Sabtu, 02 Oktober 2010

HATI YANG BERSIH




Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Akhir-akhir ini saya banyak membaca buku sufi, ternyata saya baru tahu bahwa penyucian hati atau tazkiyatun-nufus merupakan perkara besar dalam Islam. Apalah artinya beramal saleh, jika hati kita masih kotor, penuh dengan sifat-sifat buruk? Semua amalan bisa rusak seketika, bahkan bisa hilang tanpa bekas, jika ternyata masih ada riya’ dalam diri.

Melalui rubrik ini, saya ingin bertanya kepada Ustadz tentang indikasi hati yang bersih, mudah-mudahan dengan jawaban tersebut saya bisa mengoreksi sejauh mana kondisi hati saya saat ini. Terima kasih atas jawaban Ustadz.

UG
Jambi

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Sebelum menjawab pertanyaan Saudara, kami ingin meluruskan pernyataan Saudara tentang amal saleh. Menurut kami, amal saleh itu adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh orang yang baik karena niat dan motivasi yang baik dan benar. Suatu perbuatan yang tidak dilandasi oleh niat dan landasan akidah yang benar, menurut kami bukan termasuk amal saleh. Dengan pengertian seperti ini, maka amal saleh itu tetap berguna kapan dan di manapun juga. Tidak ada amal saleh yang sia-sia.

Tentang hati, Imam Al-Ghazali membagi menjadi tiga jenis, yaitu: hati yang mati, hati yang sakit, dan hati yang sehat. Hati sakit adalah hatinya orang-orang kafir yang telah menutup diri dari kebenaran. Satu-satunya cara menghidupkan hati yang mati adalah dengan membuka tutup yang selama ini telah menutupi dan melindunginya dari hidayah.

Hati yang sakit adalah hatinya orang-orang mukmin yang terserang satu atau lebih penyakit jiwa, seperti hasad, riya’, ujub, dan takabbur. Penyakit hati itu bisa disembuhkan dengan “Tazkiyatun-nufus”, membersihkan hati. Setiap Muslim wajib mendiagnosa penyakit hatinya, kemudian dengan sungguh-sungguh mengobatinya agar hatinya sehat dan selamat.

Hati yang sehat adalah hatinya orang beriman yang lapang dan terbebas dari segala bentuk penyakit hati. Orang-orang yang hatinya sehat merasakan kelapangan dan kemudahan hidup. Hatinya tenang karena menerima qadha dan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terhindar dari rakus dan iri hati. Jauh dari rendah diri dan tinggi hati. Sebaliknya, mereka tampak tawadhu dan optimis. Selalu bahagia, tidak mengeluh. Selalu bersikap positif, tidak curiga, dan buruk sangka, terutama kepada Allah. Senantiasa bersyukur menghadapi nikmat dan bersabar ketika mendapati musibah.

Hati yang sehat adalah hati yang bebas dari noda syirik hingga sekecil kecilnya dan seremeh-remehnya. Berserah diri kepada-Nya dengan segenap keyakinannya. Mengimani ke-Ilahiyan- Nya beserta nama-nama dan sifat-sifat- Nya.

Hati yang sehat adalah hati orang beriman yang beribadah kepada Allah dengan sukarela, rasa cinta, tawakkal, khusyu, khudhu’ (merendah), dan raja’ (penuh harap), sambil mengikhlaskan amalnya semata-mata karena Allah Ta’ala.

Hati yang sehat adalah hati yang menerima perintah dan larangan Allah dengan penuh ketundukan dan keridhaan. Bila disebut nama Allah, maka bergetarlah hatinya. Bila dibaca ayat-ayat Allah, maka bertambahlah imannya.

Hanya orang-orang yang hatinya sehat saja yang nantinya bakal dipanggil Allah masuk ke dalam golongan hamba-hamba- Nya, dan masuk ke dalam surga-Nya:
” Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba- Ku, Masuklah ke dalam surga-Ku.” (Al-Fajr [89]: 27 – 30)

Hanya dengan hati yang sehat saja, kita akan selamat menempuh perjalanan akhirat menuju Allah. Ketika harta, keluarga, dan kolega tidak ada manfaat dan gunanya, maka hati yang sehat saja yang nanti akan berguna. Allah berfirman: ”Yaitu di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah denagn hati yang sehat (Qalbun Salim)” (Asyu’ara [26]: 88 – 89).*

SUARA HIDAYATULLAH, AGUSTUS 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar