Selasa, 14 Juni 2011

KEUTAMAAN ILMU

Oleh: Ari Wahyudi

Pertama :
Ilmu Meningkatkan derajat

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Allah akan mengangkat kepada orang-orang yang beriman dan diberikan ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al Mujadilah [58] : 11).

Al Hafizh menjelaskan, “Ada yang mengatakan tentang tafsirannya adalah : Allah akan mengangkat kedudukan orang beriman yang berilmu dibandingkan orang beriman yang tidak berilmu. Dan pengangkatan derajat ini menunjukkan adanya sebuah keutamaan…” (Fathul Bari, 1/172). Beliau juga meriwayatkan sebuah ucapan Zaid bin Aslam mengenai ayat yang artinya, “Kami akan mengangkat derajat orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf [12] : 76). Zaid mengatakan, “Yaitu dengan sebab ilmu.” (Fathul Bari, 1/172).

Ibnu Katsir menyebutkan di dalam tafsirnya sebuah riwayat dari Abu Thufail Amir bin Watsilah yang menceritakan bahwa Nafi’ bin Abdul Harits pernah bertemu dengan Umar bin Khattab di ‘Isfan (nama sebuah tempat, pen). Ketika itu Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah. Umar pun berkata kepadanya, “Siapakah orang yang kamu serahi urusan untuk memimpin penduduk lembah itu?”. Dia mengatakan, “Orang yang saya angkat sebagai pemimpin mereka adalah Ibnu Abza; salah seorang bekas budak kami.” Maka Umar mengatakan, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Dia pun menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dia adalah orang yang pandai memahami Kitabullah, mendalami ilmu waris, dan juga seorang hakim.” Umar radhiyallahu’anhu menimpali ucapannya, “Adapun Nabi kalian, sesungguhnya dia memang pernah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sekelompok orang dengan sebab Kitab ini, dan akan merendahkan sebagian lainnya karena kitab ini pula.’ (HR. Muslim).

Kedua :
Nabi diperintahkan untuk berdoa untuk mendapatkan tambahan ilmu

Di dalam Kitabul Ilmi Bukhari membawakan sebuah ayat yang artinya, “Wahai Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Thaha [20] : 114). Kemudian Al Hafizh menjelaskan, “Ucapan beliau : Firman-Nya ‘azza wa jalla, ‘Wahai Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu’. Memiliki penunjukan yang sangat jelas terhadap keutamaan ilmu. Sebab Allah ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan untuk apapun kecuali tambahan ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu syar’i; yang dengan ilmu itu akan diketahui kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang mukallaf untuk menjalankan ajaran agamanya dalam hal ibadah ataupun muamalahnya, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, dan hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, menyucikan-Nya dari segenap sifat tercela dan kekurangan. Dan poros semua ilmu tersebut ada pada ilmu tafsir, hadits dan fiqih…” (Fathul Bari, 1/172).

Ketiga :
Perintah bertanya kepada ahli ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci memerintahkan untuk bertanya kepada mereka (ahli ilmu) dan merujuk kepada pendapat-pendapat mereka. Allah juga menjadikannya sebagaimana layaknya persaksian dari mereka. Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu kecuali para lelaki yang Kami wahyukan kepada mereka : bertanyalah kepada ahli dzikir apabila kalian tidak mempunyai ilmu.’ (QS. An Nahl [16] : 43). Sehingga makna ahli dzikir adalah ahli ilmu yang memahami wahyu yang diturunkan Allah kepada para nabi.” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 24).

Keempat :
Kebenaran akan tampak bagi ahli ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Allah Yang Maha Suci memberitakan mengenai keadaan orang-orang yang berilmu; bahwa merekalah orang-orang yang bisa memandang bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi dari Rabbnya adalah sebuah kebenaran. Allah menjadikan hal ini sebagai pujian atas mereka dan permintaan persaksian untuk mereka. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang diberikan ilmu bisa melihat bahwa wahyu yang diturunkan dari Rabbmu itulah yang benar.” (QS. Saba’ [34] : 6).” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 24).

Kelima :
Segala sifat terpuji bersumber dari ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya seluruh sifat yang menyebabkan hamba dipuji oleh Allah di dalam Al Qur’an maka itu semua merupakan buah dan hasil dari ilmu. Dan seluruh celaan yang disebutkan oleh-Nya maka itu semua bersumber dari kebodohan dan akibat darinya…” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 128). Beliau juga menegaskan, “Dan tidaklah diragukan bahwasanya kebodohan adalah pokok seluruh kerusakan. Dan semua bahaya yang menimpa manusia di dunia dan di akhirat maka itu adalah akibat dari kebodohan…” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 101).

Kebahagiaan ilmu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Adapun kebahagiaan ilmu, maka hal itu tidak dapat kamu rasakan kecuali dengan cara mengerahkan segenap kemampuan, keseriusan dalam belajar, dan niat yang benar. Sungguh indah ucapan seorang penyair yang mengungkapkan hal itu,

Katakanlah kepada orang yang mendambakan
Perkara-perkara yang tinggi lagi mulia
Tanpa mengerahkan kesungguhan
Berarti kamu berharap sesuatu yang mustahil ada

Penyair yang lain mengatakan,

Kalau bukan karena faktor kesulitan
Tentunya semua orang bisa menjadi pimpinan
Sifat dermawan membawa resiko kemiskinan
Sebagaimana sifat berani membawa resiko kematian

(Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 111).

Beliau juga mengatakan, “Berbagai kemuliaan berkaitan erat dengan hal-hal yang tidak disenangi (oleh hawa nafsu, pen). Sedangkan kebahagiaan tidak akan bisa dilalui kecuali dengan meniti jembatan kesulitan. Dan tidak akan terputus jauhnya jarak perjalanan kecuali dengan menaiki bahtera keseriusan dan kesungguh-sungguhan. Muslim mengatakan di dalam Sahihnya, ‘Yahya bin Abi Katsir berkata : Ilmu tidak akan diraih dengan tubuh yang banyak bersantai-santai.’ Dahulu ada yang mengatakan, ‘Barangsiapa yang menginginkan hidup santai (di masa depan, pen) maka dia akan meninggalkan banyak bersantai-santai.’.” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 112).

Inilah sekelumit pelajaran dan motivasi bagi para penuntut ilmu. Semoga yang sedikit ini bisa menyalakan semangat mereka dalam berjuang membela agama-Nya dari serangan musuh-musuh-Nya. Sesungguhnya pada masa yang penuh dengan fitnah semacam ini kehadiran para penuntut ilmu yang sejati sangat dinanti-nanti. Para penuntut ilmu yang berhias diri dengan adab-adab islami, yang tidak tergoda oleh gemerlapnya dunia dengan segala kepalsuan dan kesenangannya yang fana. Para penuntut ilmu yang bisa merasakan nikmatnya berinteraksi dengan Al Qur’an sebagaimana seorang yang lapar menyantap makanan. Para penuntut ilmu yang senantiasa berusaha meraih keutamaan di waktu-waktunya. Para penuntut ilmu yang bersegera dalam kebaikan dan mengiringi amalnya dengan rasa harap dan cemas. Para penuntut ilmu yang mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas kecintaannya kepada segala sesuatu.


Senin, 13 Juni 2011

BUKU PUTIH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB

Buku Putih Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Posted by Admin pada September 26, 2009 www.belasalafy.wordpress.com. بسم الله الرحمن الرحيم Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Dari dulu hingga sekarang, perdebatan serta perbincangan seputar Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dan jalan dakwahnya, terus berkecamuk antara mereka yang pro dan yang kontra. Dan yang mengherankan dari dakwaan mereka yang kontra -yang melontarkan tuduhan-tuduhan kepada Syaikh- adalah: omongan mereka yang kosong dari dalil berupa bukti dari perkataan Syaikh atau tulisan beliau di dalam kitab-kitabnya, yang ada hanyalah tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang terdahulu, lalu ‘difotokopi’ oleh para pewaris mereka. Kami kira setiap orang yang obyektif sepakat bahwa jalan yang paling tepat untuk mengenal hakikat pemikiran seseorang adalah dengan cara kembali langsung kepada orang tersebut atau kepada referensi-referensi yang otentik. Alhamdulillah tulisan-tulisan serta ucapan-ucapan Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab -ed) sampai saat ini masih ada dan mudah untuk didapatkan. Dengan menelaah tulisan-tulisan tersebut, benar tidaknya isu-isu yang sementara ini tersebar di masyarakat akan terlihat. Adapun tuduhan-tuduhan yang tanpa bukti, maka ini bagaikan fatamorgana yang tidak ada hakikatnya. Di tulisan ini, kami akan memaparkan ucapan-ucapan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang kami nukil dengan penuh amanah dari referensi-referensi otentik yang menghimpun perkataan-perkataan beliau. Peran kami dalam buku ini hanyalah sebagai penyusun. Buku ini memuat jawaban-jawaban Syaikh sendiri, atas tuduhan-tuduhan utama yang dilontarkan ‘para lawan’ dakwah beliau. Kami amat yakin insya Allah dengan taufik dari Allah, tulisan ini akan cukup untuk menjelaskan al-Haq bagi mereka yang memang menginginkannya. Adapun mereka yang memusuhi dan menentang perjuangannya, yang tidak henti-hentinya menebarkan tuduhan-tuduhan dusta, maka kami katakan kepada mereka: ‘Sadarlah, karena sesungguhnya kebenaran telah jelas, agama Allah ta’ala akan menang dan cahaya matahari yang bersinar terang tidak bisa dihalangi dengan kedua telapak tangan.’ Perkataan-perkataan beliau dalam buku ini meluluhlantakkan tuduhan-tuduhan mereka. Jika mereka memiliki bukti dari perkataan beliau yang menguatkan tuduhan tersebut maka keluarkanlah dan jangan disembunyikan. Jika mereka tidak bisa mendatangkannya, maka kami menasihatkan, “Telusurilah jalan Allah ta’ala dengan hati yang bersih dari hawa nafsu dan kefanatikan terhadap suatu golongan. Mohonlah kepada-Nya agar Dia menunjukkan kebenaran lalu ikutilah kebenaran itu. perhatikanlah perkataan-perkataan beliau, kemudian renungkanlah; apakah beliau datang membawa ajaran baru yang tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah? Kemudian renungkan kembali: Adakah jalan keselamatan selain dengan mengucapkan kebenaran serta membenarkannya? Jika telah datang kebenaran kepadamu maka terimalah dan ikutilah kebenaran tersebut; karena yang demikian lebih baik dari pada bersikeras dalam kebatilan. Hanya kepada Allah-lah semuanya akan kembali… Hakikat Dakwah Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab Alangkah baiknya kami paparkan terlebih dahulu penjelasan singkat tentang hakikat dakwah yang beliau serukan. Karena hingga saat ini ‘para musuh’ dakwah beliau masih terus membangun dinding tebal di hadapan orang-orang awam, sehingga mereka terhalang untuk melihat hakikat dakwah sebenarnya yang diusung oleh beliau. Syaikh berkata, “Segala puji dan karunia dari Allah, serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhnya Allah ta’ala telah memberikan hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang benar; agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.Alhamdulillah aku bukanlah orang yang mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam tertentu yang aku agungkan atau ajaran orang filsafat. Akan tetapi aku mengajak kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kepada sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diwasiatkan kepada seluruh umatnya. Aku berharap untuk tidak menolak kebenaran jika datang kepadaku. Bahkan aku jadikan Allah, para malaikat-Nya serta seluruh makhluk-Nya sebagai saksi bahwa jika datang kepada kami kebenaran darimu maka aku akan menerimanya dengan lapang dada. Lalu akan kubuang jauh-jauh semua yang menyelisihinya walaupun itu perkataan Imamku, kecuali perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau tidak pernah menyampaikan selain kebenaran.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/37-38). “Alhamdulillah, aku termasuk orang yang senantiasa berusaha mengikuti dalil, bukan orang yang mengada-adakan hal yang baru dalam agama.” (KitabMuallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/36). “Dan yang aku dakwahkan sebenarnya adalah: Kita tidak boleh menyembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana firman-Nya, فَلا تَدْعُو مَعَ اللَّهِ أَحَداً “Maka kamu janganlah menyembah seorang pun di samping menyembah Allah.” (QS. Al-Jin: 18) Allah ta’ala juga memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرّاً وَلا رَشَداً “Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak ( pula)kuasa memberikan suatu kemanfaatan.” (QS. Al-Jin: 21) Inilah firman Allah ta’ala yang telah disampaikan dan diwasiatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita… Inilah yang akan menjadi hakim antara kalian dan diriku. Jika kalian mendengar tentang dakwahku selain yang kukatakan tadi, maka ketahuilah bahwa hal itu adalah dusta.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/90-91). Poin Pertama: Keyakinan Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab Tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Di antara tuduhan besar yang dilontarkan ‘musuh-musuh’ dakwah Syaikh kepada beliau dalam masalah ini adalah: 1. Beliau dituduh tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup Para Nabi dan Rasul. Demikianlah tuduhan yang tersebar, padahal semua kitab karangan beliau telah membuktikan dustanya tuduhan ini. Di antara perkataan beliau yang membantah tuduhan tersebut: “Aku beriman bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup Para Nabi dan Rasul. Keimanan seseorang tidak dianggap sah hingga dia beriman dengan kenabian dan kerasulannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32). “Orang yang paling bahagia, paling besar kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah orang yang paling setia mengikuti tuntunan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengamalkan ajaran beliau.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21). 2. Beliau dituduh tidak memenuhi hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak memosisikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana mestinya. Untuk menjelaskan hakikat tuduhan ini, kami akan kutip perkataan Syaikh yang menjelaskan keyakinan beliau tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Ketika Allah ta’ala berkehendak untuk menampakkan Tauhid dan menyempurnakan agama-Nya di atas muka bumi, serta meninggikan kalimat Allah dan merendahkan kalimat orang-orang kafir; maka Allah ta’ala mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para rasul dan kekasih Rabb alam semesta. Beliau senantiasa dikenal setiap masa, bahkan disebutkan pula dalam kitab Taurat Nabi Musa ‘alaihis salam dan kitab Injil Nabi Isa ‘alaihis salam. Hingga Allah ta’ala memunculkan mutiara tersebut di antara kabilah Bani Kinanah dan Bani Zahrah. Allah mengutus beliau di masa-masa terputusnya (pengiriman) rasul-rasul, lalu menunjukinya jalan yang lurus. Sebelum beliau diutus menjadi Rasul, telah tampak pada dirinya tanda-tanda kenabian yang tidak bisa ditiru oleh siapapun yang hidup di zamannya. Allahta’ala menumbuhkan beliau dengan sebaik-baiknya hingga menjadi orang yang paling mulia akhlaknya, paling tinggi budi pekertinya, paling tangguh kesabarannya, paling baik dengan para tetangganya, serta paling jujur tutur katanya, sehingga kaumnya menjulukinya sebagai al-amin (yang dipercaya); karena di dalam pribadinya terdapat perilaku yang baik dan sifat-sifat yang terpuji.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/90-91). “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemimpin para pemberi syafaat, dan pemberi syafaat agung (di padang mahsyar), Nabi Adam ‘alaihis salam dan keturunannya kelak berada di bawah benderanya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/86). “Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam, dan rasul yang terakhir dan yang paling utama adalah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Kitabad-Durar as-Saniyyah: I/143). “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalah kepada umatnya dengan sempurna dan menjelaskannya dengan sebaik-baiknya. Beliau adalah penasihat terbaik bagi para hamba Allah, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad dengan sebenar-benarnya di jalan Allah ta’ala, serta beribadah kepada Allah ta’ala hingga ajalnya tiba.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21). Syaikh menjelaskan bahwa sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Salah seorang dari kalian tidak dianggap beriman hingga aku lebih dia cintai daripada orang tua dan anak-anaknya serta seluruh manusia”, menunjukkan akan wajibnya mengedepankan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamatas kecintaan kepada diri sendiri, keluarga dan harta bendanya. (Kitab at-Tauhid: hal. 108). 3. Beliau dituduh mengingkari syafa’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh menjawab tuduhan ini dengan berkata, “Mereka menuduh kami mengingkari syafaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Subhanallah! ini adalah kedustaan yang besar. Bahkan kami menjadikan Allah ta’ala sebagai saksi, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang diberi izin Allah ta’ala untuk memberikan syafaat dan pemilik syafaat agung (di padang mahsyar). Kami memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah agar mengizinkan beliau untuk memberikan syafaatnya kepada kita, dan semoga Allah ta’ala mengumpulkan kita bersamanya kelak.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/63-64). “Yang mengingkari adanya syafaat adalah ahlul bid’ah dan orang yang sesat. Akan tetapi syafa’at tersebut tidak akan bisa diraih kecuali setelah kita mendapatkan izin serta ridha dari Allah ta’ala. Sebagaimana firman-Nya, وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى “Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 28) Allah ta’ala juga berfirman. مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ “Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin dari-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 255) (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/31). Kemudian beliau menjelaskan sebab timbulnya tuduhan dusta tersebut, “Tatkala kusebutkan kepada mereka apa yang difirmankan Allah ta’ala, apa yang disabdakan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta apa yang dijelaskan para ulama dari berbagai mazhab, tentang perintah untuk memurnikan ibadah untuk Allah ta’ala semata serta larangan untuk menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani yang menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib sebagai tuhan selain Allah ta’ala, mereka pun berkata, “Kamu telah melecehkan para nabi, orang-orang shalih dan para wali.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/50). Poin Kedua: Tentang Ahlul Bait (Keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Di antara tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Syaikh: mereka mengatakan bahwa beliau membenci ahlul bait serta tidak memenuhi hak-hak mereka sebagaimana mestinya. Jawabannya: tuduhan tersebut tidak sesuai dengan fakta; karena kenyataannya beliau mengakui kedudukan mereka dan mencintai serta menghormati mereka, bahkan beliau mengingkari orang yang benci terhadap mereka, beliau berkata, “Allah ta’ala telah mewajibkan kepada umat ini untuk memenuhi hak-hak keluarga Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengabaikan hak-hak mereka, dengan prasangka bahwa hal itu adalah bagian dari tauhid. Keyakinan seperti itu termasuk dalam sikap ghuluw (berlebih-lebihan). Yang kami ingkari adalah model pemuliaan ahlul bait dengan cara meyakini bahwa dalam diri mereka terdapat sifat-sifat ketuhanan, juga aku mengingkari orang-orang yang menghormati oknum-oknum yang mendakwakan hal tersebut.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/284). Siapapun yang membaca biografi beliau, niscaya dia akan mengetahui kebenaran apa yang diucapkannya. Cukuplah sebagai bukti akan kebenaran ucapan beliau; tatkala beliau menamai enam dari tujuh orang putra-putranya dengan nama-nama ahlul bait. Mereka adalah: Ali, Abdullah, Husain, Hasan, Ibrahim dan Fatimah. Ini merupakan salah satu bukti yang jelas tentang besarnya kecintaan beliau terhadap ahlul bait. Poin Ketiga: Tentang Karamah Para Wali Sebagian orang menyebarkan isu bahwa beliau mengingkari adanya karamah para wali. Perkataan beliau di berbagai pembahasan dalam kitab-kitabnya membuktikan dustanya tuduhan ini. Di antara ucapan beliau, “Aku meyakini keberadaan karamah para wali.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32). Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin beliau dituduh demikian, padahal beliau adalah orang yang menyifati golongan yang mengingkari karamah para wali dengan sebutan ahlul bid’ah dan golongan sesat?! Beliau berkata, “Dan tiada yang mengingkari karamah para wali melainkan ahlul bid’ah dan golongan yang sesat.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: I/169). Poin Keempat: Tentang Pengkafiran Di antara tuduhan terbesar yang tersebar adalah: bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab beserta pengikutnya mengkafirkan kaum muslimin, dan meyakini bahwa nikah dengan mereka hukumnya tidak sah, kecuali jika menikah dengan orang yang sepaham dengannya atau orang yang hijrah kepadanya. Beliau telah membantah tuduhan ini di berbagai bukunya, antara lain ucapannya, “Tuduhan bahwa aku telah mengkafirkan kaum muslimin adalah dusta besar yang diada-adakan orang yang memusuhiku; untuk menghalang-halangi orang dari agama ini. Maka aku katakan, “Maha suci Engkau (wahai Rabbku), ini adalah kedustaan yang besar.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/100). “Bermacam-macam tuduhan telah dilontarkan kepada kami, fitnah pun makin menjadi-jadi, mereka mengerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dari kalangan iblis untuk menyerang kami. Dan di antara kebohongan yang mereka sebarkan, adalah tuduhan bahwa aku mengkafirkan seluruh kaum muslimin kecuali pengikutku, dan nikah dengan mereka hukumnya tidak sah. Untuk menukil tuduhan tersebut saja orang yang berakal merasa malu, apalagi untuk mempercayainya. Bagaimana mungkin orang yang berakal memiliki keyakinan seperti itu? Apakah mungkin seorang muslim meyakini keyakinan demikian?. Aku berlepas diri dari tuduhan itu. Tuduhan itu tidaklah dilontarkan melainkan dari orang yang tidak waras dan linglung. Semoga Allah ta’alamemerangi orang-orang yang bermaksud jelek.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/80). “Yang aku kafirkan adalah orang yang telah mengerti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia menghinanya, menghalangi manusia darinya, serta memusuhi penganutnya. Inilah yang aku kafirkan, dan alhamdulillah kebanyakan umat ini tidaklah demikian keadaannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/73). Poin Kelima: Tentang Pemikiran Khawarij Sebagaian orang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berpemikiran Khawarij, yaitu mengkafirkan orang yang berbuat maksiat. Beliau menjawab, “Aku tidak akan mengatakan tentang seorang pun dari kaum muslimin bahwa dia pasti masuk surga atau neraka, kecuali orang yang telah dipersaksikan demikian oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berharap semoga orang yang baik masuk surga, dan aku mengkhawatirkan orang yang berbuat jelek akan masuk neraka. Aku tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin, serta mengeluarkannya dari agama ini, hanya karena dia terjerumus ke suatu perbuatan dosa.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/32). Poin Keenam: Tentang Menyifati Allah Ta’ala Dengan Sifat Tubuh, Seperti Tubuhnya Makhluk Di antara isu-isu yang tersebar di publik, bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mensifati Allah ta’ala dengan sifat tubuh, yakni menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Beliau telah menjelaskan keyakinannya dalam masalah ini, dan kenyataannya beliau amat jauh dari keyakinan batil di atas. Beliau berkata, “Termasuk bagian dari keimanan kepada Allah ta’ala adalah: mengimani sifat-sifat-Nya yang telah disebutkan dalam Kitab dan Sunnah, tanpa mengotori keimanan tersebut dengan tahrif (merubah lafaz maupun makna) dan ta’thil (pengingkaran secara total maupun parsial). Aku meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah subhanahu wa ta’ala, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Aku tidak mengingkari sifat-sifat Allah yang disebutkan di dalam al-Qur’an maupun Sunnah. Aku juga tidak menyelewengkan makna sifat-sifat tersebut, atau berupaya untuk mereka-reka keadaan serta bentuk yang hakiki dari sifat-sifat itu. Aku tidak menyerupakan sifat-sifat Allah ta’ala dengan sifat-sifat makhluk-Nya; karena tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Dia tidak dianalogikan dengan para makhluk-Nya. Sesungguhnya Allah ta’ala Maha Mengetahui Dzat-Nya serta makhluk-Nya juga Maha benar firman-Nya. Allah telah berlepas diri dari keyakinan-keyakinan golongan takyif (yang berupaya untuk mereka-reka keadaan serta bentuk yang hakiki dari sifat-sifat Allah), maupun golongan tamtsil(yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya). Juga Allah telah berlepas diri dari keyakinan-keyakinan golongan tahrif(yang merubah lafazh maupun makna sifat-sifat-Nya) maupun golongan ta’thil (yang mengingkari sifat-sifat-Nya secara total maupun parsial). Allah ta’alaberfirman, سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (الصافات:180-182) “Maha suci Rabb-mu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam”. (QS.Ash-Shafat: 180-182).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/29). “Sebagaimana telah maklum bahwa ta’thil (pengingkaran sifat-sifat Allah secara total maupun parsial) adalah lawan dari tajsim (menyifati Allah ta’ala dengan sifat jasmani seperti jasmani makhluk). Dua keyakinan ini saling bermusuhan. Dan keyakinan yang benar adalah sikap yang tengah di antara keduanya (yaitu: meyakini sifat-sifat Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, III/11). Poin Ketujuh: Tentang Menyelisihi Pendapat Para Ulama Sebagian orang mengatakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam dakwahnya telah menyelisihi para ulama, tidak menghiraukan perkataan mereka, tidak pula merujuk kepada kitab-kitab mereka. Bahkan beliau dituduh telah menciptakan ajaran baru dan membawa pemahaman madzhab yang kelima. Sebaik-baik bantahan atas tuduhan ini adalah pengakuan beliau sendiri, “Aku adalah orang yang bertaqlid kepada Kitab dan Sunnah, serta para salafus salih. Aku juga bergantung dengan perkataan para imam madzhab yang empat; Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah merahmati mereka semua.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/97). “Seandainya kalian mendapatkan fatwaku menyelisihi ijma’ para ulama, maka tunjukkan padaku.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/53) “Jika kalian mengira bahwa para ulama telah menyelisihi apa yang aku ajarkan, sesungguhnya di hadapan kalian ada kitab-kitab mereka, (bacalah dengan seksama dan bandingkan dengan apa yang kuajarkan).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/58). “Aku selalu membandingkan perkataan orang yang bermadzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i maupun Hambali dengan perkataan ulama yang mu’tamad(terpercaya) dalam madzhab tersebut.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/82). “Walhasil yang aku ingkari adalah pengkultusan terhadap selain Allah ta’ala. Maka jika ajaranku bersumber dari pendapatku sendiri, atau dari buku yang tidak tepercaya, atau semata-mata dari hasil taqlidku kepada para ulama mazhabku (mazhab Hambali); maka buanglah jauh-jauh ajaranku. Namun jika ajaranku bersumber dari Kitab dan Sunnah serta Ijma’ para ulama dari berbagai mazhab; maka tidak layak bagi orang yang beriman terhadap Allah ta’aladan hari akhir, untuk menolaknya; hanya gara-gara kebanyakan orang di zamannya, atau di negerinya menyelisihi ajaran tersebut.” (Kitab ad-Durar as-Saniyah: I/76). Penutup Di penghujung tulisan ini, kami akan mempersembahkan nasihat yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: Nasehat pertama adalah untuk orang-orang yang memusuhi dakwah ini dan para pengikutnya, yang senantiasa berusaha untuk menghalanginya, serta melontarkan berbagai macam tuduhan batil kepadanya. Beliau berkata, “Aku ingatkan orang-orang yang menyelisihiku: Seluruh manusia berkewajiban untuk mengikuti apa yang telah diwasiatkan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Bukankah kitab-kitab agama ada pada kalian? Bacalah! Janganlah kalian mengambil sedikitpun dari perkataanku! Namun jika kalian mendapatkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam kitab-kitab tersebut, maka amalkanlah! Meskipun kebanyakan manusia tidak mengamalkannya… Jangan kalian menaatiku! Namun taatilah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab kalian… Ketahuilah bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian melainkan hanya berpegang teguh kepada tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hidup di dunia ini hanyalah sementara. Tidak pantas bagi orang yang berakal untuk melupakan surga dan neraka.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/89-90). “Aku mengajak orang-orang yang menyelisihiku untuk berpegang dengan empat perkara: Kitabullah, Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ para ulama. Jika kalian tetap keras kepala, maka aku mengajak kalian untuk mubahalah (masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat berdoa kepada Allah ta’ala dengan sungguh-sungguh, agar Allah ta’ala menjatuhkan laknat kepada pihak yang salah).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/55). Nasehat kedua adalah bagi orang yang sedang merasa bingung, tidak mengerti mana yang benar dan mana yang salah dalam perkara ini. Syaikh berkata, “Mohonlah (petunjuk) dengan sungguh-sungguh kepada Allah ta’ala, dengan merendahkan diri kepada-Nya, terutama pada waktu-waktu yang mustajab; di antaranya pada waktu sepertiga malam yang terakhir, di akhir shalat, dan antara azan dengan iqamat. Bacalah doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama yang tertera dalam hadits shahih. Seperti doa yang senantiasa beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam baca, اللهم رب جبرائيل وميكائيل وإسرافيل, فاطر السماوات والأرض, عالم الغيب والشهادة, أنت تحكم بين عبادك فيما كانوا فيه يختلفون, اهدني لما اختلف فيه من الحق بإذنك, إنك تهدي من تشاء إلى صراط مستقيم. “Wahai Rabb Jibril, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Engkaulah yang memutuskan perselisihan di antara hamba-hamba-Mu. Dengan izin-Mu, tunjukkanlah kepadaku kebenaran yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.” Hendaknya engkau sering memanjatkan doa tersebut, kehadirat Dzat yang mengabulkan doa orang yang sedang tertimpa kesusahan. Dialah Yang menunjukkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kepada kebenaran, meskipun menyelisihi seluruh manusia pada zamannya. Ucapkan pula, “Wahai Dzat yang mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku.” Dan jika kamu merasa berat (ketika akan mengamalkan kebenaran) gara-gara menyelisihi masyarakatmu, maka renungkanlah firman Allah ta’ala, ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ. إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئاً وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ (الجاثـية: 18-19). “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sama sekali tidak akan dapat melindungimu dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang dzalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Jatsiyah: 18-19). Juga firman Allah ta’ala, وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ (الأنعام:116) “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116) Renungkanlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam pertama kali datang dianggap asing, dan (di akhir zaman) akan kembali dianggap asing.” Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah ta’ala tidak mencabut ilmu dari muka bumi ini dengan begitu saja, akan tetapi mencabutnya dengan meninggalnya para ulama. Jika tiada lagi ulama di muka bumi, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemuka agama; sehingga mereka sendiri sesat dan menyesatkan.” Begitu pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasidin sesudahku (Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib).” Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dan jauhilah hal-hal baru dalam agama (bid’ah), karena semua bid’ah dalam agama adalah sesat.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/42-43). “Dan jika telah jelas bagimu bahwa inilah kebenaran, yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya, maka wajib bagimu untuk menyampaikan kebenaran itu kepada umat manusia dan mengajarkannya kepada kaum muslimin dan muslimat. Semoga Allah ta’ala merahmati orang yang menunaikan kewajibannya, bertaubat kepada-Nya, dan mengakui kesalahannya. Ketahuilah bahwa orang yang bertaubat dari suatu kesalahan, bagaikan orang yang tidak memiliki dosa. Semoga Allah ta’ala menunjukkan kepada kami, kalian dan seluruh saudara-saudara kita jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wassalam.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/43). Shalawat, salam serta barakah Allah semoga tetap tercurahkan kepada hamba dan Rasul-Nya, Nabi kita dan kekasih kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya. Diambil dari Kitab Tashhihul Mafahimil Khoti’ati Karya: Syaikh DR. Shalih bin Abdul Aziz As-Sindy ( Dosen Aqidah Universitas Islam Madinah ) Diterjemahkan oleh: Nur Kholis Kurdian, Lc. (Dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur) Dikoreksi ulang oleh: Abdullah Zaen, Lc. & Muhammad Yasir, Lc. Artikel ini sudah digabungkan menjadi satu tulisan, dengan tidak mengurangi dari tulisan aslinya, Artikel www.muslim.or.id

MAKNA SALAF ASH SHOLEH DAN WAHABI


Oleh: Hafidz Achmed
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita termasuk diantara orang-orang muslim dan salaf”.

Merekalah orang-orang yang mengikuti kaum salaf Ash-Sholeh, yaitu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sebagian orang mengatakan bahwa kami ini dari golongan Wahabi. Perbuatan ini termasuk panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk yang dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

{ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ } (11) سورة الحجرات

“…dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan…” (QS. Al-Hujurot: 11).

إن كان تابع أحمد متوهباً فأنا المقر بأنني وهابي

Bila orang yang mengikuti Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dianggap seorang Wahabi,maka saya menyatakan bahwa saya adalah seorang Wahabi
musuh-musuh Tauhid menyebut orang-orang yang berjalan di atas Tauhid sebagai seorang wahhabi yang menisbahkan kepada Muhammad bin Abdil Wahhab. Seandainya mereka mau jujur, seharusnya mereka menyebut Muhammadiy karena dinisbahkannya kepada nama Muhammad bin Abdil Wahhab. Tetapi itulah kehendak Allah Azza wa Jalla, mereka menisbahkannya kepada Al-Wahhab ( الوهاب ) yang merupakan salah satu diantara nama-nama Allah Yang Agung, yang berarti Yang Maha Memberi.

bile orang-orang shufi menisbahkan diri mereka kepada suatu kelompok yang menggunakan Suuf (kulit domba). Maka orang-orang Wahhabi menisbahkan diri mereka kepada Al-Wahhab, yaitu Allah yang memberi mereka Tauhid dan memberinya kemampuan untuk dakwah kepada Tauhid dengan taufiq dari Allah Azza wa Jalla.

Minggu, 12 Juni 2011

DAKWAH AHLUSSUNNAH BUKANLAH DAKWAH WAHABI YANG SESAT


Beberapa waktu belakangan ini, kata Wahabi muncul di banyak media massa. Bukan untuk menyebutkan sesuatu yang baik-baik namun sebaliknya. Ya, Wahabi sedang dituduh. Namun benarkah tuduhan tersebut? Wahabi diidentikkan dengan sesuatu yang buruk, teror atau ada juga yang mengatakannya sebagai kelompok pemonopoli kebenaran. Sebenarnya, masih banyak orang yang terlalu awam untuk mendefiniskan apakah wahabi dan bagaimana hakikat dakwahnya. Tulisan-tulisan yang sering diekspos di media massa tentang masalah wahabi sering tak menyuguhkan informasi yang berimbang. Jauh dari metode ilmiah yang didengungkan banyak orang. Bahkan sebagian tulisan tega menyuguhkan kebohongan di hadapan para pembacanya. Di sisi yang lain pembaca hanya sekadar bisa menerima tanpa mau meneliti lebih jauh. Misalnya ada tulisan yang menyebutkan klaim pengikut wahabi bahwa tanpa madzhab Wahabi, madzhab yang empat belumlah sempurna. Atau dalam madzhab Wahabi rukun Islam itu ada enam. Semua ini sebenarnya cuma kebohongan besar, yang dengan mudah diketahui oleh siapapun yang mau menelaah buku dan pemikiran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang bertebaran. Sudah banyak tulisan ilmiah, thesis dan disertasi yang adil di berbagai Universitas dan institusi pendidikan tentang pemikiran dan gerakan dakwah Syaikh Muhammad. Dan semuanya menunjukkan tentang pengaruh positif dakwah Syaikh baik di tingkat lokal maupun internasional. Salah satu tulisan terbaru dalam hal ini adalah disertasi yang disusun oleh Dr. Natana DeLong Bas, dalam rangka meraih gelar P.hd dalam bidang sejarah dari Georgetown University. Cerita Lama Banyak orang sengaja mengaburkan dakwah Syaikh Muhammad dengan dakwahnya wahabi yang benar-benar sesat. Wahabi sesat merupakan firqah sempalan Ibadhiyah khawarij yang timbul pada abad kedua hijriyah (jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab -ed), yaitu sebutan Wahabi nisbat kepada tokoh sentralnya Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H. Wahabi merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahli sunnah, dan sangat jauh dari Islam. Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi) dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah dia sanggup merontokkan kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agen-agen asing, maka dakwahnya dianggap sebagai penghalang yang mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri Islam. Contohnya Inggris mengulirkan isue wahabi di India, Prancis menggulirkan isu wahabi di Afrika Utara, bahkan Mesir menuduh semua kelompok yang menegakkan dakwah tauhid dengan sebutan Wahabi, Italia juga mengipaskan tuduhan wahabi di Libia, dan Belanda di Indonesia, bahkan menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Padri sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Semua itu, mereka lakukan karena mereka sangat ketakutan terhadap pengaruh murid-murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengobarkan jihad melawan Imperialisme di masing-masing negeri Islam.Siapa Muhammad Bin Abdul Wahhab? Dari sini jelas bahwa menyematkan wahabi yang sesat pada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidaklah benar. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beda dengan Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum. Penyematan tersebut berawal dari upaya kaum kolonialisme untuk menjauhkan umat dari dakwah Islam yang lurus. Untuk lebih jelas siapa sebenarnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berikut ini sekilas perjalanan hidupnya. Dia adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barra bin Musyrif At-Tamimi. Lahir pada tahun 1115 H- di kota ‘Uyainah yang masih masuk wilayah Najd, sebelah barat dari kota Riyadh, jaraknya dengan kota Riyadh sekitar perjalanan 70 km. Dia tumbuh dan besar di negeri ‘Uyainah dan menimba ilmu di sana. Dia hafal Al-Qur’an sebelum umur 10 tahun. Di bawah asuhan bapaknya sendiri dia belajar fikih mazhab Hambali, tafsir, hadits, aqidah dan beberapa bidang ilmu syar’i serta bahasa. Dia sangat menaruh perhatian besar terhadap kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim rahimahumallah, sehingga dia terpengaruh oleh keduanya dan berjalan di atas jalan mereka dalam mementingkan masalah aqidah yang benar, mendakwahkannya, membelanya dan memperingatkan dari perbuatan menyekutukan Allah, bid’ah serta khurafat. Menuntut ilmu Muhammad pergi Mekkah untuk menunaikan kewajiban haji dan mencari bekal ilmu syar’i. Setelah itu pergi ke Madinah Nabawiyyah dan di sana bertemu dua orang ulama yaitu Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif An-Najdi dan Asy-Syaikh Muhammad Hayah bin Ibrahim As-Sindi. Demikian juga pergi ke Bashrah mempelajari hadits, fikih dan membacakan nahwu kepada gurunya sampai menguasainya. Setelah itu pergi ke daerah Ahsa’ dan bertemu dengan syaikh-syaikh Ahsa’, di antaranya Abdullah bin Abdul Lathif. Berdakwah Selanjutnya ia pergi ke daerah Huraimala’, karena ayah beliau pindah ke daerah tersebut pada tahun 1139. Dia menetap di sana berdakwah tauhid sampai ayahnya meninggal pada tahun 1153 H. Setelah lepas dari konspirasi untuk membunuhnya yang dilakukan orang-orang jahat, dia pindah ke ‘Uyainah dan menawarkan dakwahnya kepada pemimpin ‘Uyainah, Utsman bin Ma’mar. Pimpinan ‘Uyainah pun menyambut dia, membantunya, mendukungnya dan bersama menghancurkan kubah Zaid bin Al-Khatthab dan menghancurkan beberapa kubah serta kubur yang disembah-sembah. Masyarakat yang mendengar dakwahnya berdatangan dari berbagai daerah dan menolong dakwahnya. Berita penghancuran serta penegakan hukum had tersebut sampai di telinga pemimpin Ahsa’ dan sekutu-sekutunya. Hal ini membuat pemerintah Ahsa’ merasa khawatir terhadap kerajaannya dan memerintahkan kepada Utsman bin Ma’mar untuk membunuh Asy-Syaikh atau mengusirnya dari ‘Uyainah. Maka Utsman bin Ma’mar akhirnya menerima desakan ini dan memerintahkan Asy-Syaikh agar keluar dari ‘Uyainah dan diapun keluar darinya menuju Dir’iyyah. Hal itu terjadi pada tahun 1158 H. Di negri Dir’iyyah dia singgah sebagai tamu Muhammad bin Suwailim Al-‘Uraini. Pemimpin Dir’iyyah waktu itu Muhammad bin Su’ud setelah berdialog, merasa tertarik dengan dakwahnya dan siap mendukungnya. Demikianlah, Asy-Syaikh tinggal di Dir’iyyah dalam keadaan dihormati dan didukung sepenuhnya, berdakwah kepada tauhid dan memperingatkan dari syirik. Orang-orang pun berdatangan, baik secara berkelompok maupun individu. Dia mengajarkan aqidah, Al-Qur’an Al-Karim, tafsir, fikih, hadits, musthalah hadits, berbagai ilmu bahasa Arab dan tarikh. Dia berkirim surat kepada para ulama dan umara dari berbagai negeri dan penjuru, menyeru mereka kepada agama Allah sehingga tersebarlah dakwah dia. Setelah itu semakin banyak orang yang memusuhinya dan mereka bersatu menentang dakwah Syaikh. Maka amir mengobarkan jihad dan peristiwa itu terjadi pada tahun 1158 H. Asy-Syaikh membantunya sampai akhirnya dakwah dia tersebar menyeluruh sampai ke penjuru alam dan gaungnya masih senantiasa bergema sampai hari ini. Berpulang ke Rahmatullah Dia rahimahullah wafat pada hari Jum’at di akhir bulan Dzulqa’dah tahun 1206 H pada umur 71 tahun setelah melakukan jihad yang panjang, berdakwah menyerukan kebaikan, mengadakan perbaikan, menyebarkan ilmu dan pengajaran. Kemudian dia dimakamkan di pekuburan Dir’iyyah, semoga rahmat Allah terlimpah atasnya.Bagaimana hakikat dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab? Apa saja tuduhan-tuduhan keji yang dialamatkan kepada dakwah dia? Bagaimana penelitian dan tulisan ilmiah yang bersikap adil terhadap dakwah dia?Bagaimana peran dakwahnya di Indonesia? (Abu Ismail) Gerakan dakwahnya sering disebut orang sebagai Wahhabiyah. Sebuah dakwah yang disandarkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang reformis keagamaan, yang mengajak manusia untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Nama Wahhabi atau Wahabiyah sendiri diberikan oleh orang-orang yang tidak suka dengan gerakan dakwahnya untuk memberikan stigma yang negatif terhadap beliau dan pengikutnya. Penamaan ini sebenarnya keliru sebab wahhab adalah bagian dari nama bapaknya, Abdul Wahhab. Kalau mereka mau jujur dan adil seharusnya mereka memberikan nama Muhammadi atau Muhammadiyah, karena nama beliau adalah Muhammad. Namun tentu saja, kalau para pembenci dakwah ini menamakan dengan nama terakhir ini pasti akan membuat orang-orang mendekati dakwah beliau bukan menjauhi. Keyakinannya Tentang Rasul Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengajak orang untuk kembali pada ajaran Islam yang lurus sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah banyak mendapat tuduhan. Apa saja yang dituduhkan padanya dan dakwahnya? Diantaranya dia dituduh tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad n adalah penutup para Nabi dan Rasul. Benarkah tuduhan ini? Tulisan dan buku-buku karya Syaikh ternyata malah menunjukkan hal yang sebaliknya. Diantaranya beliau pernah mengatakan, “Aku beriman bahwa Nabi Muhammad nadalah penutup Para Nabi dan Rasul. Keimanan seseorang tidak dianggap sah hingga dia beriman dengan kenabian dan kerasulannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32). “Orang yang paling bahagia, paling besar kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah orang yang paling setia mengikuti tuntunan Rasulullah ndan mengamalkan ajaran beliau.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21). Begitu juga dia dituduh tidak memenuhi hak Rasulullah n serta tidak memosisikan Rasulullah n sebagaimana mestinya. Untuk menjelaskan hakikat tuduhan ini, kami akan kutip perkataan Syaikh yang menjelaskan keyakinan beliau tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Ketika Allah ta’ala berkehendak untuk menampakkan Tauhid dan menyempurnakan agama-Nya di atas muka bumi, serta meninggikan kalimat Allah dan merendahkan kalimat orang-orang kafir; maka Allah ta’ala mengutus Rasulullah n sebagai penutup para rasul dan kekasih Rabb alam semesta. Beliau senantiasa dikenal setiap masa, bahkan disebutkan pula dalam kitab Taurat Nabi Musa ‘alaihis salam dan kitab Injil Nabi Isa ‘alaihis salam. Hingga Allah ta’ala memunculkan mutiara tersebut di antara kabilah Bani Kinanah dan Bani Zahrah. Allah mengutus beliau di masa-masa terputusnya (pengiriman) rasul-rasul, lalu menunjukinya jalan yang lurus. Sebelum beliau diutus menjadi Rasul, telah tampak pada dirinya tanda-tanda kenabian yang tidak bisa ditiru oleh siapapun yang hidup di zamannya. Allah ta’ala menumbuhkan beliau dengan sebaik-baiknya hingga menjadi orang yang paling mulia akhlaknya, paling tinggi budi pekertinya, paling tangguh kesabarannya, paling baik dengan para tetangganya, serta paling jujur tutur katanya, sehingga kaumnya menjulukinya sebagai al-amin (yang dipercaya); karena di dalam pribadinya terdapat perilaku yang baik dan sifat-sifat yang terpuji.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/90-91). “Beliau n adalah pemimpin para pemberi syafaat, dan pemberi syafaat agung (di padang mahsyar), Nabi Adam ‘alaihis salam dan keturunannya kelak berada di bawah benderanya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/86). “Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam, dan rasul yang terakhir dan yang paling utama adalah nabi Muhammad n.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/143). “Rasulullah n telah menyampaikan risalah kepada umatnya dengan sempurna dan menjelaskannya dengan sebaik-baiknya. Beliau adalah penasihat terbaik bagi para hamba Allah, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad dengan sebenar-benarnya di jalan Allah ta’ala, serta beribadah kepada Allah ta’ala hingga ajalnya tiba.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21). Penamaan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan “Wahhabi” sebenarnya bermula dari orang-orang yang kontra dengan dakwah Syaikh. Belakangan nama ini diadopsi oleh orang-orang Barat dan kaum orientalis.Tokoh-tokoh orientalis tetap menggunakan istilah wahabiyah, wahabi atau wahabiyun untuk menamakan gerakan dakwah Muhammad bin Abdil Wahhab serta pengikut gerakan dakwahnya. Meski sebagian tokoh tadi tahu bahwa nama ini diberikan oleh orang-orang yang memusuhi gerakan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab. Sebut saja diantara tokoh Orientalis tersebut adalah Samuel Zwemer, Samalley, Margoliouth, George Rentz, Burkhardt dll. Mereka akui bahwa istilah tersebut berasal dari musuh Syaikh. Margoliouth mengatakan, “Penamaan ini diberikan oleh para penentangnya ketika dia masih hidup. Kemudian orang-orang Eropa menggunakan nama tersebut. Sedangkan pengikut dakwah Syaikh di jazirah Arab tidak menggunakannya. Namun mereka menyebut diri mereka sebagai muwahhidun (ahli tauhid).” Thomas Patrick Hughes seorang orientalis yang lain bilang bahwa wahabiyah adalah sebuah sekte reformasi Islam yang dibentuk oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Orang-orang yang kontra dengan gerakan dakwahnya tidak mau menamakan mereka dengan “Muhammadans (Muhammadiyah)” atau “muslimin”. Jadi akhirnya mereka membedakan dakwah tadi dari yang lain dengan menyematkan nama ‘ayah syaikh’ dan mereka namakan dengan Wahabiyah. Goerge Rentz menjabarkan tentang penyebutan istilah dan alasan penggunaan kata wahabi. Ini terkait dengan penggunaan istilah tadi dalam makalahnya, “Wahabiyun” dan “Wahabi dan Kerajaan Saudi Arabia”. Ia mengatakan bahwa penamaan wahabiyun pada pendukung dakwah Syaikh bersumber dari orang-orang yang kontra dengan dakwahnya. Nama ‘Wahabi’ tidak lebih merupakan protes mereka karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dianggap membuat sebuah sekte baru, sehingga perlu untuk dihadang dan dibendung. Penggunaan istilah Wahabiyah adalah sesuatu yang tidak tepat. Disamping istilah ini tidak jujur karena tidak menggunakan penyandaran yang benar. Kalau jujur dan adil tentu orang yang kontra akan memakai nama ‘muhammadns alias muhammadiyah, sesuai namanya yaitu Muhammad. Kenapa mesti menyerang dakwah ini dengan ketidakjujuran? Begitu pula nama ini tidak diberikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab atau pengikut dakwahnya namun oleh orang yang kontra dengan dakwah beliau.K arena dia memang tidak membuat ajaran baru namun sekadar mengajak orang untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Sehingga, kalau ada orang yang mengamalkan ajaran Islam dengan lurus sesuai al Quran dan hadits maka ia akan mendapati dirinya berjalan di sebuah jalan yang sama dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Walau bisa jadi orang tersebut tak pernah kenal dengan Muhammad bin Abdul Wahhab dan tidak membaca tulisan-tulisannya. Pandangan Positif Orientalis Ilmuwan barat yang mempelajari masalah ketimuran (orientalis) memiliki banyak tulisan tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada pandangan negatif maupun positif yang mereka lontarkan tentang dakwah Syaikh. Diantara pandangan positif yang mereka berikan disebutkan sebagiannya. David Cooper mengatakan, “Apa yang dibawa oleh dakwah syaikh bukanlah sesuatu yang baru. Karena ia memandang bahwa solusi seluruh problem adalah kembali kepada sunnah Nabi Muhammad dan para sahabatnya dari kalangan salafus shalih. Dan diantara prioritas terbesarnya adalah membebaskan umat dari dua kejahatan, yaitu syirik dan bid’ah. Ia dan pengikutnya menghabiskan umurnya dalam rangka merealisasikan hal ini dengan penuh semangat”. George Rentz menyatakan bahwa dakwah Syaikh berkeinginan untuk menjernihkan masyarakat. Dengan cara kembali berpedoman kepada jalan Rasulullah dan salafus shalih. Oleh karena itu maka menjadi sebuah kewajiban untuk kembali berpegang kepada Al Quran dan sunnah Nabi. Pandangan positif lain yang disebutkan oleh sebagian kecil orientalis- dan ini sesuai dengan kenyataan-adalah mereka berpandangan bahwa dakwah syaikh berlandasan pada Al Quran dan As Sunnah. Dan tidak ada perbedaan antara dakwahnya dengan ahlus sunnah. Sekte atau Agama Baru? Yang negatif diantaranya adalah mayoritas mereka berpandangan bahwa dakwah syeikh Muhammad adalah sebuah sekte dan madzhab baru atau bahkan sebuah agama baru. Seperti yang diungkapkan oleh Samuel Zwemer, “Abdul Wahhab mendakwahkan kepada pembaharuan dan mengklaim dirinya sebagai pemimpin sekte baru.” Lewis Pellty saat bercerita tentang kota Uyainah mengatakan yang hampir senada. “Kota tersebut adalah tempat kelahiran pencetus dakwah pembaharu salafiyah “Agama Wahabi”. “Di kota itulah madzhab ini berkembang.” Thomas Patrick Houghes bilang, “Wahabiyah adalah sebuah sekte kaum muslimin”. Apa yang diungkapkan oleh para tokoh orientalis ini tidak benar. Boleh jadi hal ini berawal dari pengambilan referensi yang tidak akurat atau kesalahan pandangan kaum barat terhadap agama secara umum dan dakwah secara khusus. Dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sekte, madzhab, ataupun agama baru. Namun ia adalah dakwah perbaikan yang penuh keberkahan. Tuduhan serupa sebenarnya telah muncul sejak ia masih hidup. Tuduhan ini telah dijawabnya dengan gamblang. “Saya informasikan – dan hanya milik Allah segala pujian- bahwa saya hanya muttabi’ (orang yang mengikuti) bukan mubtadi’ (orang yang membuat bid’ah). Akidah dan agama yang saya yakini adalah madzhab ahlus sunnah wal jamaah, yang ini merupakan keyakinan empat imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy Syafii, dan Ahmad bin Hambal) serta pengikutnya hingga hari kiamat.” Serangan kaum orientalis dan yang lain terhadap dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab pada hakikatnya adalah serangan terhadap ajaran Islam yang mulia itu sendiri. Bila mau kritis dan jujur, setiap orang bisa membaca buku-buku Syaikh yang beredar untuk mengetahui hakikat dakwahnya. Bukan sekadar menuduh dan menfitnah tanpa bukti. (*)Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hayatuhu wa da’watuhu fir ru’yatil istisyraqiyyah.

Kamis, 09 Juni 2011

KELEMBUTAN NABI SALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM


Oleh: Prof. dr. Achmad Satori Ismail

Ketika Rasulullah SAW duduk bersama para sahabatnya, seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa'nah masuk menerobos shaf, lalu menarik kerah baju Rasul dengan keras seraya berkata kasar, "Bayar utangmu, wahai Muhammad, sesungguhnya turunan Bani Hasyim adalah orang-orang yang selalu mengulur-ulur pembayaran utang."

Umar bin Khattab RA langsung berdiri dan menghunus pedangnya. "Wahai Rasulullah, izinkan aku menebas batang lehernya." Rasulullah SAW berkata, "Bukan berperilaku kasar seperti itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini membutuhkan perilaku lembut. Perintahkan kepadanya agar menagih utang dengan sopan dan anjurkan kepadaku agar membayar utang dengan baik."

Tiba-tiba pendeta Yahudi berkata, "Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku datang kepadamu bukan untuk menagih utang. Aku datang sengaja untuk menguji akhlakmu. Tapi, aku telah membaca sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat. Semua sifat itu telah terbukti dalam dirimu, kecuali satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut saat marah. Dan aku baru membuktikannya sekarang. Oleh sebab itu, aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah utusan Allah. Adapun piutang yang ada padamu, aku sedekahkan untuk orang Muslim yang miskin."

Itulah kemuliaan akhlak Rasulullah, sang teladan yang telah dipuji Allah sebagai nabi dengan akhlaknya berada di atas semua akhlak yang agung. (QS Alqalam: 3). Kelembutan dan kesabaran dijadikan sebagai manhaj dalam berdakwah. Ucapannya lembut, sikapnya lembut, dan perilakunya dalam semua aktivitas dakwahnya adalah kelembutan, kecuali sikap yang membutuhkan ketegasan, seperti dalam menegakkan //hudud dan berperang melawan kufar penyerang.

Kelembutan merupakan akhlak yang mampu mendekatkan manusia kepada Islam. Allah menjelaskan, "Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS Ali Imran 159).

Kekerasan dan perilaku anarkis akan merugikan Islam dan umatnya. Beliau selalu menyeru umatnya agar bersikap lembut. Beliau bersabda, "Sikap hati-hati (tidak tergesa-gesa), kesederhanaan, dan perilaku lembut adalah bagian dari 24 ciri kenabian." (HR at-Tirmidzi).

Rasul SAW pernah mengingatkan Siti Aisyah saat bersikap kasar. "Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan dan Allah memberi dampak positif pada kelembutan yang tidak diberikan kepada kekerasan. Dan tiada kelembutan pada sesuatu kecuali akan menghiasinya dan bila dicabut kelembutan dari sesuatu akan menjadikannya buruk." (HR Muslim). Rasulullah juga menegaskan bahwa barang siapa yang tidak memiliki kelembutan maka akan dijauhkan dari kebaikan. (HR Muslim).

Umat Islam wajib bersikap lembut dalam menghadapi berbagai situasi dan tantangan. Banyak musuh-musuh Allah yang selalu memprovokasi agar umat Islam bersikap ekstrem, bertindak anarkis, dan melakukan teror.

Sikap dan perilaku tidak terpuji itu, akan menzalimi dan mendorong non-Muslim antipati terhadap Islam.