Sabtu, 30 Oktober 2010

QUNUT DALAM SHALAT SHUBUH


Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur'an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid'ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :

"Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah tertolak". Dan dalam riwayat Muslim : "Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak".

Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama.

Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.

Uraian Pendapat Para Ulama

Ada tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.

Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi'iy.

Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan karena qunut itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.

Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa'd, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.

Dalil Pendapat Pertama

Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :

"Terus-menerus Rasulullah shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia".

Dikeluarkan oleh 'Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma'ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Ha kim dalam kitab Al-Arba'in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-'Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama' wat Tafr iq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.

Semuanya dari jalan Abu Ja'far Ar-Rozy dari Ar-Robi' bin Anas dari Anas bin Malik.

Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin 'Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : "Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari Ar-Rob i' bin Anas adalah Abu Ja'far 'Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)". Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : "Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)". Berkata Abu Zur'ah : " Yahimu katsiran (Banyak salahnya)". Berkata Al-Fallas : "Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)". Dan berkata Ibnu Hibban : "Dia bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar"."

Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma'ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Rozy, beliau berkata : "Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja'far Ar-R ozy adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia bersendirian dengannya".

Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja'far Ar-R ozy ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja'far ini adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : "Shoduqun sayi`ul hifzh khususon 'anil Mughiroh (Jujur tapi jelek hafalannya, terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah).

Maka Abu Ja'far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.

Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2 sebab :

Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dengan hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik :

"Sesungguhnya Nabi shollallahu 'alaihi wa a lihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila beliau berdo'a untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo'a (kejelekan atas suatu kaum)" . Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.

Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja'far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yang disebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh :

"Sesungguhnya Nabi shollahu 'alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh".

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104 no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy dalam Al Mukhtarah 6/129.

kemudian sebagian para 'ulama syafi'iyah menyebutkan bahwa hadits ini mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari kita melihat jalan-jalan tersebut :

Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik, beliau berkata :

"Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa alihi wa Sallam, Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman, dan saya (rawi) menyangka "dan keempat" sampai saya berpisah denga mereka".

Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :

Pertama : 'Amru bin 'Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah Ma'ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan 'Amru bin 'Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu'tazilah dan dalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits (ditinggalkan haditsnya).

Kedua : Isma'il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma'il ini dianggap matrukul hadits oleh banyak orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.

Catatan :

Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kami Ja'far bin Mihr on, (ia berkata) menceritakan kepada kami 'Abdul Warits bin Sa'id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Anas beliau berkata :

"Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa alihi wa Sallam maka beliau terus-menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah dengan beliau".

Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja'far bin Mihron sebagaimana yang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I'tidal 1/418. Karena 'Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari 'Amru bin 'Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu 'Umar Al Haudhy dan Abu Ma'mar – dan beliau ini adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari 'Abdul Warits-.

Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da'laj dari Qotadah dari Anas bin M alik :

"Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang 'umar lalu beliau qunut dan di belakang 'Utsman lalu beliau qunut".

Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadi ts wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy sebagai pendukung untuk hadits Abu Ja'far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata : "Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid (pendukung) atau tidak, karena Ibnu Hambal, Ibnu Ma'in dan Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma' in berkata di (kesempatan lain) : laisa bi syay`in (tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh). Dan tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan, Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.

Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu, perkataannya "Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliau meninggalkan dunia", itu tidak terdapat dalam hadits Khal id. Yang ada hanyalah "beliau (nabi) 'alaihis Salam qunut", dan ini adalah perkara yang ma'ruf (dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok sebagai pendukung, bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid (pendukung)".

Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin 'Abdillah dari Anas bin Malik :

"Terus-menerus Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa a lihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh sampai beliau meninggal".

Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no. 695.

Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam Khalil adalah salah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin 'Abdillah, kata Ibnu 'Ady : "Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)". Dan berkata Ibnu Hibba n : "Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkara palsu, tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya".

Kesimpulan pendapat pertama:

Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.

Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah, juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.

1) Doa

2) Khusyu'

3) Ibadah

4) Taat

5) Menjalankan ketaatan.

6) Penetapan ibadah kepada Allah

7) Diam

8) Shalat

9) Berdiri

10) Lamanya berdiri

11) Terus menerus dalam ketaatan

Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur'an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.

Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.

Dalil Pendapat Kedua

Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :

"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I'tidal) berkata : "Sami'allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. "Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, 'Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri'lu, Dzakw an dan 'Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim". (HR.Bukhary-Muslim)

Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah pendalilan yang lemah karena dua hal :

Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya, sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.

Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :

Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : "Demi Allah, sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur, Isya' dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir".

Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansukh. Andaikata qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut nazilah .

Dalil Pendapat Ketiga

Satu : Hadits Sa'ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja'i

"Saya bertanya kepada ayahku : "Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali radhiyallahu 'anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?". Maka dia menjawab : "Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid'ah)". Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.

Dua : Hadits Ibnu 'Umar

" Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu 'Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku". Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1246, Al-Baihaqy 2213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma' Az-Zawa'id 2137 dan Al-Haitsamy berkata :"rawi-rawinya tsiqoh".

Ketiga : tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari'atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.

Keempat : qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu 'Umar diatas, bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa berkata : "dan demikian pula selain Ibnu 'Umar dari para shahabat, mereka menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid'ah".

Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari'atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :

1) Ada yang shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.

2) Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah.

Keenam: setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlah mustahil mengatakan bahwa disyari'atkannya qunut shubuh secara terus-menerus dengan membaca do'a qunut "Allahummahdinaa fi man hadait…….sampai akhir do'a kemudian diaminkan oleh para ma'mum, andaikan hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah sholat karena ini adalah ibadah yang kalau dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.

Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul Ma'ad.

Kesimpulan :

Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid'ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a'lam.

Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma'any Al-Atsar 1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu' 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi' : 2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib), Majm u' Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma'ad 1/271-285.

QUNUT DALAM SHALAT


  • “Doa qunut witir yang terkenal yang Nabi ajarkan kepada al Hasan bin Ali yaitu allahummahdini fiman hadaita .. tidak terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan doa tersebut untuk selain shalat witir. Tidak terdapat satupun riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi saw. berqunut dengan membaca doa tersebut baik pada shalat shubuh ataupun shalat yang lain.
    Qunut dengan menggunakan doa tersebut di shalat shubuh sama sekali tidak ada dasarnya dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    Sedangkan qunut shubuh namun dengan doa yang lain maka inilah yang diperselisihkan di antara para ulama. Ada dua pendapat dalam hal ini. Pendapat yang paling tepat adalah tidak ada qunut pada shalat shubuh kecuali ada sebab yang terkait dengan kaum muslimin secara umum.
    Misalnya ada bencana selain wabah penyakit yang menimpa kaum muslimin maka kaum muslimin disyariatkan untuk berqunut pada semua shalat wajib, termasuk di dalamnya shalat shubuh, agar Allah menghilangkan bencana dari kaum muslimin.
    Meski demikian, andai imam melakukan qunut pada shalat shubuh maka seharusnya makmum tetap mengikuti qunut imam dan mengaminkan doanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin.
    Sedangkan timbulnya permusuhan dan kebencian karena perbedaan pendapat semacam ini adalah suatu yang tidak sepatutnya terjadi. Masalah ini adalah termasuk masalah yang dibolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Menjadi kewajiban setiap muslim dan para penuntut ilmu secara khusus untuk berlapang dada ketika ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan saudaranya sesama muslim. Terlebih lagi jika diketahui bahwa saudaranya tersebut memiliki niat yang baik dan tujuan yang benar. Mereka tidaklah menginginkan melainkan kebenaran. Sedangkan masalah yang diperselisihkan adalah masalah ijtihadiah. Dalam kondisi demikian maka pendapat kita bagi orang yang berbeda dengan kita tidaklah lebih benar jika dibandingkan dengan pendapat orang tersebut bagi kita. Hal ini dikarenakan pendapat yang ada hanya berdasar ijtihad dan tidak ada dalil tegas dalam masalah tersebut. Bagaimanakah kita salahkan ijtihad orang lain tanpa mau menyalahkan ijtihad kita. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman dan permusuhan dalam penilaian terhadap pendapat” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/12-13, pertanyaan no 772, Maktabah Syamilah).

  • Pada kesempatan lain, Ibnu Utsaimin mengatakan:
  • “Qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab syar’i yang menuntut untuk melakukannya adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah Rasul. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut shubuh secara terus menerus tanpa sebab. Yang ada beliau melakukan qunut di semua shalat wajib ketika ada sebab. Para ulama menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut di semua shalat wajib jika ada bencana yang menimpa kaum muslimin yang mengharuskan untuk melakukan qunut. Qunut ini tidak hanya khusus pada shalat shubuh namun dilakukan pada semua shalat wajib.
    Tentang qunut nazilah (qunut karena ada bencana yang terjadi), para ulama bersilang pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya, apakah penguasa yaitu pucuk pimpinan tertinggi di suatu negara ataukah semua imam yang memimpin shalat berjamaah di suatu masjid ataukah semua orang boleh qunut nazilah meski dia shalat sendirian.
    Ada ulama yang berpendapat bahwa qunut nazilah hanya dilakukan oleh penguasa. Alasannya hanya Nabi saja yang melakukan qunut nazilah di masjid beliau. Tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa selain juga mengadakan qunut nazilat pada saat itu.
    Pendapat kedua, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah imam shalat berjamaah. Alasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan qunut karena beliau adalah imam masjid. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda,

    “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat” (HR Bukhari).

    Pendapat ketiga, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah semua orang yang mengerjakan shalat karena qunut ini dilakukan disebabkan bencana yang menimpa kaum muslimin. Sedangkan orang yang beriman itu bagaikan sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.
    Pendapat yang paling kuat adalah pendapat ketiga. Sehingga qunut nazilah bisa dilakukan oleh penguasa muslim di suatu negara, para imam shalat berjamaah demikian pula orang-orang yang mengerjakan shalat sendirian.
    Akan tetapi tidak diperbolehkan melakukan qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya karena perbuatan tersebut menyelisihi petunjuk Nabi.
    Bila ada sebab maka boleh melakukan qunut di semua shalat wajib yang lima meski ada perbedaan pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya sebagaimana telah disinggung di atas.
    Akan tetapi bacaan qunut dalam qunut nazilah bukanlah bacaan qunut witir yaitu “allahummahdini fiman hadaita” dst. Yang benar doa qunut nazilah adalah doa yang sesuai dengan kondisi yang menyebabkan qunut nazilah dilakukan. Demikianlah yang dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    Jika seorang itu menjadi makmum sedangkan imamnya melakukan qunut shubuh apakah makmum mengikuti imam dengan mengangkat tangan dan mengaminkan doa qunut imam ataukah diam saja?
    Jawabannya, sikap yang benar adalah mengaminkan doa imam sambil mengangkat tangan dalam rangka mengikuti imam karena khawatir merusak persatuan. Imam Ahmad menegaskan bahwa seorang yang menjadi makmum dengan orang yang melakukan qunut shubuh itu tetap mengikuti imam dan mengaminkan doa imam. Padahal Imam Ahmad dalam pendapatnya yang terkenal yang mengatakan bahwa qunut shubuh itu tidak disyariatkan. Meski demikian, beliau membolehkan untuk mengikuti imam yang melakukan qunut shubuh karena dikhawatirkan menyelisihi imam dalam hal ini akan menimbulkan perselisihan hati di antara jamaah masjid tersebut.
    Inilah yang diajarkan oleh para shahabat. Khalifah Utsman di akhir-akhir masa kekhilafahannya tidak mengqashar shalat saat mabit di Mina ketika pelaksanaan ibadah haji. Tindakan beliau ini diingkari oleh para shahabat. Meski demikian, para shahabat tetap bermakmum di belakang Khalifah Utsman. Sehingga mereka juga tidak mengqashar shalat. Adalah Ibnu Mas’ud diantara yang mengingkari perbuatan Utsman tersebut. Suatu ketika, ada yang berkata kepada Ibnu Mas’ud,

    “Wahai Abu Abdirrahman (yaitu Ibnu Mas’ud) bagaimanakah bisa-bisanya engkau mengerjakan shalat bersama amirul mukminin Utsman tanpa qashar sedangkan Nabi, Abu Bakar dan Umar tidak pernah melakukannya. Beliau mengatakan, “Menyelisihi imam shalat adalah sebuah keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)”

  • Lihat selengkapnya sumber :(Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/14-16, pertanyaan no 774, Maktabah Syamilah).

INDONESIA DAN MALAYSIA




BIAR KAGAK NGANTUK, Silakan Dibaca......


INDONESIA : Kementerian Hukum dan HAM
MALAYSIA : Kementerian Tuduh Menuduh

INDONESIA : Kementerian Agama
MALAYSIA : Kementerian Tak Berdosa ...

INDONESIA : Angkatan Darat
MALAYSIA : Laskar Hentak-Hentak Bumi

INDONESIA : Angkatan Udara
MALAYSIA : Laskar Angin-Angin

INDONESIA : 'Pasukaaan bubar jalan !!!'
MALAYSIA : 'Pasukaaan cerai berai !!!'......

INDONESIA : Merayap
MALAYSIA : Bersetubuh dengan bumi

INDONESIA : rumah sakit bersalin
MALAYSIA : hospital korban lelaki

INDONESIA : telepon selular
MALAYSIA : talipon bimbit

INDONESIA : Pasukan terjung payung
MALAYSIA : Aska begayut

INDONESIA : belok kiri, belok kanan
MALAYSIA : pusing kiri, pusing kanan

INDONESIA : Departemen Pertanian
MALAYSIA : Departemen Cucuk Tanam

INDONESIA : 6.30 = jam setengah tujuh
MALAYSIA : 6.30 = jam enam setengah

INDONESIA : gratis bicara 30menit
MALAYSIA : percuma berbual 30minit

INDONESIA : tidak bisa
MALAYSIA : tak boleh

INDONESIA : WC
MALAYSIA : tandas

INDONESIA : Satpam/sekuriti
MALAYSIA : Penunggu Maling

INDONESIA : Aduk
MALAYSIA : Kacau

INDONESIA : Di aduk hingga merata
MALAYSIA : kacaukan tuk datar

INDONESIA : 7 putaran
MALAYSIA : 7 pusingan

INDONESIA : Imut-imut
MALAYSIA : Comel benar

INDONESIA : pejabat negara
MALAYSIA : kaki tangan Negara

INDONESIA :bertengkar
MALAYSIA : bertumbuk

INDONESIA : pemerkosaan
MALAYSIA : perogolan

INDONESIA : Pencopet
MALAYSIA : Penyeluk Saku

INDONESIA : joystick
MALAYSIA : batang senang

INDONESIA : Tidur siang
MALAYSIA : Petang telentang

INDONESIA : Air Hangat
MALAYSIA : Air Suam

INDONESIA : Terasi
MALAYSIA : Belacan

INDONESIA : Pengacara
MALAYSIA : Penguam

INDONESIA : Sepatu
MALAYSIA : Kasut

INDONESIA : Ban
MALAYSIA : Tayar (Tonjok….kalo bahasa Jatim)

INDONESIA : remote
MALAYSIA : kawalan jauh

INDONESIA : kulkas
MALAYSIA : peti sejuk

INDONESIA : chatting
MALAYSIA : bilik berbual

INDONESIA : rusak
MALAYSIA : tak sihat

INDONESIA : keliling kota
MALAYSIA : pusing pusing ke bandar

INDONESIA : Tank
MALAYSIA : Kereta kebal

INDONESIA : Kedatangan
MALAYSIA : ketibaan

INDONESIA : bersenang-senang
MALAYSIA : berseronok

INDONESIA : bioskop
MALAYSIA : panggung wayang

INDONESIA : rumah sakit jiwa
MALAYSIA : gubuk gila

INDONESIA : dokter ahli jiwa
MALAYSIA : Dokter gila

INDONESIA : narkoba
MALAYSIA : dadah

INDONESIA : pintu darurat
MALAYSIA : Pintu kecemasan

INDONESIA : hantu Pocong
MALAYSIA : hantu Bungkus

INDONESIA : Kipas Angin
MALAYSIA : Mesin Tiup

Dikutip dari : Tentang Islam