rasulullah SAW melaksanakan perang Tabuk itu pada musim buah, sedang saya sebenarnya lebih cenderung untuk mengikuti perang itu. Rasulullah SAW bersama kaum muslimin telah bersiap-siap dan saya merencanakan esoknya saja, kemudian saya pulang tetapi saya belum juga mempersiapkan diri sama sekali serta saya berkata dalam hati: "Saya mampu untuk ikut berperang kapan pun saya berkehendak". Akan tetapi keadaan semacam itu terus berlarut-larut sehingga Rasulullah SAW bersama kaum muslimin sudah siap untuk berangkat, tetapi saya belum juga mempersiapkan diri. Hal yang demikian itu berlarut-larut terus sehingga berangkatlah pasukan yang berperang itu; dan saya masih punya pendirian bahwa saya masih bisa mengejar pasukan itu. Tetapi alangkah celakanya diri saya karena berbuat seperti itu, kemudian saya tidak bisa mengikuti peperangan itu. Setelah Rasulullah SAW berangkat perang saya merasa sedih sekali kalau keluar tidak mendapatkan seorang pun diantara kaum muslimin, saya hanya mendapatkan orang-orang yang munafik, atau orang-orang lemah yang memang diberi kemurahan oleh Allah Ta'ala. Rasulullah SAW tidak menyebut-nyebut nama saya sehingga sampai di Tabuk. Sewaktu di Tabuk dan beliau sedang duduk-duduk bersama dengan kaum muslimin beliau bertanya: "Apa yang diperbuat oleh Ka'b bin Malik ?". Seorang laki-laki dari Bani Salamah berkata: "Wahai Rasulullah, dia terhalang oleh kain mantelnya dan dia hanya melihat-lihat kain mantelnya itu". Kemudia Mu'adz bin Jabal ra. berkata kepada orang laki-laki dari Bani Salamah: "Jahat apa yang kau katakan. Demi Allah, wahai Rasulullah kami tidak mengenal Ka'b bin Malik kecuali selalu berbuat baik". Rasulullah lantas terdiam, kemudian tiba-tiba terlihatlah bayang-bayang seorang laki-laki yang tidak begitu jelas karena terpengaruh adanya fatamorgana, maka Rasulullah SAW bersabda: "Itu adalah Abu Khaitsamah". Benarlah apa yang disabdakan oleh beliau dimana yang datang adalah Abu Khaitsamah Al Anshary yaitu seseorang yang pernah bershadakah satu sha' (sekitar 2 1/2 kg) korma sewaktu dicela oleh orang-orang munafik. Ka'b berkata lagi: "Setelah ada berita bahwa Rasulullah SAW telah datang dari Tabuk maka datanglah kesedihanku dan saya hampir saja berdusta untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku karena saya ingin menghindari kemurkaan beliau dan saya sudah berusaha untuk meminta pendapat seluruh keluargaku dalam mencari alasan. Setelah ada yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah benar-benar datang maka hilanglah segala kebhatilanku (dimana saya akan berdusta) karena saya yakin bahwa saya pasti tidak akan selamat selama-lamanya maka bagaimana pun juga saya harus mengatakan dengan sejujur-jujurnya. Pada pagi hari Rasulullah SAW datang, dan sudah menjadi kebiasaan bila beliau datang dari bepergian beliau shalat dua raka'at di masjid kemudian duduk berbincang-bincang dengan ummat. Pada saat itu datanglah orang-orang yang tidak ikut berperang untuk mengajukan alasan-alasan dan jumlahnya ada 80 orang lebih serta mereka mengucapkan sumpah, maka diterimalah alasan-alasan mereka dan beliau memohonkan ampun buat mereka dan masalah bathin mereka beliau serahkan kepada Allah Ta'ala. Sewaktu saya menghadap beliau dan mengucapkan salam beliau senyum sinis seraya bersabda: "Mari kesini". saya pun datang mendekati sehingga saya duduk dihadapan beliau, beliau lantas bersabda kepada saya: "Apa yang menyebabkan kamu tidak ikut, bukankah kamu telah mempersiapkan kendaraan ?". Saya menjawab: "Wahai Rasulullah, demi Allah seandainya saya duduk-duduk dihadapan penduduk dunia ini tetapi bukan tuan yang saya hadapi niscaya saya dapat mengemukakan untuk menyelamatkan diri saya dari kemurkaannya, karena saya cukup bisa berdebat, tetapi demi Allah saya yakin seandainya saya berdusta kepada tuan yang mungkin tuan meridhoi dan menerima alasan saya namun nanti Allah akan memurkai saya lewat tuan, dan senadainya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku niscaya tuan akan menyayangkan diriku, tapi saya tetap mengharapkan kemaafan dari Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung. demi Allah, sesungguhnya tidak ada alasan bagi saya; dan demi Allah sesungguhnya saya merasa sangat kuat dan sangat mampu sewaktu saya tidak ikut perang bersama tuan". Rasulullah SAW bersabda: "Apa yang kamu katakan adalah suatu kejujuran; pergilah kamu dan tunggulah keputusan Allah tentang dirimu".

Sewaktu saya pergi diikuti oleh orang-orang Bani Salimah seraya berkata: "Demi Allah kami belum pernah mengetahui kamu berbuat kesalahan sebelum ini, kenapa kamu tidak minta maaf saja kepada Rasulullah SAW sebagaimana orang-orang lain yang tidak ikut berperang juga meminta maaf dengan mengajukan alasan. Kalau Rasulullah SAW sudah memberi ampun kepada kamu niscaya kesalahanmu akan diampuni". Ka'b bin Malik berkata: "Demi Allah, mereka selalu menyalahkan sikapku sehingga saya akan bermaksud untuk kembali kepada Rasulullah SAW dan akan mendustakan diriku sendiri; tetapi kemudian saya bertanya kepada orang-orang Bani Salimah: "Apakah ada seseorang yang menerima keputusan seperti saya ini ?". Mereka menjawab: "Ya, ada dua orang yang mengatakan seperti apa yang kamu katakan dan keduanya itu mendapatkan keputusan seperti keputusan yang diberikan padamu". Saya bertanya: "Siapakah kedua orang itu ?". Mereka menjawab: "Murarah bin Rabi'ah Al 'Amiry dan Hilal bin Umayyah Al Waqify".
Ka'b bin Malik berkata: "Ketika menyebutkan nama dua orang yang shalih yang keduanya itu ikut perang Badr kepada saya maka saya merasa agak tenang karena keduanya adalah merupakan teladan pada perang Badr. Rasulullah SAW melarang para sahabat untuk berkata-kata dengan salah seorang diantara kami bertiga yang tidak ikut perang Tabuk. Maka orang-orang menjauhi kami sehingga seolah-olah saya sangat terasing dan rasa-rasanya tidak betah lagi hidup di dunia ini. Kami bertiga dikucilkan selama 50 hari. Adapun kedua teman saya mereka tetap tinggal di rumah dan menangis terus menerus. Saya adalah yang termuda dan terkuat diantara ketiga orang itu. Saya tetap keluar dan ikut shalat bersama-sama kaum muslimin serta mondar-mandir ke pasar juga; akan tetapi tidak pernah ada seorang pun yang menyapa saya. Bahkan pernah saya mendekat Rasulullah SAW dan memberi salam kepada beliau dimana waktu itu beliau sedang duduk sehabis shalat, dalam hati kecilku timbul pertanyaan apakah beliau berkenan membalas salam saya atau tidak. Kemudian saya langsung shalat didepan beliau sambil melirik, ketika saya sedang shalat itu beliau memandang diriku dan bila saya meliriknya beliau membuang muka. Peristiwa yang demikian itu dimana kaum muslimin mengucilkan diriku maka pada suatu sore saya menaiki dinding rumah Abu Qatadah, dia adalah saudara sepupu saya dan dia adalah orang yang paling saya senangi. Kemudian saya mengucapkan salam kepadanya tetapi demi Allah dia tidak membalas salam saya itu, lantas saya berkata kepadanya: "Wahai Abu Qatadah demi Allah saya ingin mendengar jawabanmu apakah kamu mengetahui bahwa saya tetap mencintai Allah dan Rasul-Nya SAW ?". Abu Qatadah tidak mau menjawabnya juga maka saya duduk. Kemudian saya bertanya lagi kepadanya tetapi dia tidak mau menjawabnya juga, kemudian saya duduk kembali dan saya bertanya lagi tetapi dia tetap tidak mau menjawabnya juga. Tetapi akhirnya dia menjawab juga yaitu dengan ucapan: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui". Maka mengucurlah air mataku dan saya segera kembali yaitu dengan naik dinding rumah Abu Qatadah.

Pernah suatu ketika saya berjalan-jalan di pasar, tiba-tiba ada seorang petani dari negeri Syam yang biasa menjual makanan di kota Madinah bertanya: "Siapakah yang mau menunjukkan Ka'b bin Malik kepada saya ?". Maka orang-orang menunjuk diriku, lalu orang itu datang kepadaku dengan memberikan sepucuk surat dari raja Ghassan, waktu itu saya sudah bisa menulis dan membaca kemudian saya baca surat itu dan isinya antara lain: "Selanjutnya ingin saya sampaikan bahwa saya mendengar bahwa kawan-kawanmu sedang mengucilkan dirimu sedang Allah tidaklah menjadikan dirimu itu seseorang yang hina dan bukanlah orang yang pantas disia-siakan, oleh karena itu saya benar-benar bersedia memberi bantuan kepadamu". Setelah selesai membaca surat itu saya berkata: "Wah ini ada ujian baru lagi", kemudian saya bermaksud untuk melemparkan surat tadi ketengah-tengah api.

Setelah sampai pada hari keempat puluh dimana saya dikucilkan selama lima puluh hari dan belum juga turun wahyu kemudian Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk datang kepadaku dan dia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh kamu supaya berpisah dengan istrimu". Saya bertanya: "Apakah saya harus menceraikannya atau apa yang harus saya perbuat ?". Dia berkata: "Tidak, janganlah kamu menceraikannya tetapi janganlah kamu mendekatinya (mensetubuhinya)". Bersama dengan itu pula mengutus utusan untuk mendatangi kedua kawanku dengan menyampaikan perintah yang sama. Kemudian saya berkata pada istriku: "Pulanglah dulu kamu kepada keluargamu dan tinggalah disana bersama-sama mereka sehingga Allah memberi keputusan tentang persoalam ini". Kemudian istri Hilal bin Umayyah datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata: "Wahai Rasulullah sesungguhnya Hilal bin Umayyah adalah orang yang sudah sangat tua dan lemah serta tidak mempunyai pelayan maka apakah kiranya tuan keberatan bila saya melayaninya ?". Beliau menjawab: "Tidak apa-apa, tetapi jangan sekali-sekali ia mendekati (mensetubuhi) kamu". Istri Hilal berkata: "Demi Allah sesungguhnya Hilal sudah tidak punya nafsu lagi untuk berbuat seperti itu, dan demi Allah ia selalu menangis semenjak ia menerima keputusan itu sampai saat ini". Kemudian sebagain keluargaku mengatakan kepadaku agar saya minta izin kepada Rasulullah SAW tentang masalah istriku, karena beliau telah mengizinkan istri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya. Maka saya menjawab: "Saya tidak akan minta izin kepada Rasulullah SAW tentang masalah istriku, saya tidak tahu apa jawaban Rasulullah SAW seandainya saya minta izin tentang masalah istriku karena saya adalah orang yang masih muda". Kemudian saya tinggal sendirian selama sepuluh hari, maka genaplah sudah lima puluh hari semenjak saya dikucilkan yakni semenjak orang-orang tidak boleh berkata-kata dengan kami.

Sewaktu saya shalat shubuh pada hari kelima puluh ditingkat atas dari rumahku kemudian ketika saya sedang duduk-duduk untuk merenungkan nasib sebagaimana yang disinyalir oleh Allah Ta'ala, dimana saya merasa sangat sempit hidup di dunia ini, tiba-tiba saya mendengar suatu teriakan yang sangat keras dimana terdengar suara: "wahai Ka'b bin Malik ada kabar gembira buat kamu". Maka saya segera sujud karena saya merasa Rasulullah SAW pasti telah mengatakan kepada orang banyak bahwa Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung telah menerima taubat kami ketika beliau shalat shubuh. Kemudian orang-orang ingin menyampaikan ucapan selamat kepada kami dan juga ada juga yang menyampaikan kabar gembira ini kepada kedua kawan saya. Ada seorang laki-laki yang datang kepadaku denga naik kuda dan ada juga yang berjalan kaki bahkan ada juga yang naik keatas bukit serta terdengarlah suara yang kerasnya melebihi suara kuda. Ketika datang kepadaku orang yang menyampaikan kabar gembira itu maka segera saya lepas pakaianku dan saya berikan kepadanya karena gembiranya hatiku, padahal demi Allah waktu itu saya tidak mempunyai pakaian selain itu sehingga saya meminjam pakaian untuk menghadap kepada rasulullah SAW.
Dan sayapun menghadap Rasulullah SAW, sedang orang-orang yang bertemu dengan saya semuanya secara berkelompok-kelompok mengucapkan selamat atas diterimanya taubat saya serta mereka berkata kepada saya: "Selamat atas diterimanya taubatmu kepada Allah itu", sehingga saya masuk masjid. Didalam masjid Rasulullah SAW sedang duduk-duduk dengan dikelilingi oleh orang banyak kemudian bangkitlah Thalhah ibnu 'Ubaidillah ra. serta tergopoh-gopoh untuk menjabat tangan dan mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah tidak ada seorang pun dari sahabat Huhajirin yang bangkit selain Thalhah.
Ka'b berkata: "Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW beliau bersabda sedang wajahnya nampak berseri-seri karena gembira: "Bergembiralah kamu pada hari yang paling baik sejak kamu dilahirkan oleh ibumu". Saya bertanya: "Dari Rasulullah sendiri ataukah dari Allah ?". Beliau menjawab: "Tidak, ini langsung dari Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung". Rasulullah SAW bila sedang gembira wajahnya bersinar seakan-akan wajahnya itu belahan dari bulan; kita pun telah mengenal semuanya. Kemudian ketika saya duduk dihadapan beliau saya berkata: "Wahai Rasulullah sebagai kesempurnaan taubatku maka saya akan memberikan semua harta kekayaanku sebagai shadakah kepada Allah dan rasul-Nya". Rasulullah SAW bersabda: "Jangan, tahanlah sebagian dari harta kekayaanmu karena yang demikian itu lebih baik bagimu". Saya berkata: "Sesungguhnya saya hanya akan menahan rampasan perang yang saya dapat di Khaibar", dan saya berkata lagi: "Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah Ta'ala menyelamatkan saya karena saya jujur, dan sebagai kesempurnaan taubatku saya tidak akan berbicara melainkan dengan jujur/benar selama hidupku".
Demi Allah saya tidak mengetahui seorang pun diantara kaum muslimin yang telah diuji oleh Allah karena kejujurannya seperti saya menceritakan keadaan saya dengan sejujur-jujurnya dihadapan Rasulullah SAW. Demi Allah saya tidak pernah sengaja untuk berdusta semenjak mengatakan hal itu kepada Rasulullah SAW sampai hari ini, dan saya berharap semoga Allah Ta'ala memelihara diri saya selama hayat masih dikandung badan.

Kemudian turunnya firman Allah Ta'ala yang artinya: "Allah telah benar-benar menerima taubatnya Nabi, sahabat-sahabat Muhajirin dan Anshar yang telah mengikutinya dalam saat-saat kesukaran.....sampai dengan.....Sesungguhnya Allah sangat kasihan dan sayang terhadap mereka" "dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan taubatnya sehingga mereka merasa sempit hidup di bumi yang luas ini.....sampai dengan........bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan beradalah kamu sekalian beserta orang-orang yang benar".
Ka'b berkata: "Demi Allah, saya belum pernah merasakan nikmat Allah yang lebih besar selain dari petunjuk Allah yang menjadikan saya masuk islam, yang lebih besar dari kebenaran saya dihadapan Rasulullah SAW sehingga saya tidak berdusta; sendainya saya berdusta niscaya saya akan dibinasakan sebagaimana orang-orang yang berdusta itu telah dibinasakan".
Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman kepada orang-orang yang berdusta ketika disampaikannya wahyu kepada mereka dengan nada yang sinis melebihi sinisnya seseorang yang berkata kepada sesamanya, dimana Allah Ta'ala berfirman yang artinya: "Mereka (orang-orang munafik) akan bersumpah kepadamu dengan memakai nama Allah apabila kamu kembali supaya kamu mengabaikan mereka (tidak menuntut mereka). Maka abaikanlah mereka karena sesungguhnya mereka itu kotor (najis) dan tempat mereka adalah neraka jahannam sebagai balasan atas apa yang mereka perbuat. Mereka bersumpah kepadamu supaya kamu suka terhadap mereka; tetapi seandainya kamu suka terhadap mereka maka sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang fasik".
Ka'b berkata: "kami bertiga tertinggal dari urusan kepada Rasulullah SAW maksudnya yaitu kami bertiga ditangguhkan taubatnya dimana mereka yang bersumpah dan berjanji langsung diterima oleh Rasulullah SAW dan beliau menerima lahir mereka serta memintakan ampun kepada Allah, tetapi masalah bathin beliau serahkan kepada-Nya. Adapun tentang urusan kami bertiga maka keputusan sepenuhnya diserahkan kepada Allah Ta'ala.
Firman Allah Ta'ala yang artinya: "Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan taubatnya", maka yang dimaksud bukanlah kami tertinggal dari perang tapi beliau menangguhkan taubat kami dan mendiamkan kami tidak seperti orang yang bersumpah diwaktu menyampaikan alasan kemudian beliau terima alasannya itu" (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam salah satu riwayat dikatakan: "Bahwasannya Nabi SAW pada waktu perang Tabuk keluar pada hari kamis; dan memang sudah menjadi kesukaan beliau untuk bepergian pada hari kamis".
Dalam salah satu riwayat yang lain dikatakan: "Biasanya beliau kalau datang dari bepergian pada waktu pagi, dan bila beliau datang biasanya langsung ke masjid dan shalat dua raka'at kemudian duduk di masjid".