Jumat, 16 April 2010

ULAMA NUSANTARA YANG MENDUNIA


Sejarah mencatat beberapa ulama Indonesia pada masa lalu pernah berkiprah hingga namanya dikenal di dunia. Mereka pada umumnya berguru ke Mekkah dan Madinah. Sebagian menghabiskan hidupnya dengan mengajar disana, sebagian lagi pulang ke Indonesia. Berikut diantara mereka :

1. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Namanya tidak hanya dikenal oleh masyarakat Nusantara, tetapi juga kaum muslimin di Filipina, Turki, Arab Saudi, Mesir, dan India. Lahir di Banjar tanggal 15 Safar 1122 H (17 Mei 1710 M). Selama hampir 35 tahun berguru pada ulama-ulama terkenal di Mekkah dan Madinah seperti Syaikh Ataillah bin Ahmad Al-Misriy, Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdiy, Syaikh Ahmad bin Abd Karim Al-Qadiri.
Selepas berguru di Mekkah dan Madinah, Al-Banjari kembali ke tanah air. Ia membuat pusat-pusta studi islam untuk membantu masyarakat menimba ilmu pengetahuan.
Al-Banjari berhasil menulis berpuluh-puluh karya. Salah satu yang termasyhur adalah kitab Sabilal Muhtadin yang kerap menjadi referensi para penulis buku fiqh.
Pada 6 Syawal 1227 H (3 Oktober 1812 M), Al-Banjari wafat. Untuk mengenang karya dan jasanya, masyarakat Banjarmasin mendirikan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.

2. Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi.

Ia seangkatan dengan Hasyim Asyhari, pendiri Nahdlatul Ulama. Lahir di Candan, Sumatera Barat, pada tahun 1871 M.
Sulaiman menuntut ilmu agama di Makkah dan antara lain berguru pada ulama minang yang tinggal di Tanah Suci, Syaikh Ahmad Khatib Abdul Lathif Al-Minangkabawi. Sekembali ke tanah air, ia menyebarkan ajaran Islam dengan sistem lesehan (duduk bersila). Baru pada tahun 1928 M, Al-Minangkabawi menggunakan bangku.
Pada tahun 1928 M juga, Al-Minangkabawi bersama Syaikh Abbas Ladang Lawas dan Syaikh Muhammad Jamil Jaho menggagas berdirinya organisasi yang sempat menjadi partai politik, yaitu Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

3. Syaikh Sayyid Utsman Betawi

Nama lengkapnya Sayyid Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya Al-Alawi, namun lebih dikenal dengan sebutan Habib Utsman Mufti Betawi. Lahir di Pekojan, Jakarta, 17 Rabiul Awwal 1238 H (2 Desember 1822 M).
Habib Utsman adalah sahabat ulama besar Sayyid Yusuf An-Nabhani, mufti di Beirut. Selama di Makkah, Habib Utsman menimba ilmu pada Syaikh Ahmad Ad-Dimyathi, Sayyid Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syaikh Rahmatullah.
Semasa hidupnya, Mufti Betawi berhasil menulis karya sebanyak 109 buah. Dalam memutuskan suatu perkara ia dikenal sangat tegas. Tak heran kalau ulama-ulama asli Jakarta yang ada sekarang sangat mengagumi sosok Mufti Betawi dan menjadikannya guru teladan.

4. Syaikh Muhammad Khalil Al-Maduri.

Lahir pada 11 Jamadil Akhir 1235 H (27 Januari 1820 M) di Bangkalan, Madura. Al-Maduri berasal dari keluarga ulama. Ia sempat berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.
Al-Maduri semasa mudanya berhasil menghafal Al-Qur'an (hafizh). Juga mampu menguasai qiraah tujuh (tujuh cara membaca Al-Qur'an).
Tahun 1859 M Al-Maduri pergi ke Makkah. Ia bersahabat dengan Syaikh Nawawi Al-Bantani. Sekembalinya ke tanah air, Al-Maduri mendirikan pondok pesantren di daerah Cengkebuan, satu kilometer dari tanah kelahirannya.
Pada masa penjajahan Belanda, ia sudah sepuh dan tidak lagi mampu terlibat langsung dalam kontak fisik. Namun ia sangat aktif menumbuhkan sikap perlawanan kepada para pemuda di pondok pesantrennya. Akibatnya, Al-Maduri ditahan Belanda karena dituduh melindungi para pemberontak.
Syaikh Muhammad Khalil Al-Maduri wafat pada usia 106 tahun (29 Ramadhan 1341 H atau 14 mei 1923 M). Semasa hidup telah membina kader-kader ulama untuk generasi setelahnya, seperti KH Hasyim Asy'ari (pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang) dan KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok Pesantren Rembang).

5. Syaikh Nawawi Al-Bantani

Al-Bantani kerap disebut sebagai "Imam Nawawi Kedua". Gelar ini diberikan oleh Syaikh Wan Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani.
Lahir pada penghujung abad ke 18 M di Banten. Ia memiliki nama lengkap Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali Al-Jawi Al-Bantani.
Selama di Makkah, Nawawi Al-Bantani belajar pada beberapa ulama terkenal seperti Syaikh Ahmad An-Nahrawi, Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Maliki, Syaikh Ahmad Ad-Dumyati, Syaikh Muhammad khathib Duma Al-Hanbali, Syaikh Zainuddin Aceh dan Syaikh Ahmad Khathib Sambas.
Setiap kali mengajar di Masjidil Haram, ia selalu dikelilingi sekitar 200-an orang. Pernah diundang ke Universitas Al-Azhar, Mesir, untuk memberi ceramah atau fatwa-fatwa pada beberapa perkara khusus.

6. Syaikh Muhammad Muchtar Al-Bughri

Lahir di Bogor, Jawa barat, pada 14 Sya'ban 1278 (14 Februari 1862). Nama lengkapnya Muhammad Mukhtar bin Atharid Al-Bughri Al-Batawi Al-Jawi. Pendidikan agamanya didapat langsung dari orang tuanya. Semasa muda ia telah mampu menghafal Al-Qur'an.
Tahun 1299 hijrah ke Betawi (Jakarta) untuk menimba ilmu kepada Sayyid Utsman. Tidak puas juga, ia kemudian pergi ke Makkah.
Selama di Makkah, Mukhtar Al-Bughri belajar kepada ulama termasyhur, Syaikh Ahmad Al-Fathani. Ia juga diberi kesempatan untuk mengajar di Masjidil Haram selama 28 tahun.
Setiap kesempatan mengajar, ia selalu dikelilingi sekitar 400-an muridnya. Semasa hidupnya telah menulis berpuluh-puluh karya. Mukhtar Al-Bughri wafat di Makkah pada 17 Shafar 1349 H .(13 Juli 1930 M).

7. Syaikh abdul Hamid Asahan

Nama lengkapnya Syaikh Abdul Hamid bin Mahmud. Lahir di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, tahun 1298 H (1880 M).
Sejak kecil ia belajar kepada saudara iparnya yang bernama Haji Zainuddin. Setelah itu belajar kepada ulama termasyhur di Asahan bernama Syaikh Muhammad Isa, mufti Kerajaan Asahan. Syaikh Muhammad Isa menganjurkan Abdul Hamid untuk menimba ilmu ke Makkah, pasalnya Abdul Hamid memiliki talenta untuk menjadi ulama.
Sampai di Makkah, Abdul Hamid Asahan langsung diterima belajar di halaqah Syaikh Ahmad Al-Fathani. Abdul Hamid Asahan belajar pada Syaikh Ahmad Al-Fathani selama dua tahun, karena Syaikh Ahmad Al-Fathani keburu wafat pada 1325 H/1908 M.
Abdul Hamid Asahan kemudian berguru pada Syaikh Ahmad Khathib bin Abdul Lathif Minangkabawi. Proses belajar ini sempat terganggu karena meletusnya Perang Dunia I (1914-1918 M). Ia terpaksa pulang ke Tanjung Balai Asahan.
Abdul Hamid kemudian mendirikan madrasah 'Ulumil 'Arabiyah. Madrasah ini berkembang pesat dan menjadi termasyhur di Sumatera Utara.
Abdul Hamid Asahan melengkapi hidupnya dengan menulis berpuluh-puluh buku. Ia wafat pada 10 Rabiul Akhir 1370 H (18 Februari 1951 M).

CATATAN : Dikutip dari Majalah Hidayatullah Edisi 10/XIX/Februari 2007/Muharram 1428 H