Minggu, 12 Juni 2011

DAKWAH AHLUSSUNNAH BUKANLAH DAKWAH WAHABI YANG SESAT


Beberapa waktu belakangan ini, kata Wahabi muncul di banyak media massa. Bukan untuk menyebutkan sesuatu yang baik-baik namun sebaliknya. Ya, Wahabi sedang dituduh. Namun benarkah tuduhan tersebut? Wahabi diidentikkan dengan sesuatu yang buruk, teror atau ada juga yang mengatakannya sebagai kelompok pemonopoli kebenaran. Sebenarnya, masih banyak orang yang terlalu awam untuk mendefiniskan apakah wahabi dan bagaimana hakikat dakwahnya. Tulisan-tulisan yang sering diekspos di media massa tentang masalah wahabi sering tak menyuguhkan informasi yang berimbang. Jauh dari metode ilmiah yang didengungkan banyak orang. Bahkan sebagian tulisan tega menyuguhkan kebohongan di hadapan para pembacanya. Di sisi yang lain pembaca hanya sekadar bisa menerima tanpa mau meneliti lebih jauh. Misalnya ada tulisan yang menyebutkan klaim pengikut wahabi bahwa tanpa madzhab Wahabi, madzhab yang empat belumlah sempurna. Atau dalam madzhab Wahabi rukun Islam itu ada enam. Semua ini sebenarnya cuma kebohongan besar, yang dengan mudah diketahui oleh siapapun yang mau menelaah buku dan pemikiran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang bertebaran. Sudah banyak tulisan ilmiah, thesis dan disertasi yang adil di berbagai Universitas dan institusi pendidikan tentang pemikiran dan gerakan dakwah Syaikh Muhammad. Dan semuanya menunjukkan tentang pengaruh positif dakwah Syaikh baik di tingkat lokal maupun internasional. Salah satu tulisan terbaru dalam hal ini adalah disertasi yang disusun oleh Dr. Natana DeLong Bas, dalam rangka meraih gelar P.hd dalam bidang sejarah dari Georgetown University. Cerita Lama Banyak orang sengaja mengaburkan dakwah Syaikh Muhammad dengan dakwahnya wahabi yang benar-benar sesat. Wahabi sesat merupakan firqah sempalan Ibadhiyah khawarij yang timbul pada abad kedua hijriyah (jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab -ed), yaitu sebutan Wahabi nisbat kepada tokoh sentralnya Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H. Wahabi merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahli sunnah, dan sangat jauh dari Islam. Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi) dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah dia sanggup merontokkan kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agen-agen asing, maka dakwahnya dianggap sebagai penghalang yang mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri Islam. Contohnya Inggris mengulirkan isue wahabi di India, Prancis menggulirkan isu wahabi di Afrika Utara, bahkan Mesir menuduh semua kelompok yang menegakkan dakwah tauhid dengan sebutan Wahabi, Italia juga mengipaskan tuduhan wahabi di Libia, dan Belanda di Indonesia, bahkan menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Padri sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Semua itu, mereka lakukan karena mereka sangat ketakutan terhadap pengaruh murid-murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengobarkan jihad melawan Imperialisme di masing-masing negeri Islam.Siapa Muhammad Bin Abdul Wahhab? Dari sini jelas bahwa menyematkan wahabi yang sesat pada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidaklah benar. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beda dengan Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum. Penyematan tersebut berawal dari upaya kaum kolonialisme untuk menjauhkan umat dari dakwah Islam yang lurus. Untuk lebih jelas siapa sebenarnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berikut ini sekilas perjalanan hidupnya. Dia adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barra bin Musyrif At-Tamimi. Lahir pada tahun 1115 H- di kota ‘Uyainah yang masih masuk wilayah Najd, sebelah barat dari kota Riyadh, jaraknya dengan kota Riyadh sekitar perjalanan 70 km. Dia tumbuh dan besar di negeri ‘Uyainah dan menimba ilmu di sana. Dia hafal Al-Qur’an sebelum umur 10 tahun. Di bawah asuhan bapaknya sendiri dia belajar fikih mazhab Hambali, tafsir, hadits, aqidah dan beberapa bidang ilmu syar’i serta bahasa. Dia sangat menaruh perhatian besar terhadap kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim rahimahumallah, sehingga dia terpengaruh oleh keduanya dan berjalan di atas jalan mereka dalam mementingkan masalah aqidah yang benar, mendakwahkannya, membelanya dan memperingatkan dari perbuatan menyekutukan Allah, bid’ah serta khurafat. Menuntut ilmu Muhammad pergi Mekkah untuk menunaikan kewajiban haji dan mencari bekal ilmu syar’i. Setelah itu pergi ke Madinah Nabawiyyah dan di sana bertemu dua orang ulama yaitu Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif An-Najdi dan Asy-Syaikh Muhammad Hayah bin Ibrahim As-Sindi. Demikian juga pergi ke Bashrah mempelajari hadits, fikih dan membacakan nahwu kepada gurunya sampai menguasainya. Setelah itu pergi ke daerah Ahsa’ dan bertemu dengan syaikh-syaikh Ahsa’, di antaranya Abdullah bin Abdul Lathif. Berdakwah Selanjutnya ia pergi ke daerah Huraimala’, karena ayah beliau pindah ke daerah tersebut pada tahun 1139. Dia menetap di sana berdakwah tauhid sampai ayahnya meninggal pada tahun 1153 H. Setelah lepas dari konspirasi untuk membunuhnya yang dilakukan orang-orang jahat, dia pindah ke ‘Uyainah dan menawarkan dakwahnya kepada pemimpin ‘Uyainah, Utsman bin Ma’mar. Pimpinan ‘Uyainah pun menyambut dia, membantunya, mendukungnya dan bersama menghancurkan kubah Zaid bin Al-Khatthab dan menghancurkan beberapa kubah serta kubur yang disembah-sembah. Masyarakat yang mendengar dakwahnya berdatangan dari berbagai daerah dan menolong dakwahnya. Berita penghancuran serta penegakan hukum had tersebut sampai di telinga pemimpin Ahsa’ dan sekutu-sekutunya. Hal ini membuat pemerintah Ahsa’ merasa khawatir terhadap kerajaannya dan memerintahkan kepada Utsman bin Ma’mar untuk membunuh Asy-Syaikh atau mengusirnya dari ‘Uyainah. Maka Utsman bin Ma’mar akhirnya menerima desakan ini dan memerintahkan Asy-Syaikh agar keluar dari ‘Uyainah dan diapun keluar darinya menuju Dir’iyyah. Hal itu terjadi pada tahun 1158 H. Di negri Dir’iyyah dia singgah sebagai tamu Muhammad bin Suwailim Al-‘Uraini. Pemimpin Dir’iyyah waktu itu Muhammad bin Su’ud setelah berdialog, merasa tertarik dengan dakwahnya dan siap mendukungnya. Demikianlah, Asy-Syaikh tinggal di Dir’iyyah dalam keadaan dihormati dan didukung sepenuhnya, berdakwah kepada tauhid dan memperingatkan dari syirik. Orang-orang pun berdatangan, baik secara berkelompok maupun individu. Dia mengajarkan aqidah, Al-Qur’an Al-Karim, tafsir, fikih, hadits, musthalah hadits, berbagai ilmu bahasa Arab dan tarikh. Dia berkirim surat kepada para ulama dan umara dari berbagai negeri dan penjuru, menyeru mereka kepada agama Allah sehingga tersebarlah dakwah dia. Setelah itu semakin banyak orang yang memusuhinya dan mereka bersatu menentang dakwah Syaikh. Maka amir mengobarkan jihad dan peristiwa itu terjadi pada tahun 1158 H. Asy-Syaikh membantunya sampai akhirnya dakwah dia tersebar menyeluruh sampai ke penjuru alam dan gaungnya masih senantiasa bergema sampai hari ini. Berpulang ke Rahmatullah Dia rahimahullah wafat pada hari Jum’at di akhir bulan Dzulqa’dah tahun 1206 H pada umur 71 tahun setelah melakukan jihad yang panjang, berdakwah menyerukan kebaikan, mengadakan perbaikan, menyebarkan ilmu dan pengajaran. Kemudian dia dimakamkan di pekuburan Dir’iyyah, semoga rahmat Allah terlimpah atasnya.Bagaimana hakikat dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab? Apa saja tuduhan-tuduhan keji yang dialamatkan kepada dakwah dia? Bagaimana penelitian dan tulisan ilmiah yang bersikap adil terhadap dakwah dia?Bagaimana peran dakwahnya di Indonesia? (Abu Ismail) Gerakan dakwahnya sering disebut orang sebagai Wahhabiyah. Sebuah dakwah yang disandarkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang reformis keagamaan, yang mengajak manusia untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Nama Wahhabi atau Wahabiyah sendiri diberikan oleh orang-orang yang tidak suka dengan gerakan dakwahnya untuk memberikan stigma yang negatif terhadap beliau dan pengikutnya. Penamaan ini sebenarnya keliru sebab wahhab adalah bagian dari nama bapaknya, Abdul Wahhab. Kalau mereka mau jujur dan adil seharusnya mereka memberikan nama Muhammadi atau Muhammadiyah, karena nama beliau adalah Muhammad. Namun tentu saja, kalau para pembenci dakwah ini menamakan dengan nama terakhir ini pasti akan membuat orang-orang mendekati dakwah beliau bukan menjauhi. Keyakinannya Tentang Rasul Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengajak orang untuk kembali pada ajaran Islam yang lurus sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah banyak mendapat tuduhan. Apa saja yang dituduhkan padanya dan dakwahnya? Diantaranya dia dituduh tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad n adalah penutup para Nabi dan Rasul. Benarkah tuduhan ini? Tulisan dan buku-buku karya Syaikh ternyata malah menunjukkan hal yang sebaliknya. Diantaranya beliau pernah mengatakan, “Aku beriman bahwa Nabi Muhammad nadalah penutup Para Nabi dan Rasul. Keimanan seseorang tidak dianggap sah hingga dia beriman dengan kenabian dan kerasulannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32). “Orang yang paling bahagia, paling besar kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah orang yang paling setia mengikuti tuntunan Rasulullah ndan mengamalkan ajaran beliau.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21). Begitu juga dia dituduh tidak memenuhi hak Rasulullah n serta tidak memosisikan Rasulullah n sebagaimana mestinya. Untuk menjelaskan hakikat tuduhan ini, kami akan kutip perkataan Syaikh yang menjelaskan keyakinan beliau tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Ketika Allah ta’ala berkehendak untuk menampakkan Tauhid dan menyempurnakan agama-Nya di atas muka bumi, serta meninggikan kalimat Allah dan merendahkan kalimat orang-orang kafir; maka Allah ta’ala mengutus Rasulullah n sebagai penutup para rasul dan kekasih Rabb alam semesta. Beliau senantiasa dikenal setiap masa, bahkan disebutkan pula dalam kitab Taurat Nabi Musa ‘alaihis salam dan kitab Injil Nabi Isa ‘alaihis salam. Hingga Allah ta’ala memunculkan mutiara tersebut di antara kabilah Bani Kinanah dan Bani Zahrah. Allah mengutus beliau di masa-masa terputusnya (pengiriman) rasul-rasul, lalu menunjukinya jalan yang lurus. Sebelum beliau diutus menjadi Rasul, telah tampak pada dirinya tanda-tanda kenabian yang tidak bisa ditiru oleh siapapun yang hidup di zamannya. Allah ta’ala menumbuhkan beliau dengan sebaik-baiknya hingga menjadi orang yang paling mulia akhlaknya, paling tinggi budi pekertinya, paling tangguh kesabarannya, paling baik dengan para tetangganya, serta paling jujur tutur katanya, sehingga kaumnya menjulukinya sebagai al-amin (yang dipercaya); karena di dalam pribadinya terdapat perilaku yang baik dan sifat-sifat yang terpuji.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/90-91). “Beliau n adalah pemimpin para pemberi syafaat, dan pemberi syafaat agung (di padang mahsyar), Nabi Adam ‘alaihis salam dan keturunannya kelak berada di bawah benderanya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/86). “Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam, dan rasul yang terakhir dan yang paling utama adalah nabi Muhammad n.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/143). “Rasulullah n telah menyampaikan risalah kepada umatnya dengan sempurna dan menjelaskannya dengan sebaik-baiknya. Beliau adalah penasihat terbaik bagi para hamba Allah, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad dengan sebenar-benarnya di jalan Allah ta’ala, serta beribadah kepada Allah ta’ala hingga ajalnya tiba.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21). Penamaan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan “Wahhabi” sebenarnya bermula dari orang-orang yang kontra dengan dakwah Syaikh. Belakangan nama ini diadopsi oleh orang-orang Barat dan kaum orientalis.Tokoh-tokoh orientalis tetap menggunakan istilah wahabiyah, wahabi atau wahabiyun untuk menamakan gerakan dakwah Muhammad bin Abdil Wahhab serta pengikut gerakan dakwahnya. Meski sebagian tokoh tadi tahu bahwa nama ini diberikan oleh orang-orang yang memusuhi gerakan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab. Sebut saja diantara tokoh Orientalis tersebut adalah Samuel Zwemer, Samalley, Margoliouth, George Rentz, Burkhardt dll. Mereka akui bahwa istilah tersebut berasal dari musuh Syaikh. Margoliouth mengatakan, “Penamaan ini diberikan oleh para penentangnya ketika dia masih hidup. Kemudian orang-orang Eropa menggunakan nama tersebut. Sedangkan pengikut dakwah Syaikh di jazirah Arab tidak menggunakannya. Namun mereka menyebut diri mereka sebagai muwahhidun (ahli tauhid).” Thomas Patrick Hughes seorang orientalis yang lain bilang bahwa wahabiyah adalah sebuah sekte reformasi Islam yang dibentuk oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Orang-orang yang kontra dengan gerakan dakwahnya tidak mau menamakan mereka dengan “Muhammadans (Muhammadiyah)” atau “muslimin”. Jadi akhirnya mereka membedakan dakwah tadi dari yang lain dengan menyematkan nama ‘ayah syaikh’ dan mereka namakan dengan Wahabiyah. Goerge Rentz menjabarkan tentang penyebutan istilah dan alasan penggunaan kata wahabi. Ini terkait dengan penggunaan istilah tadi dalam makalahnya, “Wahabiyun” dan “Wahabi dan Kerajaan Saudi Arabia”. Ia mengatakan bahwa penamaan wahabiyun pada pendukung dakwah Syaikh bersumber dari orang-orang yang kontra dengan dakwahnya. Nama ‘Wahabi’ tidak lebih merupakan protes mereka karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dianggap membuat sebuah sekte baru, sehingga perlu untuk dihadang dan dibendung. Penggunaan istilah Wahabiyah adalah sesuatu yang tidak tepat. Disamping istilah ini tidak jujur karena tidak menggunakan penyandaran yang benar. Kalau jujur dan adil tentu orang yang kontra akan memakai nama ‘muhammadns alias muhammadiyah, sesuai namanya yaitu Muhammad. Kenapa mesti menyerang dakwah ini dengan ketidakjujuran? Begitu pula nama ini tidak diberikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab atau pengikut dakwahnya namun oleh orang yang kontra dengan dakwah beliau.K arena dia memang tidak membuat ajaran baru namun sekadar mengajak orang untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Sehingga, kalau ada orang yang mengamalkan ajaran Islam dengan lurus sesuai al Quran dan hadits maka ia akan mendapati dirinya berjalan di sebuah jalan yang sama dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Walau bisa jadi orang tersebut tak pernah kenal dengan Muhammad bin Abdul Wahhab dan tidak membaca tulisan-tulisannya. Pandangan Positif Orientalis Ilmuwan barat yang mempelajari masalah ketimuran (orientalis) memiliki banyak tulisan tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada pandangan negatif maupun positif yang mereka lontarkan tentang dakwah Syaikh. Diantara pandangan positif yang mereka berikan disebutkan sebagiannya. David Cooper mengatakan, “Apa yang dibawa oleh dakwah syaikh bukanlah sesuatu yang baru. Karena ia memandang bahwa solusi seluruh problem adalah kembali kepada sunnah Nabi Muhammad dan para sahabatnya dari kalangan salafus shalih. Dan diantara prioritas terbesarnya adalah membebaskan umat dari dua kejahatan, yaitu syirik dan bid’ah. Ia dan pengikutnya menghabiskan umurnya dalam rangka merealisasikan hal ini dengan penuh semangat”. George Rentz menyatakan bahwa dakwah Syaikh berkeinginan untuk menjernihkan masyarakat. Dengan cara kembali berpedoman kepada jalan Rasulullah dan salafus shalih. Oleh karena itu maka menjadi sebuah kewajiban untuk kembali berpegang kepada Al Quran dan sunnah Nabi. Pandangan positif lain yang disebutkan oleh sebagian kecil orientalis- dan ini sesuai dengan kenyataan-adalah mereka berpandangan bahwa dakwah syaikh berlandasan pada Al Quran dan As Sunnah. Dan tidak ada perbedaan antara dakwahnya dengan ahlus sunnah. Sekte atau Agama Baru? Yang negatif diantaranya adalah mayoritas mereka berpandangan bahwa dakwah syeikh Muhammad adalah sebuah sekte dan madzhab baru atau bahkan sebuah agama baru. Seperti yang diungkapkan oleh Samuel Zwemer, “Abdul Wahhab mendakwahkan kepada pembaharuan dan mengklaim dirinya sebagai pemimpin sekte baru.” Lewis Pellty saat bercerita tentang kota Uyainah mengatakan yang hampir senada. “Kota tersebut adalah tempat kelahiran pencetus dakwah pembaharu salafiyah “Agama Wahabi”. “Di kota itulah madzhab ini berkembang.” Thomas Patrick Houghes bilang, “Wahabiyah adalah sebuah sekte kaum muslimin”. Apa yang diungkapkan oleh para tokoh orientalis ini tidak benar. Boleh jadi hal ini berawal dari pengambilan referensi yang tidak akurat atau kesalahan pandangan kaum barat terhadap agama secara umum dan dakwah secara khusus. Dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sekte, madzhab, ataupun agama baru. Namun ia adalah dakwah perbaikan yang penuh keberkahan. Tuduhan serupa sebenarnya telah muncul sejak ia masih hidup. Tuduhan ini telah dijawabnya dengan gamblang. “Saya informasikan – dan hanya milik Allah segala pujian- bahwa saya hanya muttabi’ (orang yang mengikuti) bukan mubtadi’ (orang yang membuat bid’ah). Akidah dan agama yang saya yakini adalah madzhab ahlus sunnah wal jamaah, yang ini merupakan keyakinan empat imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy Syafii, dan Ahmad bin Hambal) serta pengikutnya hingga hari kiamat.” Serangan kaum orientalis dan yang lain terhadap dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab pada hakikatnya adalah serangan terhadap ajaran Islam yang mulia itu sendiri. Bila mau kritis dan jujur, setiap orang bisa membaca buku-buku Syaikh yang beredar untuk mengetahui hakikat dakwahnya. Bukan sekadar menuduh dan menfitnah tanpa bukti. (*)Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hayatuhu wa da’watuhu fir ru’yatil istisyraqiyyah.